Sacrifice [12].

204 42 1
                                    

Semoga suka sama chapter kali ini
ya teman teman 😘

🌘🌑🌒

Setelah hari dimana Kamari bertemu dengan Alaric, ia tidak pernah bertemu dengan pemuda yang mengaku sebagai Vampire itu lagi. Entah apa yang terjadi padanya, tapi beberapa minggu sudah berlalu dan kewaspadaan Kamari sudah mereda sepenuhnya. Kamari merasa lega karena tidak perlu lagi mengkhawatirkan dirinya akan kembali bertemu dengan pemuda aneh yang menerobos masuk ke kamarnya itu,

Pagi menyambut hari, Kamari bangun lebih awal dari biasanya, ia tersenyum senang karena sudah bisa pergi keluar lagi untuk beraktivitas setelah sebelumnya selama berhari-hari hanya berdiam diri di dalam rumah dan kamarnya. Ia bersiap-siap untuk pergi ke sekolah setelah sekian lama absen.

Namun, saat Kamari tengah bersiap-siap, ada sesuatu yang mengganggunya. Sekilas, ia merasa ada bayangan yang melintas di jendela kamarnya, tapi saat ia menoleh, tidak ada apa-apa di sana. Kamari menggelengkan kepala, berpikir mungkin itu hanya perasaannya saja—efek dari kekhawatirannya yang belum sepenuhnya hilang.

Sesampainya di sekolah, Kamari disambut hangat oleh teman-temannya. Mereka semua penasaran mengapa Kamari absen begitu lama, namun Kamari hanya tersenyum dan mengatakan bahwa dia sedang tidak enak badan. Hari itu berjalan dengan normal, penuh tawa dan obrolan, seolah tidak ada yang salah. Namun, di tengah-tengah kelas, Kamari merasa ada sesuatu yang aneh. Ia merasakan tatapan yang menusuk dari suatu tempat. Sekilas, ia menoleh ke arah jendela dan kembali melihat bayangan samar.

Meskipun mencoba mengabaikannya, rasa gelisah itu perlahan-lahan kembali muncul. Apakah Alaric benar-benar sudah pergi, ataukah dia hanya menunggu waktu untuk kembali muncul? Kamari tidak bisa memastikan, tapi perasaannya mengatakan sesuatu yang besar mungkin akan terjadi.

Sepulang sekolah, Kamari bergegas pulang, perasaan was-was yang muncul sejak pagi kini semakin kuat. Jalan menuju rumah yang biasanya terasa menyenangkan, kini terasa lebih sepi dan mencekam. Setiap langkah yang diambilnya, angin seakan berbisik dengan dingin, mengingatkannya pada pertemuannya dengan Alaric.

Saat hampir sampai di rumah, langkah Kamari terhenti. Di sudut jalan yang sepi, dia melihat sosok berdiri tegap di bawah bayangan pohon besar. Mata Kamari membelalak saat mengenali siluet itu. Pemuda dengan mata tajam dan rambut hitam yang tergerai—Alaric.

"Kamari," panggil suara itu lembut, namun terdengar seperti ancaman terselubung. "Aku sudah lama menunggumu."

Kamari mundur selangkah, jantungnya berdetak kencang. "Apa yang kamu inginkan, Alaric?" tanyanya dengan suara bergetar, mencoba menjaga ketenangan meski tubuhnya tegang.

Alaric melangkah maju, sinar matahari senja membuat sosoknya tampak semakin misterius. "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja," jawabnya sambil tersenyum, namun senyum itu tidak menenangkan. "Aku sudah berjanji untuk tidak mengganggumu lagi, tapi sesuatu telah berubah."

Kamari memandangi Alaric dengan penuh kebingungan. "Berubah? Apa maksudmu?"

Alaric menghela napas panjang, tatapan matanya mendadak serius. "Ada ancaman lain yang mengincarmu. Bukan dariku, tapi dari mereka yang tidak akan sebaik aku. Kau telah menarik perhatian sesuatu yang lebih berbahaya."

Kamari terdiam. "Apa maksudmu dengan 'mereka'? Siapa yang kamu bicarakan?"

Sebelum Alaric bisa menjawab, bayangan-bayangan lain muncul dari kegelapan. Dua sosok lain berdiri di belakangnya, dengan mata yang bersinar dalam kegelapan, memperkuat ketegangan yang mulai memenuhi udara.

Sacrifice [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang