Bab 04

35 25 3
                                    

Haii👋🏻

Follow Ig aku:
@yaa_frstn
@kucingimut1258

HAPPY READING
~🏡~

"Nyatanya emas akan selalu berharga daripada batu kerikil yang berserakan di jalanan."

~Alnair Valda

~🏡~

D

ECITAN suara sendok dan garpu yang saling beradu terdengar nyaring di ruang meja makan. Segala hidangan dimulai dari ikan bakar, sayur-sayuran sampai buah-buahan sebagai pencuci mulut pun terhidang indah di sana.

Alnair yang baru saja sampai di rumah, menemukan sosok ibu, ayah, dan seorang anak laki-laki tengah menikmati makan malam bersama. Entah kenapa hatinya merasa hangat kala melihat senyum sang mama yang terpancar indah.

Meskipun senyuman wanita itu bukan untuknya, tapi Alnair sangat senang karena melihat malaikat tak bersayapnya bahagia. Alnair harap .. mamanya itu selalu bahagia dalam hidupnya. Supaya wanita itu lekas pulih.

Supaya ia bisa merasakan kembali kasih sayang yang pernah hilang itu.

Semoga.

"Baru pulang?" ujar Zaya tiba-tiba mengagetkan Alnair dari lamunannya. "Bukannya ngejawab, malah diam aja. Kamu gak denger Mama, Nair?" Suara Zaya terdengar kesal karena pertanyaannya sama sekali tak digubris oleh Alnair.

"Iya, Ma," jawab Alnair pelan.

"Masih ingat rumah kamu? Kenapa sekalian gak pulang aja?" tanya Zaya menatap anak pertamanya itu dengan tatapan tajam.

"Aya, udah," ujar Gafi menenangkan istrinya. "Nair, kamu pasti lapar, kan? Makan dulu."

"Nair makannya nanti aja, Pa. Nair mau mandi dulu," elak Alnair. Lalu meninggalkan meja makan dan menaiki tangga.

"Nair—"

"Jangan dipaksa Nairnya, kalau dia memang gak mau, yaudah," ujar Zaya memotong ucapan Gafi.

Gafi mengenggam tangan Zaya dengan lembut. "Aya, jangan terlalu keras sama dia."

Zaya tidak mengacuhkan perkataan Gafi barusan. Perempuan itu justru malah menambahkan lauk ke dalam piring Arzaga. Sesekali tersenyum menatap anak keduanya itu.

"Zaga, makan yang banyak supaya kuat kayak papa," ujar Zaya sambil tersenyum.

"Iya, Ma."

"Sampai kapan kamu sadar kalau Alnair juga anak kamu, Aya?"

~🏡~

Alnair terduduk di bawah shower. Merasakan rintikan air yang jatuh membasahinya. Persetan dengan air yang jatuh ke badannya, air dari mata Alnair juga ikut luruh. Dadanya terasa sangat sesak kala sang mama tidak akan pernah menyukainya. Sampai kapanpun.

"Ma, Alnair juga pengen kasih sayang, Mama."

Kenapa hanya Arzaga saja yang mendapatkan perhatian lebih? Kenapa Zaya sama sekali tidak memberikan kasih sayang yang setimpal kepadanya? Apakah karena dia banyak kurangnya? Apakah dia masih belum bisa membuat Zaya bahagia?

Sekali saja. Alnair ingin merasakan apa yang dirasakan Arzaga.

"Ar, bohong kalau gue bilang gak iri sama lo. Nyatanya gue iri banget sama lo," lirih Alnair merasa tercekat.

We Are Home [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang