Duh, Bapak Kost🆕

898 4 0
                                    

Tak lama terdengar suara guyuran air, tiba-tiba aku membayangkan bagaimana keadaan Pak Bahar waktu bugil, memikirkan itu membuat kontol ku mengeras.

Malamnya aku sedang menonton, untung acara tv bagus jadi aku tidak begitu kesepian.

"Belum ngantuk yo?" aduh suara itu lagi.

"Belum pak."

Pak Bahar lalu duduk disampingku.

"Acaranya bagus ya."

"Iya pak lumayan buat nyepetin mata yang gak bisa di ajak kompromi."
Sesaat suasana hening.

"Bapak sendiri belum ngantuk?" tanyaku mencoba memecah keheningan.

"Belum" jawab Pak Bahar sambil terus melihat tv.

"Yo kepala saya sedikit pusing, kamu bisa pijitin gak?" ucap Pak Bahar sambil memegang kepalanya.

"Boleh pak mau pijit di mana?"

"Disini aja."

Pak Bahar merebahkan kepalanya di pangkuanku, membuat jantungku berdetak cepat, dipegangnya tanganku dan diarahkan ke kepalanya.

Perlahan kupijit kepalanya, Pak Bahar memejamkan mata kupandangi wajahnya, sungguh sangat sempurna.

"Oh, pijatan kamu enak yo." Pak Bahar mendesah perlahan.

"Saya jadi ngantuk, boleh tidur disini?"

"Boleh pak" jawabku grogi.

Entah mimpi apa aku semalam bisa berduaan dengan Pak Bahar, kulihat Pak Bahar belum juga memejamkan matanya.

"Kenapa pak, katanya mau tidur?" Pak Bahar terus menatapku membuatku jadi salah tingkah.

"Saya teringat Doni, sudah hampir 6 bulan saya tidak bertemu denganya."

Doni adalah anak sulung Pak Bahar.

"Dia kan sedang kuliah pak."

"Saya jadi teringat waktu kecil dia sering saya pangku sambil membelai-belai rambutnya, tak terasa anak-anak begitu cepat dewasa." Mata Pak Bahar menerawang.

"Waktu dia masih ada saya tidak begitu merasa kesepian, tapi ya begitulah tugas orang tua memang hanya mendidik dan membesarkan. Saya bersyukur kamu kost di sini, setidaknya rumah ini tidak begitu sepi."

Aku begitu terharu mendengar kata-kata Pak Bahar sampai mataku mulai berkaca-kaca, ikatan batin antara anak dan ayah memang begitu kuat. Tanpa terasa aku bukan lagi memijit kepala Pak Bahar melainkan membelai rambutnya.

"Semua orang tua mungkin pernah merasakan apa yang bapak rasakan." kataku mencoba menghiburnya.

"Dan kalo bapak mau, saya siap menjadi teman bicara bapak kapanpun asal bapak tidak merasa kesepian."

"Sungguh" tanya Pak Bahar.

Aku hanya menganggukan kepala.

Di pegangnya tanganku lalu menciumnya

"Thanks yaa."

Ya tuhan dadaku rasanya mau meledak, merasakan hangatnya bibir Pak Bahar. Kemudian tanganku diletakan di wajahnya, sejenak aku terpaku kubelai wajah Pak Bahar. Dia hanya memejamkan mata, aku semakin tidak bisa menahanya lagi. Belaianku sampai pada bibirnya kupikir Pak Bahar akan marah, tapi tanpa kuduga dia malah mencium jariku kemudian menghisapnya. Aku merasakan hangatnya lidah Pak Bahar di jariku.

Pak Bahar kemudian bangkit.

"Saya ingin tidur denganmu."

Direbahkannya tubuhku di kursi yang
sempit. Ia kemudian ikut tidur sambil
memeluk tubuhku. Aku teramat merasakan kepadatan tubuhnya yang membuatku semakin bernafsu. Ia membelai rambutku. Aku tatap matanya. Ia tersenyum, di dekatkan kepalanya dan tiba-tiba ia mencium bibirku, lembut sekali.

Bapak dan Desaku Yang IndahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang