"Itu mobil yang kau minta," kata Phi Som sambil menunjuk ke sebuah mobil yang terparkir tepat di sebelah kirinya. "Bagaimana?"
Jane yang duduk di kursi penumpang, menoleh, lalu mengangguk.
Mobil yang disiapkan Phi Som, manajernya, sesuai keinginannya. Berukuran kecil, hitam, tidak terlalu baru, juga tidak terlalu tua, yang menurut Jane seharusnya tidak akan terlalu mencolok saat digunakan.
Biasanya Jane selalu berharap semua mata tertuju kepadanya, tetapi tidak malam itu. Menarik perhatian adalah hal yang paling tidak diinginkannya. Andai bisa, mungkin dia memilih untuk tidak terlihat.
Untungnya, Phi Som juga seperti sengaja memilih tempat parkir paling pojok, yang mendapat pencahayaan paling sedikit, juga tersembunyi di balik pilar penyangga gedung kondonya.
"Kau langsung pergi?"
Jane melirik jam di dasbor. "Masih ada waktu setengah jam. Aku tidak mau tiba terlalu awal."
Sebenarnya bukan cuma itu alasannya. Jane seperti berusaha untuk menunda waktu hingga detik terakhir dia tidak bisa lagi menghindar.
"Apa yang akan kau lakukan?"
"Aku yakin Phi sudah tahu."
Jane melihat Phi Som mengangguk. Berarti dugaannya benar. Wanita itu hanya ingin meminta penegasan darinya.
"Di mana?"
"Ariyasom Villa. Khun(2) Tob tidak mau di hotel. Terlalu berisiko."
Hanya dengan menyebut nama vila itu, membuat Jane merasa seperti ada sengatan rasa dingin menjalar dari tengkuk hingga ke ujung jari kakinya.
Terbayang di kepalanya, sebuah kamar suite yang sudah lelaki itu pesan untuk menghabiskan malam bersamanya.
"Kau yakin akan tetap melakukannya?"
Pertanyaan Phi Som itu sedikit menggoyahkan pendirian yang sudah dengan susah payah Jane bangun.
"Aku tidak punya pilihan, Phi," jawabnya singkat.
Jane berkata jujur. Memang tidak ada jalan lain yang terpikirkan olehnya. Satu-satunya cara tercepat untuk mendapatkan uang dalam jumlah besar, tanpa harus berutang ke sana kemari, hanya dengan mengandalkan tubuhnya.
"Kau masih bisa mundur."
"Aku bisa mundur, tetapi pengobatan Mae(3) tidak bisa ditunda, Phi."
Mata Jane menerawang, memikirkan kondisi ibunya yang hampir setiap hari menahan sakit, mual, dan muntah, hingga berat badannya pun turun secara drastis. Bahkan seminggu belakangan, keadaannya kian mengkhawatirkan. Muntahannya sudah keluar bercampur dengan darah.
"Kau bisa mengajukan pinjaman ke agensi. Aku yakin Phi Tha tidak akan menolak," usul Phi Som.
Jane pernah mempertimbangkannya. Namun, opsi itu langsung dia coret begitu mendapat hitungan kasar biaya pengobatan untuk kanker hati yang diderita ibunya.
"Berapa yang bisa kuajukan, Phi? Honorku setahun kemarin saja jumlahnya tidak sampai seperempat yang kubutuhkan saat ini. Belum ditambah biaya-biaya lain yang aku sendiri takut membayangkannya!"
Suara Jane mulai meninggi. Dia seakan-akan meluapkan sedikit kegundah di hatinya.
Keheningan seketika datang. Jane berusaha mengusir pikiran-pikiran buruk yang menyerbu, sementara Phi Som juga diam, seperti sejenak kehilangan kata-kata.
"Yang kutakutkan itu kariermu, Jane. Kau masih terikat kontrak. Kerugianmu akan jauh lebih besar andai ini terbongkar."
"Aku tahu. Itu alasanku memilih Khun Tob. Selain bayarannya setara tiga series-ku, dia juga punya nama baik yang harus dijaga. Jadi, kami berdua pasti akan jauh lebih berhati-hati."
Ponsel Jane berbunyi. Satu pesan masuk di aplikasi LINE membuat jantungnya untuk sepersekian detik rasanya seperti berhenti.
[Aku sudah di jalan. Sampai bertemu nanti.]
"Aku harus pergi sekarang."
Sudah tidak ada lagi alasan untuknya menunda. Dengan tangan yang entah sejak kapan mulai gemetar, Jane mengenakan masker, menyambar tas, juga kunci mobil yang disodorkan Phi Som. Seketika itu juga dia sadar, tidak ada lagi kesempatan untuk berubah pikiran andaipun dia mau.
Jane memindai keadaan sekeliling, memastikan tidak ada orang lain sejauh jangkauan pandangnya.
"Jane, aku minta maaf tidak bisa membantu banyak."
Jane yang baru saja hendak membuka pintu mobil, tersenyum simpul. Entah mengapa ada sedikit kehangatan di hatinya.
"Dengan Phi tidak menghakimiku, juga bersedia menjaga rahasia ini, sudah sangat membantu."
Tergesa-gesa Jane keluar, lalu masuk ke mobil sewaan yang akan mengantarnya menukar diri dengan tidak hanya materi, tetapi juga sedikit harapan untuk memperpanjang hari kehidupan sang ibu.
*
Catatan kaki:
(1) Phi: Panggilan untuk kakak atau orang yang usianya lebih tua.
(2) Khun: Disebut sebelum nama seseorang untuk menunjukkan rasa hormat.
(3) Mae: Ibu
![](https://img.wattpad.com/cover/378326481-288-k348126.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
JWS Entertainment
Fiksi PenggemarSetiap hal memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang, seperti terang dan gelap, hitam dan putih, manis dan pahit, begitu juga yang terjadi di dalam JWS Entertainment, salah satu agensi terbesar di Thailand. Di balik senyum para penghuninya, te...