Haiiiii
Follow Ig aku yaaw
@yaa_frstn @kucingimut1258HAPPY READING
~🏡~
"Ayah gak izinin gue mendaftar sebagai ketua osis," ucap Evelyn merasa kecewa. Harapan yang sudah ia bangun pun hancur berkeping-keping.
Evelyn dan Arzaga kini duduk di bangku tempat biasa mereka bercerita dan bertemu kala bosan—di tengah antara rumah Arzaga dan Evelyn.
"Jadi lo menyerah begitu saja?" tanya Arzaga melihat raut wajah Evelyn yang murung.
"Terus gue harus gimana, Vo? Apa gue harus ketawa ketiwi saat bokap larang gue jadi ketua osis?" ujar Evelyn mulai tersulut emosi. "Gue gak punya semangat apa-apa lagi, Vo," sambung Evelyn dengan lirih.
"Ve, gue kan di sini. Gue akan bantu lo bicara sama bokap Kaylen," ucap Arzaga.
"Caranya?" Evelyn mengerutkan keningnya. Tidak mengerti.
Arzaga tersenyum penuh arti. "Nanti lo juga tau."
Evelyn menghembuskan napas gusar. Kemudian Arzaga meraih tangan kecilnya dan mengajaknya ke suatu tempat dengan berjalan kaki. Evelyn yang kebingungan pun hanya bisa menuruti ke mana cowok itu akan mengajaknya.
"Lo mau ajak gue ke mana?"
"Beli ice cream matcha," jawab Arzaga.
Mata Evelyn berbinar mendengarnya. Bahkan dirinya yang semula loyo menjadi semangat begitu saja kala Arzaga menyebut matcha. Matcha adalah segalanya bagi Evelyn. Bahkan Evelyn tidak peduli dengan perkataan orang yang mengatakan kalau matcha rasa rumput. Bahkan Evelyn sangat menantang keras ucapan orang-orang yang mengatakan itu.
"Vo, beliin gue setruk ya! Gue udah lama gak makan matcha!"
~🏡~
Seorang wanita berusia kisaran 43 itu duduk termenung menatap hujan di balik jendela ruang tamu. Pikirannya menerawang ke berbagai arah. Setelah mencoba melawan traumanya dengan begitu sulit, nyatanya ia tetap tidak bisa. Zaya hanyalah wanita biasa. Ia bisa saja melakukan kesalahan. Lantas kenapa semua orang selalu ingin dirinya tampil sempurna?
Trauma masa lalu memang membuat keadaan Zaya semakin parah. Membuat wanita itu tidak bisa tidur nyenyak setiap malamnya. Mimpi buruk selalu menghampirinya.
Bukan sekedar itu, emosi pun kadang Zaya luapkan kepada orang yang tidak bersalah.
"Mama ngapain di sini?" Suara itu membuat Zaya menoleh, ternyata anak sulungnya sudah duduk di dekatnya.
Zaya tidak menggubris. Hujan mampu membuatnya terhipnotis. Alnair mengulum bibirnya kala tidak mendapat respon apa-apa dari mamanya.
"Ma, hujan tenang ya. Bahkan Nair ingin menjadi hujan," ungkap Alnair. Meski sang mama tidak membalas perkataannya, tapi ia sangat senang bisa berbicara dengan mamanya ini. "Meski terjatuh jutaan kali, ia gak pernah membenci tanah. Ia tetap turun dan memberikan kebahagiaan bagi seluruh penduduk bumi. Meski ada yang membencinya, ia tidak marah. Ia tetap turun dengan begitu senangnya, memberi ketenangan kepada orang yang butuh tempat untuk meluapkan tangisannya."
Entah kenapa perkataan dari Alnair mampu membuat Zaya merasa ... Ah, entahlah. Zaya sadar, kalau Alnair adalah anak yang suka sekali dengan dunia sastra. Merangkai jutaan kata-kata indah hanya dengan melihat objek yang ia lihat.
"Sama seperti manusia, hujan juga punya batas kesabaran. Ia juga bisa marah dengan memberikan musibah banjir kepada kita," balas Zaya akhirnya. Mulai tertarik dengan perbincangan Alnair.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Home [END]
Teen FictionAWAS ALUR TIDAK LENGKAP!! VERSI LENGKAP DI NOVEL [S3 WE ARE FRIEND] "Aku tidak meminta banyak hal dari mama. Aku hanya mau dianggap anak oleh mama. Apakah itu salah?" ~~ Setiap anak pasti ingin mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Begitu juga...