Sacrifice [17].

119 33 2
                                    

🌘🌑🌒

Saat Kamari dan Alaric terdiam dalam kehangatan momen itu, suasana di sekitar mereka mulai kembali normal. Murid-murid lain melanjutkan kegiatan mereka, berlarian ke sana-sini, dan tawa menggema di halaman sekolah. Namun, bagi Kamari dan Alaric, dunia mereka terasa sepi dan tenang, hanya terfokus pada satu sama lain.

Setelah beberapa saat, Kamari menatap Alaric dengan rasa ingin tahunya yang kembali muncul. "Jadi, bagaimana rasanya menjadi seorang vampir?" tanyanya, berusaha mencairkan ketegangan yang ada. "Apakah benar kau bisa terbang atau mengubah bentuk?"

Alaric tertawa pelan, senyumnya menyempit. "Tidak semua mitos tentang vampir benar. Kita tidak bisa terbang seperti yang digambarkan dalam film. Tapi ada beberapa kemampuan yang mungkin bisa kujalani. Seperti kekuatan fisik yang lebih dari manusia biasa."

"Jadi, kau lebih kuat dari ayahku?" Kamari bertanya sambil tertawa, membayangkan situasi lucu dimana Alaric berhadapan dengan ayahnya, yang adalah kepala kepolisian.

"Secara teknis, ya," Alaric menjawab sambil ikut tertawa. "Tapi itu bukanlah hal yang ingin kuperlihatkan di hadapan orang-orang."

Kamari tersenyum, merasa sedikit lebih santai. Namun, bayangan tentang bahaya yang mengintai mereka masih menghantuinya. "Apakah ada vampir lain di sekitar sini? Maksudku, jika mereka tahu tentang kita..."

Mata Alaric sedikit menyempit, menunjukkan ekspresi seriusnya. "Ada beberapa, tetapi aku akan melindungimu dari mereka. Mereka tidak akan mengerti tentang perasaan kita, dan bisa jadi mereka akan mencoba menyakiti kita."

Kamari mengangguk, meskipun ketakutan masih menggigit hatinya. "Aku ingin bisa percaya padamu, Alaric. Aku tidak ingin hidup dalam ketakutan."

Alaric mengulurkan tangannya, meraih tangan Kamari dengan lembut. "Bersama kita bisa menghadapinya. Kita akan mencari cara untuk membuat hubungan ini aman. Mulai dari sekarang, aku akan selalu ada di sampingmu."

Kamari merasakan kekuatan dalam kata-kata Alaric, seolah janjinya akan melindunginya dari semua bahaya yang mengintai. Dia ingin merasakan cinta dan keberanian itu, tetapi pertanyaan tentang masa depan mereka tetap membayangi pikirannya.

Ketika bel berbunyi, menandakan akhir waktu istirahat, Kamari dan Alaric berdiri dari tempat duduk mereka. Kamari merasa terisi dengan semangat baru, meskipun ada banyak yang harus mereka hadapi.

"Baiklah, kita harus kembali ke kelas," kata Kamari, berusaha tersenyum meski ada sedikit kegelisahan di dalam hatinya.

"Satu hal lagi," Alaric berkata cepat, menghentikan langkahnya. Dia menunduk sedikit, menatap langsung ke mata Kamari. "Ingat, tidak peduli apa yang terjadi, aku akan selalu mencintaimu. Dan aku tidak akan membiarkan siapapun menghalangi kita."

Mendengar kata-kata itu, Kamari merasakan sesuatu yang hangat di dadanya.

Mereka melanjutkan langkah mereka menuju kelas, siap untuk menghadapi apapun yang datang, bersama-sama.

Kamari dan Alaric melangkah bersama menyusuri koridor sekolah, tampak begitu alami seolah-olah mereka sudah saling mengenal lama. Suasana menjadi hening seketika saat mereka lewat, dan semua mata tertuju pada pasangan tak terduga itu. Beberapa murid berbisik sambil memperhatikan setiap gerakan mereka dengan penuh rasa ingin tahu.

Sacrifice [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang