Makasih udah mampir jangan lupa vote ya... Happy reading guys 😗
🤍🤍🤍
...
Satu bulan sebelumnya di rumah lama Baskara...
"Bulan depan kita pindah rumah," seorang wanita dewasa langsung duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan, handbag putih yang ia bawa langsung diletakkan pada kursi kosong di sampingnya.
"Lagi?" seorang anak laki-laki dengan seragam putih abu bersuara dengan nada terkejut. Tangannya begitu cekatan meletakkan roti dari toaster, sembari perlahan mengoleskan mentega padat yang ada di meja itu. Ia menghela napas. Jengah.
Tak terhitung berapa kali ia pindah sekolah, sedari TK hingga SMA kepindahan selalu menghantui tahun-tahunnya. Sebenarnya ia mulai terbiasa, namun rasanya perlahan ia mulai bosan.
"Mulai bosen ya?" wanita itu - Kartika melirik ke arah anak laki-lakinya dengan wajah sendu, Baskara - nama anak laki-laki itu langsung melirik ke arah Bundanya.
"Pindahnya kapan, Bunda?" Baskara tak ingin menambah beban Bundanya, ia tak ingin orang tua satu-satunya itu terbebani hanya karena dirinya merajuk. Cukup! Bundanya yang seorang single mother sudah terlampau kuat menanggung beban orang tua.
"Bulan depan," jawab Kartika. "Lagi nyari agen perumahan sama agen pindahan, kayaknya kita pindah ke kota kelahiran kamu," lanjutnya dengan senyuman terukir manis. Baskara perlahan mulai menikmati potongan roti yang baru ia buat, ia tersenyum tipis. Setidaknya untuk sekarang ia pindah ke tempat yang pernah ia tinggali.
...
"Baskara! Baskara! Baskara go Baskara go!" Laki-laki itu tak sedikit pun menyembunyikan senyuman yang terukir di wajahnya. Suara dari tribun yang mengelu-elukan namanya menggema, sesekali ia melambai. Setidaknya lambaian tangan itu menjadi persembahan terakhir darinya untuk SMA Permata. Kepindahannya telah di tetapkan sejak seminggu terakhir, semua dokumen kepindahan telah di urus, dan ia dapat pindah ke sekolah lain dalam waktu dekat.
Perlahan rasa tak nyaman menghampiri dirinya. Ia merasa seseorang sedang memperhatikan dari jauh, membuat kepalanya refleks menoleh ke arah kursi peserta sekolah lain. Seseorang yang tak ia kenal tampak menatap ke arah Baskara dengan tajam, seolah bersiap membunuh saat itu juga. Seorang gadis. Gadis yang berebutan angka terakhir dengan Baskara saat lomba tadi. Mereka saling tatap untuk waktu yang lama, hingga akhirnya gadis itu melepas tatapannya dengan ekspresi masam.
Dia ... manis juga, pikir Baskara dengan senyuman tipis mengukir wajahnya.
"Baskara," suara seorang gadis membuatnya menoleh, mendapati gadis dengan bando putih tengah tersenyum padanya. "Duduk yuk," Baskara mengangguk, lengan gadis itu langsung melingkar di tangan Baskara. Seolah menuntunnya untuk berjalan menuju tempat mereka duduk. "Banyak rumor yang bilang kamu mau pindah sekolah, emang bener?" Gadis itu tampak blak-blakan bertanya demikian pada Baskara, Baskara tersenyum kecil.
"Iya, Nat, kenapa?" Baskara menatap Natasha - teman satu timnya dalam lomba yang tampak malu-malu kucing, wajahnya yang memerah ketika melihat Baskara membuat Baskara salah paham. "Kamu demam?"
"Enggak... Bu-bukan anu ... Hmm" gadis itu tampak tergagap saat akan mengungkapkan isi hatinya, terlebih Baskara menatapnya dengan begitu intens. "Pulang bareng yuk, aku mau ngomong sesuatu," Natasha berhasil mengungkapkan keinginannya, dengan santai Baskara menerima ajakan itu karena khawatir Natasha benar-benar demam. Suara MC mengalihkan perhatian mereka, keduanya memilih untuk duduk dan mendengarkan pengumuman di atas panggung.
Oh namanya Asha, pikir Baskara ketika menaiki panggung untuk kedua kalinya, Baskara tampak santai menerima juara pertama siswa teraktif dalam lomba. Ekspresinya begitu santai saat menerima mendali, dari ujung matanya ia tampak melirik Asha yang begitu manis. Ia tersenyum begitu tipis, hingga tak ada seorang pun yang menyadari senyumannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dissident : I Want Freedom!
Teen Fiction"Papa Mama kamu apa gak marah tahu kamu perokok?" Baskara tampak santai berjalan mengikuti Asha, jarak mereka tak terlalu jauh sebetulnya. "Papa? Mama? Maksudnya sepasang manusia yang ngasih beban ekpektasi ke aku?" Asha menghentikan langkahnya dan...