Bab 11

13 8 0
                                    

Follow Ig aku:
@kucingimut1258
@yaa_frstn

HAPPY READING

~🏡~

"

Pa, Bang Nair kecelakaan."

PERKATAAN yang baru saja dilontarkan Arzaga beberapa menit yang lalu selalu terngiang di pikiran Gafi. Bahkan pria itu tidak fokus menyetir karena terus memikirkan kondisi putranya di rumah sakit.

Setelah mendengar kabar menyedihkan dari Arzaga, Gafi langsung bergegas ke rumah sakit dan meninggalkan segala pekerjaannya. Ia sangat takut terjadi apa-apa dengan putra sulungnya itu.

"Zaga, gimana kondisi abang kamu?" tanya Gafi kala melihat Arzaga yang tengah duduk di depan ruang UGD.

Arzaga menolehkan kepalanya, menatap papanya yang baru saja sampai seorang diri. "Bang Nair sedang ditangani dokter, Pa."

"Bagaimana semua ini bisa terjadi, Zag?" tanya Gafi ikut duduk di sebelah Arzaga. "Kamu baik-baik aja, kan? Gak ada yang terluka?" tanyanya lagi.

Arzaga menyunggingkan senyumannya. Ia sangat senang karena Gafi juga ikut mencemaskannya. Ia kira, Gafi hanya mencemaskan keadaan Alnair saja, namun pria itu juga menanyai keadaannya.

"Semua terjadi begitu cepat, Pa. Untung tadi ada orang baik yang nolongin Zaga bawa Bang Nair ke rumah sakit. Dan dia juga udah donorin darahnya untuk Bang Nair," jelas Arzaga. "Awalnya Zaga mengajukan diri untuk mendonorkan darah untuk Abang, tapi kata dokter kondisi Zaga lagi gak stabil untuk melakukan transfusi darah."

Arzaga kembali mengingat kejadian beberapa jam yang lalu ketika pria yang menawarkan bantuan untuknya itu dengan rela hati mendonorkan darah untuk Alnair. Alnair mengalami pendarahan hebat di kepalanya sehingga membuat cowok itu kehilangan banyak darah.

"Saya siap untuk mendonorkan darah untuk Abang saya, dok!" ucap Arzaga ketika dokter memberi tahu bahwa Alnair membutuhkan banyak darah.

"Tapi kondisi kamu sedang lemah, Nak! Kamu tidak bisa untuk melakukan transfusi darah untuk sekarang," jawab sang dokter.

Hal itu membuat Arzaga beringsut kecewa. Tiba-tiba pria yang menolongnya tadi memegang bahunya dan memberinya senyuman tipis.

"Apa golongan darahnya?" tanya pria itu.

"AB," jawab Arzaga.

Pria itu mengangguk mantap. "Kebetulan golongan darah saya juga AB. Maka saya ingin mendonorkan darah saya untuk anak itu."

Tentu saja mendengar hal itu membuat Arzaga menatap pria itu dengan tatapan kagum.

"Siapa namamu?" tanya pria itu kepada Arzaga.

"Arzaga. Dan dia Abang saya, Alnair."

"Nama orang tuamu?"

"Nama papa saya Gafi Peranzi Acio. Seorang pengusaha terkenal yang bernama yiran i lergo. Dan mama saya First Florence Azaya, seorang ibu rumah tangga sekaligus seorang penulis terkenal." Arzaga memperkenalkan mama dan papanya kepada pria itu.

Lagi-lagi pria itu menganggukkan kepalanya seraya tersenyum tipis. Sebuah senyuman yang tidak dapat Arzaga mengerti. Ibarat sebuah teka teki yang susah untuk dipecahkan.

"Kamu tidak menanyakan namanya?" tanya Gafi setelah mendengar cerita Arzaga.

"Zaga udah nanya namanya, tapi bapak itu bilang kalau Zaga akan segera mengenalnya nanti."

We Are Home [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang