Sacrifice [09].

195 44 2
                                    

🌘🌑🌒

Kamari terbangun di dalam kamarnya dengan perasaan yang kosong. Ia tidak tahu mengapa bisa mendapatkan perasaan seperti itu. Kamari mendudukkan dirinya, agak terkesiap ketika merasakan nyeri di pergelangan kaki kanannya. Ia mengingat betul bagaimana ia mendapatkan rasa sakit di pergelangan kaki nya ini. Ingat bagaimana ia melompati pagar di belakang sekolah untuk kabur dari Alfredo yang bersikap kurang ajar padanya. Kamari juga mengingat beberapa hal seperti, perasaan takut, marah bahkan jijik akibat ciuman paksa Alfredo.

Namun, ingatannya berhenti sampai di sana. Kamari tidak bisa mengingat apa yang terjadi setelah ia melompati pagar tersebut.

Kamari hanya tahu ia sangat lelah dan kaki nya sangat sakit. Namun, ada hal yang ganjil di kepala nya, rasanya seperti ada sesuatu yang tertinggal di dalam pikirannya, seperti sebuah ingatan atau fakta. Namun entah mengapa Kamari tidak bisa mengingatnya.

Kamari mencoba untuk berdiri dari tempat tidur nya, namun pergelangan kaki kanannya terasa sangat menyakitkan sehingga ia terpaksa kembali duduk. Kamari mulai menatap ke sekelilingnya, mencoba untuk mengerti situasi dirinya saat ini.

Kamari tidak ingat seperti apa hari sebelumnya, jadi ia mencoba untuk fokus pada situasi saat ini. Ia melihat kamarnya sendiri tetapi tidak bisa mengingat bagaimana ia bisa sampai di kamarnya. Kamari sudah mencoba mengingat bagaimana ia pulang dan bagaimana ia akhirnya tertidur di atas tempat tidurnya, namun ia hanya dapat mengingat tentang peristiwa di sekolah mengenai Alfredo yang bersikap kurang ajar padanya dan peristiwa sebelum itu. Namun, apa apa yang terjadi setelahnya masih sangat kabur.

Emily memasuki kamar Kamari sambil membawa nampan yang berisi hidangan sarapan untuk Kamari. Ia tersenyum lega saat melihat bahwa anaknya sudah bangun.

"Sayang, apa kau sudah merasa lebih baik?" Tanya Emily.

Emily kemudian menaruh nampan sarapan di atas meja dan berjalan ke arah tempat tidur Kamari. Ia melihat dengan khawatir anaknya.

Kamari tidak langsung memberikan respon untuk pertanyaan Emily. Ia terus menatap pergelangan kaki kanannya yang terbalut perban dengan penasaran.

"Kamari sayangnya ibu, kau baik- baik saja kan?" Emily kembali mengulangi pertanyaannya, kali ini dengan lebih khawatir.

Kamari akhirnya menoleh ke arah ibunya setelah beberapa saat dengan ekspresi tidak fokus. Ia terlihat masih belum sepenuhnya sadar.

"Aku....baik-baik saja ibu. Tapi apa yang terjadi?" Raut wajah Kamari bergitu terlihat linglung dan bingung.

Emily mengusap surai halus Kamari. Mengingat bagaimana ia hampir pingsan ketika tidak mendapati Kamari di sekolahnya sore kemarin. Bayangan tentang pembunuhan yang masih saja terjadi di kota mereka membuat tubuh Emily bergetar ketakutan. Ia segera menelpon suami nya begitu tak kunjung bisa menghubungi Kamari dan tidak bisa menemukan gadis itu dimana pun. Ia takut terjadi sesuatu pada Kamari. Dirinya dan suami bahkan beberapa anggota kepolisian berusaha mencari Kamari kemanapun. Tidak ada tanda-tanda apapun. Emily sudah menangis di pelukan Travis yang lebih segera mendikte anak buahnya untuk lebih memperluas wilayah pencarian.

Travis ayah Kamari adalah kepala kepolisian.

Semua berkerja sampai hampir menjelang pagi, dan keputusasaan sudah menyeruak ke udara ketika tak kunjung menemukan Kamari. Emily sudah menangis sejadi-jadi nya, Travis membawa sang istri kembali ke rumah mereka untuk beristirahat sementara dirinya akan kembali mencari sang anak. Namun ketika mereka tiba di depan rumah, Kamari dengan keseluruhan tubuh yang tampak sangat pucat tergeletak di teras rumah.

"Kau benar-benar membuat ibu khawatir, Kamari." Emily kembali mengusap lembut kepala Kamari, "Ibu dan Ayah menemukanmu pingsan di depan rumah dengan wajah pucat dan kaki kananmu memar serta bengkak, sebenarnya apa yang terjadi padamu? Kemana kau saat ibu menjemput mu ke sekolah?"

Sacrifice [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang