Bab 05

26 19 0
                                    

Good night All

Sorry ya telat up, soalnya tadi aku habis jalan-jalan, jadi kagak sempat nulis.

Ini aja aku nulis apa yang ada di kepalaku. Kucatat dulu jamnya biar gak lupa. Jam 8
20.00 s.d 21:07

Untung nih otak lancar kayak kuah bakso yang kumakan sore tadi.

Follow Ig aku jangan lupa:
@yaa_frstn
@kucingimut1258

HAPPY READING
~🏡~

"Tamparan dari mama gak terasa menyakitkan karena tangan mama nak indah itu sangat lembut seperti kapas."

~🏡~

BENAR ya kata orang, bulan Oktober adalah bulan hujan. Tiada hari tanpa menurunkan jutaan rintik-rintik airnya. Setiap air yang jatuh mampu mewakili perasaan manusia-manusia yang tengah terluka. Hanya hujan yang mampu menyembuhkan dan menenangkannya.

Di balik pohon sana, Alnair dapat melihat jelas seekor burung yang tengah melindungi anak-anaknya dari air hujan dan angin kencang. Meskipun gelap, tapi Alnair masih bisa melihat interaksi makhluk hidup itu dengan jelasnya. Melihat itu saja membuat Alnair iri.

Burung saja punya rumah. Lantas kenapa manusia seperti dirinya tidak? Ia juga ingin dipeluk raganya kala terluka dan butuh perlindungan. Diberikan tepukan hangat di kepalanya untuk menghentikan suara bising di kepala. Memberikan semangat kalah dunia membuatnya patah. Bercerita bagaimana kesehariannya dengan dunia yang penuh candaan ini.

Bukan tidak punya, hanya saja belum jadi. Alnair yakin, rumah itu sebentar lagi akan siap menampung manusia-manusia lemah yang butuh tempat beristirahat seperti dirinya.

Papa
Nair, kamu di mana?
Pulang nak, udah malam.

Alnair Valda
Ga kemana-mana kok, Pa. Cuma melihat-lihat langit malam yang dituruni hujan. Rasanya sangat menenangkan.

Papa
Kalau kamu udah mendingan, pulang ya. Mama cemas.

Mama cemas. Sebuah kata yang sangat impossible untuk terjadi. Sulit untuk mempercayai hal itu. Palingan itu hanyalah alasan Gafi saja untuk membuat Alnair agar segera pulang.

"Perasaan dari awal cerita ini, gue selalu berdialog sendiri. Oh iya, gue kan gak punya rumah untuk bercerita," ujar Alnair meruntuki dirinya sendiri.

Setelah sekian lama duduk di alun-alun kota untuk menenangkan dirinya, Alnair jadi merasa bosan. Ketika hendak pergi dari sana, sebuah mobil Ferarri hitam berhenti tepat di hadapannya.

"Nair, ngapain sendiri di sini?" tanya lelaki di dalam sana. Matanya yang tajam mampu menangkap sosok Alnair yang tengah duduk sendirian di sini.

"Eh, Om Kaylen. Om mau ke mana?" Bukannya menjawab, Nair justru melempar pertanyaan kepada lelaki berusia 43 tahun yang masih kelihatan muda itu.

"Mau jenguk seseorang. Kamu mau ikut?" tawar Kaylen kepada Alnair.

Alnair tampak berpikir lalu menganggukkan kepalanya. "Mau, Om."

Kaylen mempersilakan Alnair masuk ke dalam mobilnya dan menyuruh cowok itu duduk di sebelahnya. Setelah itu, Kaylen melakukan mobilnya menuju sebuah tempat yang menjadi tujuannya. Alnair pikir, dengan menerima tawaran Kaylen tidak terlalu buruk. Ia bisa melupakan kejadian yang membuatnya sakit hati.

We Are Home [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang