14. Strange

1.3K 178 8
                                    

Teriakan terdengar seiring dengan munculnya tiga anak manusia dan seorang monster batu dari dalam saluran pembuangan. Layaknya bermain water slide, mereka dilempar ke atas tumbukan sampah.

Aliran pembuangan air membawa mereka ke atas tumpukan yang menggunung. Tempat ini-- bisa dikatakan sebagai ruang bawah tanah yang menjadi tempat akhir dari beberapa saluran. Bau busuk menyengat-- membuat Keyran yang semula terkapar di atas tumpukan lekas bangkit, ia batuk berkali-kali karena merasa tak kuat dengan bau yang tercium.

Baik Keyran, Nazka maupun Zerico menelisik sekitar-- mereka saling merapatkan diri. Ruang  yang berbentuk kotak ini dipenuhi tumpukan sampah juga tanpa pencahayaan, karena itulah, jarak pandang mereka terbatas-- ditambah, kini, mereka tak lagi memiliki lentera.

Sebenarnya mereka masih memiliki lentera yang tersimpan di dalam tas, namun, mereka tak mempunyai pematik apinya.

Berjalan dengan langkah pelan. Degup jantung mereka memburu tak nyaman saat kedua kaki merasakan berbagai tekstur. Mulai dari kenyal, padat dan sesuatu yang berbunyi layaknya menginjak sampah pada umumnya.

Keyran berjalan di tengah, kedua tangannya memegang tangan Nazka dan Zerico. Hal ini dilakukan, agar mereka tak terpisah kala berjalan di kegelapan.

Hingga, sampailah mereka pada ujung ruangan. Keyran menyentuh dindingnya yang terasa dingin.

Besi. Itulah yang Keyran simpulkan saat ini. Tempat ini dikelilingi dinding besi.

"Dindingnya besi, berarti ini memang tempat yang dibuat khusus, kan?" ungkap Keyran.

Nazka menjawab, "Bisa jadi, ini bukan sekedar tempat pembuangan."

Menolehkan kepalanya ke kiri juga ke kanan-- gelap. "Pasti ada cara buat keluar ataupun masuk ke tempat ini selain dari saluran air." Keyran yakin akan hal itu, pasti ada celah-- jika mengingat, tempat ini bukan sekedar ruang kosong yang dibuat secara asal sebagai tempat pembuangan.

"Beri aku waktu buat fokus, jangan ada yang bersuara," ujar Keyran pelan. Auditori fokus adalah trik psikologis dan kognitif yang akan ia lakukan saat ini.

Keyran menutup kedua matanya. Ia tarik napas dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan. Keheningan tercipta. Nazka dan Zerico pun terlarut dalam pikiran masing-masing.

Dengung di telinga maupun suara desir darah terdengar lebih jelas daripada apapun. Kesunyian seakan mencekik, kedua alis Keyran menukik kala ia memfokuskan diri pada pendengaran. Sekali lagi, ditariknya dalam napas lalu menghembuskannya. Ia membutakan semua indra, demi satu titik yang dipertajam-- yaitu pendengaran.

Dikumpulkannya semua suara yang terdengar. Mulai dari degup jantung, deru napas sampai suara gesekan kecil sekalipun. Ia perhatikan setiap detail suara, memilah dan mengabaikan suara yang ia anggap tak perlu. Bulir keringat menetes dari pelipis, fokus Keyran tumpukan pada pendengaran, perlahan ... ia menggali berbagai suara baru, hingga--

Suara tetes air!

Air yang menetes tertangkap pendengarannya. Tak goyah, Keyran mempertahankan fokus. Semula hanya satu tetesan air yang terdengar, lambat laun-- gema samar bagai rinai hujan tertangkap pendengaran.

Kedua mata Keyran terbuka lebar.

"Ke sini!" Menarik tangan kedua temannya, Keyran menuntun Nazka dan Zerico untuk berjalan ke arah fokus pendengarannya menangkap suara. Menuruti insting, Keyran merasa jika semakin ia berjalan mendekati tujuan, maka semakin pula terdengar samar suara tetes air.

Keyran menghentikan langkah saat dirinya yakin sudah berdiri di depan tembok sudut lain. Menutup kedua matanya kembali, Keyran kembali mempertajam fokus indra pendengar. Mencoba menjangkau gelombang bunyi suara hujan. Ia mengangkat tangannya, meraba-- berjalan pelan ke samping kanan. Kala tak dirasakan apa-apa olehnya sedangkan samar suara hujan semakin teredam, Keyran beralih berjalan ke samping kiri, masih dalam posisi telapak tangan meraba dinding.

Malapetaka 1980 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang