Tepat di depan aliran air sungai yang berdesir, dua orang remaja meluruh lemas. Pemandangan di depan mereka dengan cepat berubah kala pintu tertutup. Ingin berteriak menerjang-- masuk kembali ke dalam hutan-- pun sepertinya percuma, karena, kini ... matahari mulai menampakkan jatinya.
"Kenapa?" Zerico jatuh melemas. Badannya gemetar hebat. Ia yang biasanya berdiri paling kuat kini kehilangan tenaga sepenuhnya. Pupil matanya mengecil seiring dengan getarnya. Situasi ini tak pernah sedikitpun terbayang di benaknya. Situasi menyakitkan yang seakan menikam Zerico tepat pada jantung.
Juan? Ada apa dengannya? Ia mengkhianati mereka? Juan membunuh Keyran! Mendorongnya, hingga sang sahabat terjatuh dari atas jembatan.
Nazka bangkit berdiri, ia melangkah mundur. Napasnya tercekat. Apa yang harus mereka lakukan? Kembali masuk? Ia terkekeh miris.
Remaja itu lantas menutup wajahnya dengan sebelah tangan, mewakili sesak hatinya yang bagai tercengkram kuat.
Embus angin bertiup dengan begitu kencang. Menggerakkan pepohonan, membuat daunnya melambai tak beraturan. Burung-burung terbang serentak. Aliran air sungai terdengar kala menghantam bebatuan, cukup menyamarkan satu tetes air yang lolos dari sudut mata Nazka.
Di bawah awang-awang mentari yang mulai menunjukkan rupa. Nazka tertawa.
Lirih tawanya terdengar menyakitkan.
Tawa itu semula kecil, namun, lambat laun semakin menggelegar. Nazka seolah ... kehilangan kewarasannya.
|Malapetaka 1980|
Naruela-- seorang ibu menatap kehadiran putra tunggalnya dengan tubuh bergetar. Setelah satu tahun, keberadaan Zerico dapat ia lihat kembali. Petang semalam, kek Rajad meminta mereka-- para orang tua empat sekawan-- untuk kembali datang ke desa Padang Batu.
Dan, lihatlah kini ... Nazka dan Zerico berdiri di hadapan mereka. Tampak seperti mayat hidup. Mereka seolah kehilangan binar pada wajah.
Naruela berserta sang suami menerjang tubuh Zerico dengan pelukan. Begitupun juga orang tua Nazka. Isak tangis haru penuh kelegaan terdengar dari kedua keluarga kecil tersebut.
Sementara, di belakang mereka, keluarga Keyran dan Juan tampak menatap ke sekeliling dengan gelisah.
"Di-di mana Juan, Nazka?"
Di mana putranya?!
Medila, suaranya tampak bergetar. Ia melangkah maju dengan napas terputus-putus. "Di mana Juan?" tanyanya sekali lagi. Ia baru saja berduka, setelah kehilangan suaminya. Tidak, tidak lagi. Putranya ... putra bungsunya harus baik-baik saja.
Delima bahkan tak kuasa membuka mulut. Karena itu Wijaya-- sang suami mewakili. "Apa kalian cuma berdua, di mana Keyran?"
Zekran merasakan dadanya bergemuruh. Ia melangitkan harapan semu, berharap wajah sang adik yang begitu ia rindukan muncul ke hadapan. Zekran ingin segera memeluk dirinya. Selama satu tahun ini, tak peduli siang ataupun malam ... mereka selalu menanti kepulangan Keyran.
Tetapi, di mana dia? Kedua temannya, sudah ada di sini. Tapi di mana dia?!!! Di mana Keyran?!
Bahkan Raka pun mulai kehilangan ketenangan. "DI MANA ADIKKU?!" Rahang pemuda itu mengeras, matanya merah sempurna. Kepalan tangannya begitu kuat hingga urat-urat tangan menonjol. Demi Tuhan, Raka merasa seperti akan gila jika Keyran tak segera muncul ke hadapannya.
Rasa khawatir ini sungguh menyiksa daripada apapun.
"Naz, pu-putra bungsu budhe ba-baik-baik saja, kan?" Air mata Medila nyaris lolos. Ia ingin segera melihat Juan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malapetaka 1980 [END]
Mystery / ThrillerAda begitu banyak hal di dunia ini yang tak kita ketahui. Dunia yang luas masih menyimpan misteri, tidak sepantasnya rasa penasaran membuat diri menentang larangan yang telah dibuat oleh orang-orang terdahulu. Pada tahun 1980, empat sekawan diharusk...