Kelebihan dalam Kekurangan - Luke

1 0 0
                                    

Meski sudah tidak terhitung berapa kali Luke mondar-mandir di JWS Building, tetapi untuk kali itu rasanya sangat berbeda.

Bahkan dari sebelum masuk ke ruangan casting yang berada di lantai 2 gedung agensinya itu, Luke sudah merasa gugup. Perasaan itu sama persis seperti saat pertama kalinya dia berjalan sebagai model di panggung peragaan busana.

"Sawadee(1) khap(2). Phom(3) Luke, khap."

Dia mulai dengan memperkenalkan diri.

Empat pasang mata menatapnya dari atas ke bawah, seolah-olah mencari cela dalam penampilannya.

Luke sudah mengenal tiga dari empat orang yang duduk di belakang meja di dalam ruangan. Namun, tetap saja dia merasa canggung harus berdiri di hadapan mereka dalam situasi seperti itu.

Untuk sekejap, sempat muncul sedikit rasa penyesalan karena dia nekat menuruti saran, bahkan lebih tepat disebut paksaan dari Sanrak, teman satu agensinya, untuk mengikuti casting hari itu.

"Jangan tegang, Luke. Santai saja," ujar Phi(1) Nop, sang sutradara, yang duduk di kursi bagian tengah.

Luke hanya tersenyum. Saking gugupnya, dia tidak mampu memikirkan tanggapan yang tepat untuk dikatakan.

"Bagaimana? Bisa kita langsung mulai?" tanya Phi Nop meminta persetujuannya.

"Khap," jawab Luke. Degup jantungnya makin memburu.

Phi Ploy, asisten sutradara, yang duduk di sebelah kanan Phi Nop, menyodorkan selembar kertas berisi adegan yang harus dia mainkan.

"Kau punya waktu lima menit untuk mempelajarinya. Mengingat ini casting pertamamu, biar kuberi tahu, kau tidak perlu melakukannya sama persis. Berimprovisasilah senyamanmu. Kami tidak hanya akan menilai caramu berbicara, tetapi juga bagaimana kau berekspresi," jelas Phi Nop.

Begitu melihat apa yang tertulis di kertas di tangannya, Luke mengernyit. Sebagai seorang keturunan Jepang-Amerika, yang lahir dan tumbuh besar di luar negeri, pelafalan bahasa Thailand-nya memang sudah makin bagus dari hari ke hari. Namun, ketika harus dihadapkan pada aksara Thai, Luke masih merasa cukup kesulitan.

Dibacanya perlahan baris demi baris. Hingga tanpa sadar Luke tersenyum begitu menemukan ada beberapa dialog yang harus diucapkan dalam bahasa Inggris. Seketika dia tahu alasan Sanrak memaksanya untuk mencoba.

"Kau bisa mulai sekarang," ujar Phi Nop usai lima menit berlalu.

Seketika konsentrasi Luke pada naskah, pecah. Berusaha menenangkan diri, dia pejamkan mata sejenak, sambil mengatur napas.

"Action!"

"Kau mau minum?"

Luke masuk ke peran usai mendengar aba-aba dari Phi Nop.

"Coffee? Or tea?"

Seolah-olah ada yang menjawab pertanyaannya, Luke mengangguk. Dengan tenang, tetapi ada keangkuhan dalam langkahnya, Luke menghampiri meja kecil yang ada di pojok ruangan. Dia menyendok daun teh kering ke dalam gaiwan(5), lalu menyeduhnya dengan air panas.

"How's business going nowadays?"

Dua tahun pengalaman sebagai model membuat hampir semua gerakan yang dia lakukan begitu terarah hingga berhasil memamerkan postur tubuh tinggi tegapnya.

"Kau pasti tahu alasanku mengundangmu kemari. So, tell me something that I don't know," lanjutnya.

Luke maju penuh percaya diri, mendekat ke arah Phi Nop, lalu meletakkan gaiwan berisi teh panas tadi di hadapan lelaki itu.

"We're on the same team now. You and I. Jadi, tidak seharusnya ada rahasia di antara kita."

Luke melipat kedua tangannya di depan dada. Dia melempar senyum kepada Phi Nop, tetapi diselipkannya ekspresi meremehkan di wajahnya seperti yang tertulis di naskah.

"Sekarang katakan! What they want from us?"

Beberapa detik berlalu. Tiba-tiba Luke mengeluarkan tawa yang dibuat-buat, seolah-olah mengejek Phi Nop di depannya. Usai tawanya lenyap, dia membungkuk, menyejajarkan wajahnya dengan lelaki itu.

"You don't have to worry. I'm not gonna hurt anyone. Kau bisa pegang kata-kataku," katanya dengan wajah menyeringai tanpa melepaskan kontak mata dengan Phi Nop.

"Cut!"

Luke mengerjapkan mata. Seringai lenyap dari bibirnya. Bahkan ekspresi wajahnya seketika berubah. Dia seperti tersadar dan kembali menjadi dirinya sendiri. Luke mundur ke tempat seharusnya dia berdiri.

Selagi Phi Nop dan ketiga rekannya berdiskusi dengan suara pelan yang tidak bisa dia dengar jelas, Luke menunggu dengan gelisah.

Sejujurnya Luke sangat percaya diri dengan aksen Amerika-nya, tetapi untuk intonasi bahasa Thailand-nya, dia benar-benar tidak yakin. Luke harus mengakui, sampai saat itu pun masih ada beberapa kata yang sulit untuk dia bedakan.

"Karena kau yang terakhir, aku tidak bisa lagi berharap ada yang lebih baik darimu. Jadi, tidak perlu basa-basi. Kau lolos untuk peran itu," putus Phi Nop.

"Hah?!" Luke terbelalak. Dia nyaris tidak percaya pada apa yang dia dengar.

"Ya!" tegas Phi Nop. "Jadi, mulai sekarang persiapkan dirimu. Jangan buat aku menyesal karena memilihmu."

Luke tidak ingat berapa kali kata terima kasih meluncur keluar dari bibirnya. Saking gembiranya, dia merasa melayang saat meninggalkan ruangan casting.

Orang pertama yang ingin Luke kabari jelas Sanrak. Masih merasa seperti sedang bermimpi, dia mencari kontak gadis itu di ponselnya.

Luke mengetuk-ngetukkan jarinya tidak sabar menunggu Sanrak mengangkat teleponnya.

"Halo," sapa suara di seberang.

"Halo, Sanrak. Dengar, aku tidak bermaksud berbohong, tetapi apa kau percaya kalau kukatakan aku mendapat peran itu?"

Suara tawa Sanrak terdengar. "Aku sudah bilang kau pasti berhasil. Kau terlalu meremehkan kemampuanmu sendiri."

"Hanya saja aku masih bingung, mengapa bisa begitu pas? Maksudku, di casting tadi, tokohku berbicara dengan dua bahasa. Rasanya seperti memang tokoh itu ... aku."

Sekali lagi Sanrak tertawa. "Itu alasanku memaksamu untuk ikut casting, Luke! Aku tidak mungkin menyuruhmu terjun tanpa tahu medan pertempurannya."

Mendengar jawaban Sanrak, seperti ada sesuatu yang berdering di pikiran Luke.

"Tunggu! Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Luke.

"Menurutmu?"

"Jangan bilang kalau kau ...." Luke tidak mampu meneruskan perkataannya. Dia seperti bersiap menunggu satu kejutan lagi yang akan segera datang.

"Ya, aku lawan mainmu di series nanti."

Luke terlalu terkejut hingga kehilangan kata-kata, sementara suara tawa Sanrak kian nyaring terdengar.

*

Catatan kaki:

(1) Sawadee: Salam sapaan saat bertemu seseorang, atau bisa juga digunakan untuk mengucapkan selamat pagi, siang, sore, dan malam.

(2) Khap: Bisa digunakan sebagai jawaban saat dipanggil, bentuk persetujuan terhadap sesuatu, juga agar kalimat yang diucapkan terdengar lebih sopan. Kata ini hanya digunakan oleh lelaki.

(3) Phom: Kata ganti orang pertama yang digunakan oleh lelaki.

(4) Phi: Panggilan untuk kakak atau orang yang usianya lebih tua.

(5) Gaiwan: Gelas yang bentuknya menyerupai mangkuk, lengkap dengan tutup dan alasnya.


JWS EntertainmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang