Part 6

318 41 8
                                    

Happy reading
✳️✳️✳️

Di kediaman Adyatama, pasangan Saguna dan putri bungsunya sedang berkunjung sekaligus untuk memenuhi undangan makan malam dari sang tuan rumah. Firman Saguna dan Gibran sudah menjalin persahabatan sejak keduanya masih menduduki bangku sekolah menengah pertama. Bahkan, setelah sukses dengan bisnis masing-masing dan sudah sama-sama berkeluarga pun keduanya masih menjadi sahabat akrab, meski mereka tidak selalu bisa menghabiskan waktu bersama. Sebenarnya acara makan malam berlangsung satu jam lagi, tapi keluarga Saguna sengaja datang lebih awal dari waktu yang diberitahukan, karena sang istri ingin membantu Dianti membuat hidangan. Lagi pula tidak ada salahnya juga bagi Firman untuk datang lebih awal, jadi ia bisa mengajak Gibran bermain catur sambil menunggu istri masing-masing dibantu sang putri membuat hidangan makan malam.

"Anak-anakmu belum ada yang pulang, Bran?" Firman bertanya kepada Gibran saat mereka sedang bermain catur di ruang keluarga kediaman Adyatama.

"Sudah. Mereka ada di dalam kamarnya masing-masing. Levin mungkin sedang memeriksa tugas-tugas dari mahasiswanya atau mengerjakan laporan kantor yang belum diselesaikannya. Kalau Barry jika tidak tidur, mungkin bermain game," Gibran menjawabnya dengan santai, seolah ia sudah sangat mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh kedua putranya.

"Kenapa Levin tidak sepenuhnya kembali bekerja di hotel keluarga kalian atau fokus mengelola kafe milik Galih? Cepat atau lambat ia yang akan menggantikanmu sekaligus bertanggung jawab terhadap kedua tempat tersebut, sebelum Barry menyelesaikan pendidikannya. Bukannya aku memandang sebelah mata pekerjaan Levin sekarang yang menjadi dosen, hanya saja ia harus mengingat dan mengetahui tanggung jawab yang sudah menantinya di depan nanti sebagai salah satu penerus keluarga," Firman berkata serius sambil menatap lekat sahabat di hadapannya.

Gibran langsung mengulas senyum saat mendengar perkataan Firman yang dianggapnya sebagai bentuk kepedulian sang sahabat terhadapnya. Ia bisa mengerti sekaligus memahami kekhawatiran sahabatnya tersebut. "Aku tidak mempermasalahkan keinginan Levin yang saat ini hanya bersedia menduduki jabatan sebagai manajer keuangan di hotel milik keluarga kami. Begitu pula dengan kafe milik Galih. Untuk saat ini kafe tersebut sepenuhnya masih berada di bawah tanggung jawab Dianti. Aku yakin nanti Levin akan mengambil alih tanggung jawab terhadap kedua bidang usaha tersebut, apalagi saat ini ia bukanlah merupakan dosen tetap di tempatnya mengajar," Gibran menjelaskan apa adanya.

Firman mengangguk senang mendengar penjelasan Gibran yang mempunyai keyakinan besar terhadap Levin. "Menurutku, gaji dosen juga tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan menjadi seorang pengusaha. Dengan kemampuan dan etos kerja yang dimiliki oleh Levin, aku yakin ia dapat membuat usaha keluarga kalian kian berkembang. Bahkan, bisa jadi menggurita," ucapnya berpendapat sekaligus memuji putra dari sahabatnya tersebut.

Gibran menyetujui pendapat Firman melalui anggukan kepala. "Sejauh ini aku tidak pernah mengekang keinginan anak-anakku. Apa pun yang ingin mereka lakukan, asalkan positif, aku dan Dianti pasti selalu mendukungnya. Seperti contohnya yang dilakukan Levin dengan menjadi dosen, sudah pasti tujuan utamanya adalah untuk membagi ilmu yang didapat sekaligus dipelajarinya terlebih dulu kepada para anak didiknya. Terlepas dari besar atau kecilnya bayaran yang ia dapatkan, tapi menurutku hal tersebut merupakan tindakan yang sangat mulia," ujarnya dengan tenang.

"Aku berharap semoga Levin dan Barry tidak pernah menyalahgunakan kepercayaan yang telah diberikan oleh orang tuanya," Firman mengungkapkan harapannya dengan tulus kepada Gibran.

"Harapan yang sama juga untuk kedua anak kalian, Ryan dan Sava," Gibran menimpalinya sembari mengulas senyum lebar.

"Pa, Om Gibran, disuruh ke meja makan oleh Tante Dian," beri tahu Sava sesuai instruksi dari Dianti yang sedang menata hidangan buatannya di atas meja makan.

"Iya, Nak. Terima kasih," ucap Gibran sambil tersenyum kepada putri bungsu dari sahabatnya tersebut. "Oh ya, Levin dan Barry sudah ada yang memanggil?" tanyanya setelah berdiri dari duduknya. Jika belum ada, ia sendiri yang akan ke lantai atas untuk memanggil kedua anaknya tersebut yang masih berada di kamar masing-masing.

"Sudah, Om. Tante Dian telah menyuruh Mbak Mirna memanggil Barry dan Kak Levin," Sava menjawab sesuai percakapan yang tadi didengarnya antara Dianti dengan salah satu pembantu di kediaman Adyatama.

"Baiklah." Gibran mengangguk. "Ayo, Man," ajaknya kepada Firman menuju meja makan menyusul Sava.

Bernama lengkap Alsava Faranisa Saguna, seorang gadis muda yang merupakan anak kedua dari pasangan Firman Saguna dan Jihan Octavia Saguna. Gadis yang sangat feminim dan berusia sembilan belas tahun ini biasa dipanggil Sava oleh orang tua serta orang-orang di sekitarnya, termasuk keluarga Adyatama. Walau Sava cukup dekat dengan Gibran dan Dianti yang merupakan sahabat orang tuanya, tapi ia tidak terlalu akrab bersama anak-anak dari pasangan Adyatama tersebut, terutama Levin.

Jika dengan Barry, Sava masih bisa berbasa-basi dan bercanda mengingat usia mereka yang hanya terpaut satu tahun. Namun, tidak dengan Levin. Meski Levin selalu bersikap dan menyapanya dengan sopan ketika melihat keberadaannya saat berkunjung, tapi tetap saja laki-laki tersebut seperti memasang pembatas yang sangat tinggi. Sayangnya, tindakan Levin itu malah membuatnya menjadi semakin penasaran dengan sosok sekaligus kepribadian laki-laki tersebut. Rasa kagum dan memujanya pun kian membumbung tinggi setiap kali dirinya bertatap muka dengan Levin. Bahkan, ia sampai pernah mengharapkan orang tuanya menjodohkan dirinya dengan Levin. Jika sampai hal tersebut benar-benar terjadi, betapa bahagia sekaligus beruntung dirinya karena menjadi pemenang di antara banyaknya saingan yang memuja Levin.

Andaikan Sava melanjutkan pendidikan di tempatyang sama dengan Barry, pasti ia menjadi salah satu anak didik yang diajar olehLevin. Selain itu, ia juga bisa lebih sering berinteraksi dengan Levin karenamereka berada di tempat yang sama. Ia sangat yakin bahwa Levin mempunyai banyakpengagum di kampusnya, apalagi dengan paras dan postur tubuhnya yangproporsional seperti seorang model yang berjalan di atas catwalk. Ketampanan Levin masih jauh berada di atas jika dibandingkandengan sang kakak yang parasnya digandrungi banyak kaum hawa.



TBC

Azuretanaya
6 Juni 2022


NOTE:

Bagi yang ingin membaca setiap part utuh, bisa langsung ke KaryaKarsa ya.


Terima kasih kepada yang tetap mendukung dengan bersedia memberikan vote & komentarnya. 🙏

Secret RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang