Duo Vīgintī

3 2 0
                                    

Gadis itu meninggalkan ruangannya secara perlahan, kemudian menuju elevator sambil menatap sekelilingnya. Ia berharapa tak ada orang yang ke luar dari ruangannya, terlebih Ermo. Dirinya ingin tahu, gadis tinggi dan berambut panjang yang dikenalnya itu menuju ke lantai berapa.

Tak lama kemudian angka di atas elevator itu bergerak, sampai akhirnya terhenti di lantai empat, hanya berbeda satu lantai dengannya. Tepat saat gadis itu hendak menekan tombol elevator tersebut, tiba-tiba ia mendengar suara seseorang berbicara. Dengan cepat gadis yang tak lain adalah Qalesra itu pun langsung mengalihkan tubuhnya seolah baru saja dari toilet.

Tepat saat dirinya hendak berbelok ke lorong yang terdapat ruangannya, ia berhadapan dengan Ermo walau berjarak tiga meter.

"Kau dari mana?" tanya Ermo.

"Toilet," bohong Qalesra.

Ermo mengangguk-angguk sambil tersenyum tipis.

"Apakah aku boleh mengelilingi gedung ini? Aku ingin tahu apa saja yang ada di setiap lantai," tanya Qalesra penuh harap.

Ermo menggeleng sambil menghela napas panjang. "Maaf, kau harus izin ke Avey jika ingin pergi ke lantai lain."

Gadis itu memutar matanya malas, percuma saja ia berada di sini jika tidak tahu ruangan apa saja yang ada di setiap lantai. "Baiklah."

Pemuda itu menatapnya tak enak hati, tetapi bagaimana pun ia hanya menjalankan tugasnya. Jika Ermo mengabuli permintaan gadis itu tanpa menanyakannya terlebih dahulu pada Avey, lalu ternyata tak diperbolehkan, maka dirinya yang akan dikenai sanksi.

"Apa yang sebenarnya ada di gedung ini? Mengapa aku tidak diperbolehkan ke lantai lain? Apakah ada rahasia besar yang kalian sembunyikan dariku?" tanya Qalesra membuat Ermo semakin merasa bersalah.

Pemuda itu langsung menggeleng cepat. "Bukan seperti itu, ini sudah menjadi aturan lama untuk orang-orang yang baru bergabung di sini. Kau bisa mengelilingi gedung ini, jika memiliki keperluan yang mendesak atau ketika kau sudah genap enam bulan bergabung."

Qalesra terdiam, ia tak bisa menunggu selama itu untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan kota ini. Hutan terlarang, orang hilang yang tak kembali, orang hilang yang kembali tetapi dengan perilaku yang aneh, lalu hal-hal lain yang menurutnya janggal. Belum pernah sebelumnya ia merasakan hal seperti ini, tapi kali ini rasa ambisi itu telah menyelimuti dirinya.

"Selama itu untuk mengenal tempatku menyelesaikan tugas? Seharusnya, tempat ini bisa menjadi rumah kedua karena aku akan menghabiskan banyak waktu di sini, tetapi Kantor Pusat benar-benar berbeda dengan Ars Coorps."

Ucapan gadis itu membuat Ermo terdiam.

"Sudahlah, aku akan kembali ke Ars Coorps, lagi pula aku masih punya waktu sampai hari libur untuk berada di sana," kata Qalesra sambil mengedikan bahunya.

"Aku akan menemanimu," tawar Ermo.

"Tidak perlu, kau bisa melanjutkan pekerjaanmu, lagi pula aku tidak akan melanggar peraturan yang bisa membuatmu terkena masalah," tolak Qalesra.

Pemuda itu terdiam sambil menatapnya penuh selidik.

"Apa kau tidak percaya padaku? Baiklah, kau bisa mengantarku," pasrah Qalesra.

"Bukan begitu," sahut Ermo.

Pemuda itu terdiam cukup lama, sampai akhirnya menghela napas berat. "Baiklah, jika itu keinginanmu, lagi pula ada tugas yang tak bisa kutinggalkan. Sampai jumpa setelah hari libur."

Gadis itu mengangguk-angguk sambil tersenyum tipis, kemudian melangkah menuju elevator. Ditekannya tombol dengan tanda panah ke bawah itu, lalu tak lama kemudian pintu elevator terbuka. Qalesra menatap Ermo sebentar dan saling melempar senyuman. Tepat saat gadis itu masuk ke elevator, pemuda itu beranjak menuju ruangannya. Namun, Qalesra kembali ke luar untuk memastikan Ermo sudah pergi.

Setelah memastikan semuanya aman, ia pun kembali ke elevator dan menekan tombol angka 4 yang menandakan tempat Larinne berhenti. Hanya beberapa detik, akhirnya pintu elevator itu terbuka. Sebelum ke luar, Qalesra menatap sekelilingnya untuk memastikan bahwa semuanya baik-baiknya, sampai akhirnya ia menyadari bahwa tak ada kamera pengawas di setiap lorong.

Gadis itu menimang-nimang lorong mana yang terdapat ruangan Larinne. Sampai akhirnya, ia berjalan sesuai dengan apa yang ada di lantai lima, yakni menuju lorong dua yang ia yakini sebagai ruangan temannya itu.

Namun, ketika Qalesra berbelok ke lorong tersebut, tiba-tiba seseorang membekap mulut dan menariknya dari belakang. Ia berusaha berontak, tetapi tak bisa dan sosok itu menariknya ke lorong satu. Orang itu membuka pintu yang tak ia ketahui, tetapi saat pintu terbuka ternyata itu adalah toilet. Sosok tadi langsung melepaskannya, dengan cepat gadis itu membalikkan tubuhnya dan terkejut begitu mendapati siapa orang tersebut.

"Larinne?!"

"Apa yang kau lakukan di sini? Mengapa kau mengendap-endap ke lantai yang bukan tempatmu?" tanya gadis yang tak lain adalah Larinne itu.

"Bagaimana kau tahu bahwa ruanganku tidak di lantai ini?" Pertanyaan Qalesra membuat gadis itu terdiam, "Larinne, aku tidak pernah menyembunyikan apa pun darimu."

Gadis itu tertunduk, sampai akhirnya terdengar suara langkah seseorang dari luar sana. Larinne pun dengan cepat menarik Qalesra untuk menuju salah satu bilik yang terbagi di toilet tersebut dan mengunci pintu.

Mereka bisa mendengar suara orang yang sedang berbincang, tandanya bukan hanya satu orang yang ada, tapi ada orang lain. Setelah beberapa detik, terdengar suara pintu bilik terkunci yang diyakini oleh keduanya bahwa orang-orang tersebut masuk ke dalam bilik.

Qalesra menatap Larinne yang penuh kekhawatiran, bahkan ketika mata keduanya bertemu, gadis itu tampak menatapnya tajam. Gadis itu tak tahu bahwa ternyata tempat ini tak aman dan banyak yang berlalu-lalang ketika jam kerja.

Tak butuh waktu lama sampai akhirnya orang-orang yang tak tahu siapa itu pun pergi dari toilet. Larinne ke luar lebih dulu untuk memastikan bahwa keadaan aman, barulah ia meminta Qalesra untuk ke luar dari bilik itu.

"Jika telat sedikit saja, mereka akan mengetahui keberadaanmu di sini!" tukas Larinne.

"Kau belum menjawab pertanyaanku, Larinne! Apa kau sudah lama dan tahu semua yang terjadi di sini?" tanya Qalesra dengan tatapan mengintimidasi.

Gadis berambut panjang itu menghela napas berat kemudian mengangguk pasti, sedangkan gadis berambut se bahu itu menatapnya penuh selidik. "Aku akan menjelaskannya padamu, tapi tidak sekarang. Jangan katakan pada Glemmy, Danos, apa lagi Freas jika aku berada di sini karena aku akan mendapatkan masalah."

Sontak pernyataan Larinne membuat dahi Qalesra berkerut. "Kenapa? Apa kau tahu bahwa Freas ada di sini?"

Gadis itu menggangguk. "Ya, aku lebih dulu bergabung di sini dari pada Freas, bahkan aku tahu bahwa kau akan pindah ke sini."

Qalesra memutar matanya sambil menghela napas berat. "Kita sudah lama mengenal, Larinne, bahkan kau teman pertamaku. Aku tidak pernah menyembunyikan apa pun darimu, mengapa kau malah sebaliknya? Lalu, mengapa keberadaanmu dan Freas harus disembunyikan, jika aku diketahui banyak orang?"

Larinne menatap sekelilingnya, ia tak bisa menatap Qalesra lama-lama di sini karena berbahaya. "Kita bertemu besok di perpustakaan, ini bukan waktu yang tepat."

Gadis itu langsung menarik Qalesra menuju elevator, kemudian menekan tombol panah ke bawah. Sampai akhirnya, pintu terbuka dan didorongnya gadis itu untuk masuk ke sana.

"Tidak aman berbicara di sini, perpustakaan adalah tempat yang aman."

Tepat setelah Larinne mengucapkan kalimat itu, pintu elevator pun tertutup. Qalesra tak tahu mengapa Kantor Pusat dinilai tak aman bagi temannya itu, tetapi gadis itu bisa bertahan lama di sini.

"Aku akan mencari tahu sendiri, jika orang terdekatku tak membantu!"

~~~ To Be Continue ~~~

CONUNDRUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang