Icarus
Seorang anak laki-laki tanpa ingatan, terjebak di hutan ajaib yang gelap. Cahaya Petromax membawanya bertemu penjaga waktu, danau emas dan ratusan pemangsa. Apakah ia akan mampu bertahan?
Jerhyn
Raven terbaik, sebuah ordo pembunuh rahasia. Di...
Anak itu melangkah semakin dalam ke hutan, langkahnya perlahan mengusik dedaunan basah di bawah kakinya.
Plok... plok... plok...
Sepatu hitam yang dulu bersih kini tertutup lumpur, menghasilkan bunyi setiap kali ia melangkah. Bagian depannya terkelupas, memperlihatkan jari-jari kakinya yang kotor. Kaus kaki putihnya kini berubah cokelat lusuh, sobek di tumitnya, membuat kulitnya bergesekan langsung dengan bahan keras sepatu itu.
Thud-thud... thud-thud...
Detak jantungnya berdentum di telinga, mengiringi kegelisahan yang bertambah dengan setiap langkah yang ia ambil lebih jauh ke dalam hutan.
Sreee... sreee...
Angin membawa aroma bunga yang asing. Harum itu menciptakan aura misterius di antara pepohonan besar yang menjulang. Daun-daunnya berkilau ungu dan biru, seperti bintang-bintang kecil yang hidup.
"Wow... lihat semua itu," bisiknya. Matanya berbinar meskipun tubuhnya masih diliputi ketegangan. Ia berhenti sejenak, memandang makhluk-makhluk kecil seperti kunang-kunang yang terbang berkelompok. Mereka bercahaya, lebih terang dan berwarna-warni, menari-nari di udara seperti menyambut kehadirannya.
Namun, suasana hutan yang penuh keajaiban itu berubah ketika suara aneh menggema dari balik pepohonan.
Kriik... kriik...
Suaranya tajam, seperti sesuatu yang menyeret ranting di atas tanah. Anak itu menahan napas, menggenggam erat petromax yang bergetar di tangannya.
"Dari mana suara itu berasal?" pikirnya, lututnya gemetar.
Dari balik semak-semak yang gelap, sesosok makhluk besar muncul. Tubuhnya bercahaya samar di bawah sinar lentera. Anak itu tersentak, tetapi tidak mundur. Makhluk itu terlihat kuat dan perkasa, tetapi tidak menyeramkan.
"Hah? Apa itu?" bisiknya.
Kunang-kunang yang sebelumnya menari di sekitarnya kini terbang menuju makhluk tersebut, seolah memberi penghormatan. Makhluk lain di kejauhan berhenti, memperhatikannya dengan diam.
Makhluk itu mirip rusa, tetapi dengan bulu putih perak yang berkilauan seperti sinar bulan. Tanduknya bercabang, dihiasi kristal bercahaya biru yang memancarkan aura menenangkan. Matanya keemasan, penuh rasa ingin tahu saat menatap anak itu.
Seolah kehadirannya membawa kedamaian di tengah ketegangan hutan. Lentera di tangan anak itu bergetar, memantulkan kilauan makhluk itu, menciptakan suasana mistis di antara mereka.
"Siapa kamu?" pikir anak itu, tetapi kata-kata itu tertahan di bibirnya. Ia hanya bisa menatap makhluk itu dengan perasaan campur aduk antara kagum dan takut.
"Apa kau penguasa hutan ini?" ia berbisik, suaranya nyaris tak terdengar.
Tidak ada jawaban, hanya tatapan lembut dari makhluk itu. Namun, tatapan itu cukup untuk membuat anak itu merasa dimengerti.
Makhluk itu melangkah perlahan mendekatinya. Gerakannya begitu halus, hampir seperti melayang. Suara dedaunan yang terinjak menambah ketegangan yang menggantung di udara.
Ketika makhluk itu mencapai jarak dekat, ia menundukkan kepala, mengendus pelan tangan anak yang menggenggam lentera. Sang anak tertegun, tidak berani bergerak.
Tiba-tiba, suara detakan halus terdengar dari kejauhan. Anak itu menoleh, melihat sesuatu yang aneh di tengah pepohonan. Beberapa pohon memiliki ukiran seperti jam di batangnya.
Kulit pohon-pohon itu memiliki pori-pori menonjol yang menampakkan mekanisme jam tersembunyi. Daunnya berbeda warna, berkilau seperti logam dalam cahaya, dan suara detak jamnya terdengar semakin keras.
Tik-tik-tik... tik-tok...
"Jam?" gumamnya. "Apa artinya semua ini?"
Semua jarum jam di pohon-pohon itu menunjukkan waktu yang sama—pukul tiga. Namun, jarum-jarumnya bergerak berlawanan arah, menghitung mundur dengan lambat tapi pasti.
Suara jarum jam itu semakin keras, seolah-olah memberi peringatan. Anak itu merasa detak jam itu bukan sekadar tanda waktu, tetapi pesan tentang sesuatu yang lebih besar.
Makhluk itu mengangkat tanduk bercahaya, menunjuk ke arah salah satu pohon besar. Anak itu menatapnya, bingung dan cemas.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Makhluk itu berbalik perlahan, lalu melangkah pergi, meninggalkan jejak bercahaya samar di belakangnya. Ia berhenti sejenak, menoleh, menatap anak itu dengan pandangan seolah berkata, "Ikuti aku."
Anak itu menggenggam lentera lebih erat. "Apa kau ingin aku mengikutimu?" tanyanya pelan, meskipun ia tahu tidak ada jawaban.
Keraguan memenuhi pikirannya, tetapi rasa ingin tahu mengalahkan ketakutannya. Dengan langkah kecil namun mantap, ia mengikuti makhluk itu.
Tik-tok... tik-tok...
Semakin ia melangkah, suara jarum jam dari pohon-pohon itu terdengar lebih jelas. Anak itu merasa dunia di sekelilingnya berubah, seperti sesuatu yang besar sedang menunggu di depan.
Perjalanan itu membawa mereka semakin jauh ke dalam kegelapan. Cahaya lentera bergoyang di tangan anak itu, memantulkan bayangan pohon-pohon yang semakin tinggi dan padat. Suara hutan menjadi lebih pelan, digantikan oleh detakan jam yang terus berlanjut.
Makhluk itu berhenti di depan sebuah pohon besar dengan ukiran jam yang lebih rumit daripada yang lainnya. Detakan jamnya terdengar nyaring, membuat anak itu merasa jantungnya berdetak mengikuti ritme jam tersebut.
Tik-tik-tik... tik-tok...
Anak itu berdiri di depan pohon, menatapnya dengan rasa takut dan penasaran. Makhluk itu berbalik, memandangnya untuk terakhir kalinya sebelum melangkah lebih dalam ke hutan.
Dengan suara lembut, makhluk itu lenyap di balik bayangan, meninggalkan anak itu sendirian di depan pohon yang berdetak.
"Apa yang terjadi di sini?" pikir anak itu.
Ia mendekat, cahaya lentera menerangi ukiran di batang pohon. Simbol-simbol aneh muncul, menantangnya untuk menemukan jawabannya.
Detakan jam terus menghitung mundur, dan anak itu tahu waktunya hampir habis.