Happy reading
Usai membeli bahan-bahan yang dibutuhkannya untuk nanti malam di salah satu supermarket yang tadi dilewatinya dan mengisi perut masing-masing di sebuah rumah makan, Barry mengajak ketiga sahabatnya melanjutkan perjalanan menuju vila. Kini di dalam mobil tidak ada lagi yang tidur, karena kuda besi milik Barry sudah memasuki lokasi vila yang menjadi tempat tujuan mereka. Sayang saja rasanya jika mereka mengabaikan pemandangan hijau sekaligus menyejukkan mata di sisi kanan dan kiri yang dilewati oleh mobil Barry. Tidak hanya itu, mereka juga melewati banyak vila yang dari luar terlihat sangat nyaman jika ditempati.
"Kira-kira kapan ya aku bisa mempunyai vila seperti itu?" tanya Deni yang tengah memandangi bangunan yang dijumpainya.
"Yang jelas nanti saat kamu kaya dan mempunyai banyak uang, Den. Pasti vila-vila di sini harganya ratusan juta. Bahkan, bisa jadi ada yang harganya sampai milyaran," Ranty menjawab sekaligus menimpali.
"Tujuanku ingin mempunyai vila bukan untuk dijadikan tempat tinggal, melainkan sebagai investasi," Deni mengutarakan tujuannya. "Vila keluargamu tidak disewakan, Bar?" tanyanya pada Barry.
"Yang sekarang akan kita datangi, tidak. Namun, vila yang lainnya disewakan, Den," beri tahu Barry jujur.
"Udaranya dingin sekali," celetuk Sandara saat udara dingin menyentuh kulit pipinya setelah ia ikut menurunkan kaca jendela mobil. "Merasakan udara seperti ini membuatku jadi teringat pada kampung halamanku," imbuhnya seraya memejamkan mata.
"Bagaimana jika saat libur nanti kita ikut Sandara dan Ranty pulang ke kampung halaman mereka?" Deni mengutarakan idenya kepada Barry setelah mendengar celetukan Sandara. "Aku belum pernah ke Bali," akunya jujur.
"Ide yang bagus, Den," Barry langsung menyetujui. "Suatu saat nanti pasti pernah, Den. Entah itu untuk sekadar berlibur atau bekerja," sambungnya.
"Kabari saja aku kalau kalian datang ke Bali untuk berlibur. Nanti aku dan Ranty akan menemani kalian berwisata," Sandara menanggapinya sambil tersenyum.
"Ngomong-ngomong, rumah kalian berdekatan?" Deni kembali bertanya. Selama berteman dengan Sandara dan Ranty, ia hanya mengetahui bahwa kedua orang tersebut berasal dari pulau yang sama.
"Tidak. Kabupaten kami berbeda," Ranty mewakili Sandara menjawab pertanyaan Deni.
"Akhirnya kita sampai juga di tempat tujuan," ucap Barry sebelum mobil yang dikendarainya mulai memasuki halaman vila milik keluarganya. "Selamat datang di vila keluarga Adyatama," imbuhnya.
"Bar, bukankah itu mobilnya Pak Levin? Jadi, Pak Levin juga ikut acaramu ya, Bar?" cecar Sandara ketika mengenali mobil yang terparkir di halaman vila setelah ia mengalihkan perhatiannya saat mendengar ucapan Barry.
"Tentu saja ikut, San. Walau bagaimanapun Pak Levin adalah kakak kandungku sendiri," Barry menjawabnya seraya terkekeh setelah memarkirkan kuda besinya tidak jauh dari mobil sang kakak. "Aku harap kalian nanti tidak canggung saat berinteraksi dengannya, mengingat kita sekarang sedang tidak berada di area kampus," pintanya penuh harap kepada ketiga sahabatnya, terutama Sandara dan Ranty.
"Kami akan berinteraksi sewajar dan seperlunya saja, Bar. Sekadar berbasa-basi dengan Pak Levin pun rasanya sulit bagi kami," sahut Ranty mewakili Sandara yang masih terpaku menatap mobil Levin.
Barry mengangguk. "Ayo turun. Bantu aku membawa barang belanjaan yang tadi sudah kita beli," ajaknya kepada ketiga sahabatnya sebelum turun dari mobil.
Ranty dan Deni secara bersamaan menyusul Barry menuruni mobil, sedangkan Sandara masih bergeming di kursi penumpang yang didudukinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Romance
RomantikTidak hanya terkenal memiliki sikap dingin dan mimik angkuh di area profersionalnya, di lingkungan keluarga serta sosialnya pun demikian. Namun, tetap saja sosoknya sangat dielu-elukan oleh kaum hawa. Bahkan, banyak perempuan yang bermimpi ingin men...