09. Perjalanan Dilanjutkan

1.4K 177 14
                                    

Saat diri memaksa untuk tetap kokoh berdiri, di situlah alarm tubuh memberikan signal berupa rasa sakit. Dengan irama napas yang masih terdengar jelas, juga kaki yang sedikit pincang-- Keyran berdiri di tengah-tengah kedua temannya.

Pandangan mereka lurus ke depan-- menatap hamparan tebing tanpa berkedip. Keyran memegangi siku tangannya kala merasa di bagian tubuhnya itu kembali me-nyeri. Ringisan sebisa mungkin ia tahan.

Di belakang-- langit merah karena kobaran api masihlah menjadi pemandangan, padahal mereka telah lumayan jauh melanjutkan perjalanan.

Di depan mereka berdiri kini, terpampang sebuah tebing tinggi dengan bebatuan yang menonjol. Memang, kampung monster yang telah mereka lewati dikelilingi oleh pertebingan, karena itulah tak ada jalan lain selain daripada memanjat.

"Bagaimana?" Zerico menoleh ke arah dua temannya.

Keyran maju beberapa langkah lebih mendekati. Diusapnya batu besar yang menonjol di pinggiran tebing-- terasa kuat dan yang terpenting, tidak licin.

Remaja itu berbalik, lalu mengangguk yakin. "Kita panjat."

Langkah pertama yang mereka lakukan adalah melepas sepatu sebelum menyimpannya ke dalam tas. Nazka mencoba mengawali pertama setelah melepas jaket dan mengikatnya di pinggang. Dirinya mencengkram kuat bebatuan lalu menarik diri tuk naik-- urat-urat tangannya menonjol ke luar.

"Key, duluan!" Nazka memberi intruksi. Di antara mereka bertiga, Keyran adalah pemilik fisik paling lemah-- maka dari itu, dirinya harus didahulukan.

Pendakian dimulai, mengandalkan apa saja yang nampak kokoh-- tiga orang remaja itu berusaha tuk memanjat naik tanpa alat pengamanan. Bertumpu pada batu dan menyeret badan semakin naik dengan berpegang kuat di batu lain. Sebelumnya, mereka bisa menuruni jurang hanya dengan bermodalkan akar gantung, kini mereka yakin--

Getaran pada tanah kembali terasa. Menjatuhkan batu-batu kecil dari bagian atas ke bawah. Goncangan kuat itu menghasilkan suara berisik yang mengundang kepanikan. Juga, lepasnya pegangan--

"KEYRAN!!!"

Tubuh Keyran tergerus ke bawah, kala tangannya tak mampu memperkuat pegangan pada batu. Getaran bumi membuat ia yang sudah berhasil naik hampir setengah tebing-- meluncur ke bawah.

Tanpa diduga, Zerico dengan nekad turut melepaskan pegangan. Kedua remaja itu jatuh meluncur ke bawah. Tangan Keyran yang menjulur ke udara berusaha diraih olehnya-- dan ... dapat! Zerico lekas memeluk tubuh Keyran, melindungi kepalanya dan membiarkan diri mereka berdua jatuh berguling.

"NAZKA, TETAP NAIK!" Walau kecil di pendengaran, Nazka tetap bisa mendengar suara Keyran yang berteriak.

Sang remaja berusaha keras tetap bertahan di tengah goncangan. Membiarkan batu-batu kecil berjatuhan menimpa dan menggores wajahnya. Di bawah sana, kepul asap debu yang berasal dari tanah mengundang kecemasan Nazka. Ia mengkhawatirkan kedua temannya.

Lambat laun, getaran semakin mereda. Dengan tekad gigih, ia kembali melanjutkan pendakian. Goncangan kecil masih terasa, namun, akan ia pastikan jika hal itu tak akan menghalanginya tuk sampai ke puncak.

Berkali-kali Nazka menggeram karena rasa lelah. Tangan dan kakinya sudah luar biasa pegal. Badannya gemetar-- menahan bobot. Kegigihan remaja itu begitu nyata, terbukti dari seberapa banyaknya peluh yang menetes dari helai rambutnya.

Sesekali masih disempatkan oleh Nazka menoleh ke bawah. Hanya kepul asap debu yang terlihat. Ia menggigit kuat bibir bawahnya. Matanya memanas, namun, ia tidak boleh menangis.

"Sial!"

Nazka percepat pendakian tanpa peduli otot-ototnya mengencang. Terus memanjat naik, hingga akhirnya tangan berbercak darah itu sampai berpegangan ujung tebing. Ia menyeret tubuh agar bisa naik seutuhnya. Nazka menyemburkan napas lega saat ia berbaring di rerumputan bagian atas tebing.

Malapetaka 1980 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang