005 Rahasia Asha

87 39 20
                                    

Makasih udah mampir jangan lupa vote ya... Happy reading guys 😗

🤍🤍🤍
...

Jam menunjukkan pukul delapan malam, saat mini cooper terparkir kembali di tempatnya. Suara pintu mobil tertutup menggema di garasi, Asha mengedarkan pandangannya ke sisi lain garasi. Sebuah mini cooper dengan warna berbeda - milik Mamanya terparkir berdampingan dengan miliknya, serta dua motor matic untuk operasional rumah tampak terparkir di sudut garasi. Ia menghela napas, jengah dengan kemungkinan yang akan terjadi dalam benaknya.

Kakinya melangkah pasti ke dalam rumah, suara langkahnya sepatu sneaker yang seharian ia kenakan terasa begitu senyap. Tangannya dengan santai mengembalikan kunci mobil ke tempatnya semula, membiarkan barang itu berjajar rapi dengan kunci lainnya. Langkahnya terhenti tepat di ujung bawah anak tangga, seorang wanita dengan apron serta dress rumahan selutut tampak berjalan menghampiri Asha dari arah dapur. Rambutnya tampak di ikat asal, beberapa noda tepung kering bertengger di apron hitam yang ia kenakan.

Asha memilih melangkahkan kakinya ke anak tangga, mengabaikan wanita yang tampak begitu kelelahan. "Acha, gak makan malem dulu?" sapa wanita itu dengan ramah. Acha. Nama panggilan khusus untuknya terasa begitu asing di telinga.

"Enggak, males," gadis itu terdengar tak berniat menjawab pertanyaan itu, langkahnya begitu pasti menyusuri anak tangga. Mengabaikan orang yang berjalan menyusulnya.

"Gitu sopan santun kamu?" suara itu terdengar asing di telinga Asha. Langkah gadis itu terhenti tepat di tengah anak tangga, ia bersiap mengabaikan ucapan wanita itu. Lagi. "Kaya gak di ajarin sopan santun aja," kali ini Asha mengurungkan niatnya untuk ke kamar, ia menghela napas. Jengah. Asha memilih membalik tubuhnya dan berhadapan dengan wanita yang ia panggil Mama. Jarak mereka kini tak jauh. Hanya lima anak tangga, namun bagi Asha itu lebih dari jauh.

"Emang," dingin. Suara Asha yang baru selesai dari tempat bimbel itu terasa begitu dingin pada Clara - Mamanya. "Mama," gadis itu tak segan-segan melipat tangan di depan dada, menatap Clara dengan tatapan dingin. "Emang ada waktu buat ajarin aku sopan santun?" lanjutnya.

Hening. Tak ada jawaban sama sekali dari Clara seolah ia dapat memprediksi hal ini. Ia agak terkejut dengan sikap dingin itu. Kombinasi dirinya yang angkuh dan suaminya yang begitu dingin saat ada yang menganggu menjelma menjadi Asha yang ada di hadapannya. Seolah ia tengah bercermin.

"Kalo Mama gak bisa jawab, aku pergi dulu," Asha pamit begitu saja. Langkah kakinya tampak santai menapaki satu persatu anak tangga, yang tak orang tahu dadanya terasa berat. Ingatan beberapa tahun lalu begitu membekas dalam dada, tiap langkah terasa begitu berat. Berat.

Asha menghela napas sebelum akhirnya memilih membaringkan tubuh di ranjang, tasnya ia lempar ke sembarang arah. Dimana pun itu ia tak peduli. Sepatu sneakers yang digunakan seharian pun ia buka sedari masuk kamar tadi. Sesak. Dadanya terasa begitu sesak, seolah di remas. Terlebih dengan ekspresi Clara yang kelewat dingin tadi, rasanya ... Asing. Asha menatap langit-langit kamar yang putih, perlahan namun pasti pikirannya melayang pada ingatan yang telah lalu.

"Non," suara itu membuat Asha menoleh. Ia tak berniat membuka pintu untuk asisten rumah tangganya itu, ia memilih untuk membaringkan tubuhnya dan menghadap ke arah pintu. Tangannya dengan cepat meraih boneka Teddy Bear yang berukuran besar untuk di peluk.

"Iya, Bi?" jawabnya dengan nada suara tinggi.

"Non, ini makan malamnya sudah dibawakan," Asha terdiam sejenak, memilih untuk berjalan menuju pintu dengan Teddy Bear besar dalam pelukannya.

Dissident : I Want Freedom!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang