17.

85 27 2
                                    

07. 55

"Sudah merasa baik?"

"Um,"

Saat ini, Sasaki dan [Name] sedang berada di dapur, lebih tepatnya di meja makan. Keduanya sedang meminum kopi.

Kejadian sebelumnya membuat atmosfer canggung menyelimuti mereka. Apalagi Sasaki. Terlihat sekali wajahnya memerah malu karena itu. Rasanya sangat canggung. Dan, keduanya tidak ahli untuk memulai pembicaraan untuk menghilangkan rasa canggung tersebut.

Karena, mereka sama-sama malu.

Berbeda dengan Sasaki yang wajahnya kini seperti kepiting rebus, [Name] masih menampilkan wajah datar dan tenang miliknya meski sebenarnya jantungnya masih dag-dig-dug dengan cepat dan ia belum bisa menatap lelaki di hadapannya dengan benar.

Namun, kini bibir gadis itu terbuka, berniat menanyakan sesuatu daripada harus terus menerus tercekik kecanggungan di antara mereka.

"Apa kamu tadi bermimpi buruk, Haise?" Tanya [Name] bingung. Gadis itu kini dapat menatap Sasaki yang sekarang mengenakan hoodie abu-abu.

Sebenarnya, gadis gulali itu ingin memastikan apakah siasatnya benar atau tidak soal jiwa Kaneki yang mulai menampakan dirinya pada Sasaki di setiap mimpi-mimpi pemuda itu.

Ah...

Sasaki mengangguk pelan, matanya menatap ke arah cangkir kopi dengan alis yang melengkung gelisah. Pemuda itu mencengkram cangkir agak kuat.

"Um," angguknya.

"Pada awalnya... Aku hanya bermimpi seperti biasa tapi..." Tangan Sasaki mulai sedikit gemetar.

"Tiba-tiba aku berada di ruangan bercorak hitam-putih seperti catur, di sana gelap, tapi samar-samar aku masih bisa melihat.... Tepat beberapa langkah di belakangku..." Sasaki menelan ludahnya.

"Ada... seorang pria bersurai putih sama sepertiku, pergelangan tangan dan kakinya diikat oleh rantai, bajunya compang-camping..."

Mendengar itu, tanpa sadar kedua pupil merah muda si gadis melebar. 'Ini baru... Beberapa hari!?' Batinnya tak percaya. Bagaimana bisa Kaneki langsung muncul begitu saja?

"... Dia bilang.... 'Kembalikan tubuhku, Haise'..."

"Tubuhnya? Kenapa dia mengatakan itu?" Tanya si gadis mengerutkan kening.

Oke, [Name], akting yang bagus. Kau sudah cocok menjadi pemain film. Batinnya konyol. Rasanya ia sudah mulai terbiasa untuk berakting senatural mungkin.

Tentu saja dia sudah tahu semua alasannya karena Amy menceritakannya dengan sangat-amat detail. Sampai-sampai ia ketiduran saat itu. Untungnya, [Name] mengingat sebagian besarnya.

"Aku tidak tahu, hanya saja... itu membuatku khawatir dan takut..." Ungkap Sasaki dengan senyum kikuk

"Hee.... Jadi, itu sebabnya kamu mengigau, berkeringat dingin sampai memelukku?" Ucap [Name] tanpa sadar mengungkit kembali kejadian sebelumnya. Membuat pipi Sasaki kembali merona malu.

"Ano," Sasaki mencoba menyangkal. Tapi ia mengurungkan niatnya lantaran percuma. Ia menghela napas.

"...." Eh! Sasaki tiba-tiba teringat sesuatu.

"Ohya, setelah aku terbangun, aku menyadari beberapa rambutku memiliki warna hitam di ubun-ubun.." Sasaki memegang helaian rambut putihnya.

[Name] menempelkan jempolnya pada dagu. "Benar juga. Bahkan, aku bingung kenapa rambutmu bisa mengalami perubahan warna."

"I Become The Heroine?" Tokyo Ghoul:re × ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang