Langit sore mulai berpendar jingga keemasan, seperti kanvas Tuhan yang baru dicelup warna cinta. Di pinggir sungai kecil yang meliuk tenang, tepatnya di belakang rumah Keyran, empat remaja duduk di rerumputan.
Hari ini, salah seorang anak dari tetangga mereka akan mengadakan acara pernikahan. Karena itu, baik orang tua maupun kakak-kakak mereka sedang sibuk-sibuknya. Menyisakan empat orang remaja sebaya yang memilih tuk bersantai, sebenarnya bukan keinginan mereka-- hanya saja, mereka tak dimintai tolong jadi buat apa mengajukan diri?
Warga di sekitar sini memang seperti itu, setiap ada yang mengadakan acara ... mereka semua akan turut sibuknya. Kalo kata Keyran dengan nada bercanda. "Yang jatuh cinta dua orang, yang repot satu kampung."
Keyran-- si raja drama, yang selalu membuat orang-orang ingin mencekiknya, duduk sambil memainkan batu kecil di tangan. Wajahnya menyiratkan sesuatu yang licik dan itu langsung membuat Nazka, menaikkan sebelah alis.
"Juan, kalau aku mati muda, aku titip pesan ya ...." Keyran membuka mulut dengan nada sedih yang dibuat-buat.
"Tiba-tiba banget?" sahut Juan malas.
"Soalnya, kan, umur itu gak ada yang tau," ucapnya dengan wajah lempeng, tanpa beban, halal ditabok.
Juan, si pemarah-- yang selalu menjadi rekan geludnya Keyran berdecih malas sembari menggulirkan bola matanya.
"Tapi kalo kamu yang mati duluan, gak bisa nyampain pesan aku, dong. Kalo kamu mau nitip pesan gak? Siapa tau, kan, besok mati," lanjut Keyran lagi-- sok serius.
Juan melotot horor lantas melempar ranting ke arah yang termuda di antara mereka. "Apa lagi, sih, drama gak pentingmu, Key?! Senja-senja gini, jangan bikin otakku panas!"
Zerico memang selalu kalem, ia terbiasa hanya tersenyum menanggapi celetukkan random teman-temannya. Tapi kali ini, dia tak bisa menahan diri untuk tak ikut masuk ke pembicaraan. "Keyran, kamu bakal mati bukan karena takdir, tapi karena Juan beneran ngelempar kamu pakai batu kalau terus ngomong kayak gitu."
Nazka tertawa, mencoba menahan dirinya agar tidak terjungkal. Hari ini energinya sedang penuh karena seharian penuh berkumpul orang-orang sedeng. Membuatnya sejenak melupakan nyamannya tempat tidur.
"Kau diem deh, Key, soalnya kalo Juan bener-bener ngebunuh kamu aku gak ada niatan buat ngehentiin."
Keyran pura-pura menghela napas berat. "Kalian ini tidak punya rasa hormat pada penderitaan sahabat kalian yang sedang merenung."
Juan hanya menggeleng. "Key, penderitaan itu nyata, bukan kayak imajinasi bebasmu. Terus kenapa bawa-bawa aku mati segala?!" ujarnya ngeggas. "Terus apa pesanmu tadi kalo kau mati? Tolong rawatin kucingku, gitu?"
Seketika Keyran membalas dengan mimik serius. "Juan, aku mana ada kucing." Dia menghela napas panjang sebelum melanjutkan. "Tapi kalau aku punya, aku akan kasih namanya ... Juan Jr."
Tawa pecah begitu saja. Bahkan Zerico, yang biasanya paling kalem, ikut tertawa terpingkal.
"Juan Jr.? Oh Tuhan, Keyran. Kreativitasmu luar biasa," kata Zerico sembari memungut batu di dekat kakinya.
Juan akhirnya ikut tersenyum kecil, meski masih berusaha mempertahankan tampang garangnya. "Serius, Key, kamu harus cari hobi lain selain bikin orang naik darah."
"Kamu itu, Juan ..." jawab Keyran-- tangannya menunjuk sang lawan lalu lanjut bicara tanpa beban. "Adalah bagian penting dalam hidupku."
Juan hanya mengangkat sebelah alisnya ketika Keyran menepuk kecang dadanya sendiri. "Kalau kamu gak ada, siapa lagi yang bakal kupancing emosinya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Malapetaka 1980 [END]
Mystery / ThrillerAda begitu banyak hal di dunia ini yang tak kita ketahui. Dunia yang luas masih menyimpan misteri, tidak sepantasnya rasa penasaran membuat diri menentang larangan yang telah dibuat oleh orang-orang terdahulu. Pada tahun 1980, empat sekawan diharusk...