late midnight talk

220 70 1
                                    

"anak anak belum bangun?" yeji merapatkan badannya ke tubuh sang suami yang sama sama tidak berbalut pakaian. Jeno melirik jam dinding, masih jam tiga dan mereka baru menyelesaikan urusan panas mereka.

"biasanya si dedek ribut nyariin susu jam segini tapi gue udah isi ulang dot nya jadi dia ngga ribut bangunin kita" jeno menjawab apa adanya. tangan kirinya ia biarkan untuk mengusap rambut istrinya yang kusut karena mereka memang belum mandi. terlalu malas bangun dari posisi ini karena hujan juga turun dengan deras.

"gue mau mandi dulu. mau ikut?" yeji mendengus ketika suaminya memberikan sebuah penawaran. "kalau mandi berdua ngga bakal selesai nanti sampai anak anak bangun"

jeno hanya tertawa pelan. "gue ke bawah, mandi di bawah sekalian bikin teh" ujar yeji sambil mengambil kaos suaminya yang tentu saja kebesaran ketika ia pakai karena kaos milik jeno panjangnya menyentuh paha yeji.

Yeji mandi dengan cepat, ia enggan berlama lama karena udara yang dingin. pokoknya dia hanya membilas dan menyabuni tanpa repot repot berlama di kamar mandi. bisa menggigil dia karena suhu disink sangat dingin jadi mereka berdua jelas tidak lagi lanjut tidur.

mereka tidur lebih awal karena memang anak anak juga tidur lebih awal, suaminya sepertinya memikirkan banyak hal jadi ikut ikutan tertidur ketika jam menunjukkan pukul tujuh. karena memang tidak ada yang menemani, ya sudah yeji menonton drama di ponselnya sebelum ikut tenggelam ke dalam mimpi.

karena mereka berdua tidur terlalu awal, mereka juga bangun lebih awal dan memutuskan untuk menikmati waktu panas mereka karena kapan lagi ya kan?

"nih teh manis gulanya satu setengah sendok" yeji memberikan satu cangkir teh kepada suaminya yang tengah memberikan kekacauan di ranjang mereka. sudah lama mereka berdua menikah namun masih saja berantakan.

jeno yang bahkan sudah keramas mengambil teh di tangan istrinya. "thank you" gumamnya sambil duduk di ranjang yang sudah beres.

yeji kembali masuk ke dalam selimut sambil menggigil kedinginan. rambutnya yang basah masih tergulung handuk dengan selimut yang menutupi kaki hingga paha karena dia duduk bersandar di ranjang. "gila dingin banget" keluhnya. "perasaan tadi ngga dingin dingin amat"

jeno menggelengkan kepala. "kan tadi kita keringetan. nggak kerasa lah kalau dingin" ujarnya meneguk habis teh miliknya sebelum berbaring di tempat tidur. "gue ngga ngantuk tapi ini beneran dingin sih" ia melanjutkan sambil menarik selimut hingga menutupi bahunya.

yeji mengambil ponsel miliknya yang sedang diisi daya. "delapan derajat" ujarnya sambil menggelengkan kepala. ia meletakan cangkir miliknya di meja yang berada di dekat ranjang. "gue mau naruh tambahan selimut ke anak anak"

jeno mengerang karena selimutnya disibak. ia kemudian menarik tubuh sang istri agar tidak menjauh. tubuh yeji terbanting pelam ke kasur, memantul pada bantal. "gue udah naruh selimut tambahan tadi sekalian beresin ini. jadi mending lo disini aja"

"gue ngga bisa gerak jeno!" protesnya karena tubuhnya sekarang 'terkunci' oleh tubuh suaminya. "jangan nambah jatah! gue udah cape ya lo kalau minta jatah ngga kira kira soalnya" yeji memperingatkan suaminya yang sekarang memejamkan matanya dengan tangan dan kaki melingkar di tubuh istrinya seolah yeji adalah guling.

"engga dong kan tadi udah" gumamnya pelan sambil tersenyum.

kemudian hening. tidak ada yang bersuara diantara keduanya selain rintik hujan yang turun dengan deras dan bunyi hewan hewan  malam yang terdengar di tengah keheningan mereka berdua.

"lo lagi mikirin apa? jaemin ya?" yeji langsung menebak.

"kok lo tau?"

yeji berdecak dan memutar bola matanya malas. "gue kenal lo ngga sehari dua hari ya, jeno. gue kenal lo dari jaman lo tsundere kaya kulkas dua pintu sampai sekarang bisa se-clingy ini apalagi gue udah punya anak. ngerti gue sekarang kalian bertiga tuh kalau lagi ada pikiran keliatan jelas"

jeno tidak menjawab apapun selain memberikan kecupan di rambut sang istri. Karena tidak kunjung mendapat jawaban dari sang suami, yeji mendongak. "jadi? kenapa? masih ngga mau ke kota?"

jeno tampak tidak ingin menjawab namun istrinya lebih peka dari dia. "kenapa? karena gue?"

"gue takut lo kambuh lagi. gue tau lo udah sembuh tapi who knows? gue aja ngga sanggup ngebayangin malam sialan itu. gue takut anak anak kenapa-napa disana. terlalu banyak media, yeji. gue ngga mau anak anak ketangkap media dan denger apa yang seharusnya mereka ngga denger" jeno akhirnya mulai buka suara setelah sekian lama ia diam berpikir.

"gue baik baik aja, jeno. gue udah sembuh sekarang toh orangnya udah lo urus kan? gue bakal aman kalau ada lo disana. toh cuma beberapa hari kan? sekalian ambil alat bantu dengar punya arkan dan periksa arkan ke rumah sakit besar" yeji mengusap rahang suaminya karena suaminya masih banyak pertimbangan di pikirannya

"apa ini tentang orang tua lo?" jeno mengangguk pelan, ia menyembunyikan kepalanya di leher sang istri yang sekarang mengusap usap rambutnya. hubungan orang tua jeno dengan jeno semakin buruk sampai di titik jeno menolak semua panggilan dari keluarganya bahkan memblokir semua nomor keluarganya dari ponsel istrinya karena tau kalau ayahnya pasti akan berbuat sesuatu, terutama arkan.

ayahnya pasti akan melakukas tes dna dimana nantinya membuktikan apakah jeno adalah ayah kandung dari arkan. jeno tidak mau. arkan anaknya. dia tidak mau ayahnya memisahkan arkan dari dirinya. arkan adalah anak sulungnya.

"kita bakal baik baik aja,  jeno. jangan khawatir. kita ngga bakal keluar rumah sendirian tanpa papa mama atau san. kita ngga bakal ketemu keluarga lo kalau ngga ada lo. kita bakal baik baik aja. jadi ayo kita ke kota, gue tau lo senang bekerja jadi polisi kan? selesaikan urusan lo sebelum kita kembali ke sini" ujar yeji sambil memberikan kecupan di hidung mancung milik suaminya yang turun ke dua anak laki lakinya.

akhirnya jeno menganggukan kepala. "nanti gue coba telepon san bisa ngga dia kesini bawa mobil atau sopir kesini anterin mobilnya"

yeji akhirnya tersenyum lebar walau dalam hati ia juga masih takut. tapi setidaknya disana ada orang tuanya kan? dia akan baik baik saja kalau dia tidak berada terlalu jauh dari orang tuanya.

baru mereka merasakan kantuk kembali, tiba tiba pintu kamar terbuka dengan benturan keras membuat mereka berdua terbangun dari posisi mereka. ia melihat anak bungsunya terbangun dengan rambut pendeknya yang berdiri tegak dengan onesie lumba lumba yang bagian bawahnya basah.

tunggu... basah?

"MAMA! DEDEK PIPIS DICELANAAAA KASURNYA BASAHH! KALAU DIJEMUR NGGA KERING"

yeji yang bangun spontan langsung merasa pusing mendengar anaknya berteriak di pagi buta ini. ia menyenggol suaminya. "urusin ethan noh"

akhirnya jeno bangun dengan malas. "kenapa dek?" tanyanya pelan yang dibalas delikan oleh si bungsu. "kok papa yang dateng? kan dedek panggil mama"

"papa sama mama sama aja kali dek" ujar jeno memberikan pengertian kepada anak bungsunya yang berdiri sambil menutupi anggota privatnya yang basah karena ompol. "ngga mau. dedek mau sama mama. sama papa malu"

jeno dalam hati berdecak. padahal mereka berdua adalah laki laki. seharusnya ethan yang malu ke mamanya karena mamanya perempuan!

akhirnya  jeno menoleh ke arah istrinya yang melangkah dengan malas ke pintu. jika  ia bisa melihat hal hal yang tidak bisa dilihat manusia, ia pasti bisa melihat ada dua tanduk emosi di atas kepala istrinya.  yeji langsung menarik kerah belakang onesie milik ethan agar ethan kembali ke kamar. yang ditarik kerahnya pun panik. "PAPA TOLONGIN DEDEK" ujarnya meminta pertolongan.

namun yeji langsung meraih tubuh ethan ke dalam gendongannya dan membuat si bungsu merengek minta tolong "ngga ada tolong tolongan. salah siapa kamu minta ke mamah. sini biar mamah mandiin kamu sekalian pakai air dingin"

—————

jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini ya bestie! thank you for reading💗

Little FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang