Sacrifice [10].

241 45 3
                                    

🌘🌑🌒

Saat ini, setelah beberapa hari berlalu. Alaric adalah Vampire paling sibuk di kastil. Ia selalu memberikan alasan ketika saudara-saudara nya bertanya. Tapi ia tidak bisa menghentikan Kamari dalam pikirannya. Ia masih sangat penasaran dengan gadis itu.

Saudara-saudara Alaric masih berbisik tentang tingkah laku Alaric yang sangat tidak biasa selama beberapa hari ini. Mereka berbicara tentang hal itu saat berkumpul di ruang tengah kastil dan sedang tidak melakukan hal lain.

"Alaric sepertinya sudah tidak waras" Victor adalah Vampire pertama yang berkomentar ketika mereka semua malam ini kembali berkumpul di ruang tengah Kastil tanpa Alaric. Pemuda Vampire itu mengigit-gigit sedotan dari gelas berisi darah. Masih melekat begitu jelas di kepala nya bagaimana Alaric pernah berjalan mondar-mandir selama 30 menit di dekat sisi kanan halaman Kastil.

Noah yang berbaring malas-malasan di sofa ruang tengah ikut berkomentar dengan nada kurang minat, " Sudah beberapa hari ini, itu bukan hal pertama yang aneh di lakukan Alaric. "

" Ada apa sih dengan nya? Aku juga beberapa kali melihatnya tersenyum-senyum sendiri dan wajahnya yang bisanya terlihat putih pucat berubah warna menjadi merah muda" Gavriel ikut menimbrung setelah memaksa Noah untuk beranjak duduk agar ia bisa duduk di sofa yang sama.

Leonard yang paling dewasa di antara Vampire lainnya hanya menyimak saja sedari tadi. Meski Leonard begitu keras kepala dan lebih sering bertengkar dengan Alaric di banding dengan Vampire lainnya. Ia diam-diam juga merasakan perubahan sikap Alaric yang tidak biasa. Segala tingkah laku Alaric sangat menunjukkan bahwa pemuda Vampire itu sedang jatuh cinta.

Nares lalu berkata, "Aku juga memperhatikan hal yang sama. Tapi, ini pertama kalinya Alaric bersikap aneh dan tidak bisa berkonsentrasi selama ini."

Sama seperti yang dilakukan Leonard. Seon juga sedari tadi memilih bungkam. ia terlihat tengah memikirkan banyak hal. Apalagi perubahan sikap Alaric dimulai di hari dimana ia membawa Kamari ke kastil secara diam-diam, kemudian Alaric mengetahui nya dan pemuda Vampire itu bersikeras untuk membuang ingatan Kamari menggunakan ciuman nya. Seon mengingat betul bagaimana merah nya wajah Alaric setelah selesai melakukannya dan ia begitu terlihat kikuk.

Apa mungkin?

Seon menggeleng, segera mengenyahkan pemikirannya.

🌘🌑🌒

Langit malam begitu cerah dengan bulan purnama dan bintang-bintang yang berkelap-kelip di sekitarnya mengisi setiap bagian kosong di langit. Kamari duduk diam di depan jendela nya yang dengan sengaja di biarkan terbuka lebar, mempersilahkan udara malam yang terlalu dingin menyelesak masuk ke dalam kamar nya.

Udara malam yang dingin seperti mengigit kulitnya, tapi Kamari seolah tidak peduli. Pikiran nya sedang terganggu oleh sesuatu. helaan napas pun sudah terdengar dari nya berkali-kali.

Tiba-tiba ada suara yang tidak asing bagi tubuh dan hati Kamari. Suara itu datang dari luar, dari luar jendela kamarnya, suara itu berbisik menyebutkan namanya.

"Kamari"

Seolah menerobos keheningan malam, suara bisikan itu berhasil membuat Kamari terlonjak kaget sehingga membuatnya hampir tersandung dari posisi duduknya di dekat jendela.

Sementara itu si pelaku duduk di atas pohon di sebrang jendela kamar Kamari dengan pandangan lurus sehingga ia dapat melihat Kamari.

Kamari tidak bisa menahan gerakan refleks untuk mengintip suasana di luar jendela nya. Pandangan mengedar. Meskipun ada perasaan takut yang menggerogoti dadanya, ia juga merasa penasaran di waktu yang bersamaan. Sebab suara itu terdengar sangat familiar namun Kamari tidak bisa mengingat milik siapa itu?

Melihatnya, Alaric merasa sangat tertarik dengan reaksi yang di tunjukan Kamari, tak ayal ia menyunggingkan senyum tipis dengan seringai. Kedua tangan ia pasangkan di bawah dagu, mata terpaku pada gadis itu.

Setelah beberapa hari mengamati Kamari, Alaric merasa semakin tertarik saja pada gadis manusia itu. selain karena aroma darahnya yang manis, Alaric sangat tertarik dengan ekspresi wajah Kamari. Ekspresi takut, penasaran dan bingungnya terlihat jelas. Sangat menggemaskan.

Alaric tampaknya sudah tidak lagi mencemaskan atau merasa terganggu dengan perasaan asing yang memenuhi rongga dada nya atau kepala nya yang selalu di penuhi oleh segala hal mengenai Kamari. Ia sudah mulai memahami dirinya, memahami perasaan nya.

Ia sudah mulai menerima kenyataan kalau gadis itu selalu ada di dalam pikirannya setiap harinya, setiap waktu dan setiap saat. Namun Alaric tidak berniat untuk mengakuinya dan tak akan pernah.

Karena ia menyadari bahwa jika benar ia jatuh cinta. Dirinya akan segera mendapat kutukan. Sebab Vampire dan manusia tidak boleh saling berhubungan apalagi jatuh cinta.

Alaric menghela napas dan mengatupkan matanya. Ia berharap semua ini akan segera berakhir. Namun nyatanya, ia hanya berusaha meyakinkan dirinya sendiri saja, padahal Alaric sendiri tahu kalau ia tidak ingin semua ini berakhir.

Walaupun semua terasa sangat gila untuknya, Alaric tidak bisa terus memaksa dirinya sendiri untuk mengabaikan gadis berambut hitam panjang dan berkilau tersebut. Seluruh jiwanya terus bersuara, terus memanggil nama gadis itu.

Ia tidak bisa pergi sejauh apapun ia berusaha... ia terus saja berusaha mencari jalan untuk terbiasa dengan perasaan yang membuatnya gila ini.

Tapi Alaric tahu kalau semua ini sangat berbahaya, apa yang ia rasakan berawal dari rasa penasaran. Namun kini sudah berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih berbahaya, bahkan mungkin bisa memaksa nyawanya sendiri.

Namun semua usahanya untuk melawan perasaannya hanya membuat hal tersebut bertambah. Selama beberapa hari kebelakang, ia sudah tidak bisa lagi menahan diri untuk tidak menghampiri gadis itu setiap hari.

Ia hanya ingin selalu berada di dekatnya, memandang wajahnya, serta... merasakan aroma darah manisnya.

"Kamari.." Alaric kembali berbisik, berharap bahwa kali ini, gadis tersebut akan benar-benar keluar sehingga ia akan bisa melihat wajahnya lebih dekat. Namun nyatanya, Kamari tetap diam, seolah terus mengacaukan hatinya dengan tak henti-hentinya berdesir di dalam rongga dada hingga membuat kepala nya serasa akan meledak.

Suasana diam yang terus menguap membuat kepala Alaric tidak karuan, terlebih saat ia bisa mendengar deru nafas dari Kamari, ia ingin sekali turun dari pohon yang menjadi tempatnya duduk sehingga ia bisa melihat Kamari dari dekat. Namun Alaric hanya menghela napas panjang. Ia tidak bisa melakukan itu.

Ia hanya bisa berusaha mengendalikan diri... mencoba meredakan gelombang nafsu dan gairah yang terus meningkat, membuat dada nya naik turun dengan cepat.

Tak dapat diucapkan kembali, Alaric hanya menggigit bibir bawahnya dengan keras, berharap bahwa sakit akibat tusukan taringnya akan membuatnya kembali sadar. Namun nyatanya malah membuatnya lebih gila saja.

"KAMARI" Ia merutuk dalam hati ketika kembali berusaha memanggil nama gadis itu, hanya untuk kembali tak mendapat jawaban....

Melihat Kamari malah menutup rapat jendela Kamar nya seraya memasang ekspresi takut dan tatapan penuh kewaspadaan saat melihat ke sekitar membuat Alaric jadi makin gila.

Perasaan frustasi menggerogoti rongga dada Alaric. Ia tidak tahan dengan situasi seperti ini. Ia ingin turun dengan segera. Ia ingin turun dengan cepat sehingga ia bisa menatap gadis itu lebih dekat.

Alaric ingin menyentuhnya dengan segera. Merasakan kulit lembutnya dengan tangan... atau bibirnya.

🌘🌑🌒

Sacrifice [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang