Makna Sebuah Tanggung Jawab - Dao

4 0 0
                                    

Entah sudah berapa kali Dao memeriksa pantulan dirinya di cermin besar yang terletak di sudut ruangan. Bayangan perempuan berambut panjang hingga menyentuh pinggang, mengenakan gaun putih dengan bagian bahu yang terbuka, balik menatapnya. Tampak sedikit ketegangan di wajahnya yang dipoles nyaris tanpa cela.

"Dao! Sebentar lagi kita mulai," panggil Nawat, rekan kerjanya, yang sudah tiga kali dipasangkan dengannya dalam series.

"Kha(1)," sahutnya. Sekali lagi dia memeriksa penampilannya sebelum bergegas menyusul Nawat yang sudah duduk di sofa yang ada di tengah ruangan.

"Kau gugup?" tanya Nawat sambil menyodorkan bantal kursi ke pangkuan Dao.

"Sedikit. Padahal ini bukan pertama kalinya," jawab Dao. Setelahnya, dia sibuk mencari posisi duduk yang nyaman dan memperbaiki gaunnya yang sesekali tersingkap.

Hari itu, selama setengah jam, Dao dan Nawat, ditemani Phi(2) Leo, pembawa acara senior di agensi mereka, akan melakukan siaran langsung untuk mempromosikan produk serta varian terbaru yang diluncurkan oleh salah satu produsen roti terbesar di Thailand.

Belum ada konsep baru yang berhasil dirancang oleh tim kreatif JWS Entertainment. Jadi, ketiganya akan mengikuti konsep kegiatan promosi yang sama seperti sebelumnya.

Siaran langsung dibuka oleh Phi Leo yang dengan penuh semangat mengabarkan kehadiran Dao dan Nawat.

"Sawadee(3) kha."

"Sawadee khap(4)."

Dao dan Nawat mengucapkan salam itu bersamaan.

Setelah menyapa penggemar yang sedang menonton, untuk beberapa menit awal, mereka hanya berbincang santai. Ketegangan yang semula Dao rasakan perlahan menguap. Phi Leo yang sudah berpengalaman berhasil membawa arah pembicaraan begitu mengalir.

Tidak lupa Dao membalas gestur-gestur kecil Nawat yang ingin memberi kesan adanya hubungan lebih dari sekadar rekan kerja sedang terjalin di antara mereka. Dao paham betul taktik marketing seperti itu. Selama yang dilakukan Nawat tidak melampaui batas, dia tidak merasa terganggu karenanya.

Situasi kian menyenangkan saat sebuah baki berisi aneka macam roti yang Dao dan Nawat promosikan diantar ke meja di hadapan mereka.

"Ini untuk kami, Phi?" tanya Nawat berpura-pura kaget.

Phi Leo mengangguk.

"Serius, Phi?" Dao bertanya dengan raut wajah yang dia buat seolah-olah mencurigai Phi Leo.

"Langsung dimakan saja. Jangan sia-siakan roti paling enak di negara kita ini," kata Phi Leo sebagai kalimat pembuka sesi penjualan mereka.

Selagi lelaki itu sibuk memaparkan berbagai promo dan keuntungan yang bisa didapatkan saat penonton membeli selama siaran langsung, Dao mengambil satu roti berbentuk bulat mirip cangkang siput. Aroma roti yang masih panas itu menggelitik indra penciumannya. Sedetik kemudian, gigitan pertama sudah masuk ke mulutnya.

Di saat Nawat memasang ekspresi menikmati yang sedikit dilebih-lebihkan usai menyantap rotinya, Dao membeku. Butiran-butiran kecil yang mulai terasa di lidahnya membuatnya panik. Namun, dia tidak bisa mundur. Kamera masih menyala. Lebih dari sepuluh ribu orang masih menonton siaran langsung mereka. Sedikit saja Dao salah bertindak, bukan tidak mungkin tidak ada lagi klien yang ingin bekerja sama dengannya.

Dao menimbang-nimbang. Masih sekitar dua puluh menit waktu tersisa. Dia juga membawa obat anti alergi di dalam tas. Usai berdebat cepat dengan dirinya sendiri, meski sedikit takut, Dao nekat terus mengunyah dan menelan potongan roti dalam mulutnya.

Dewi Fortuna juga seperti sedang berpihak kepadanya. Nawat mengambil roti dari tangan Dao dan menukarkan dengan miliknya. Melihat bentuknya yang berbeda, tanpa ragu dia memakannya. Bagaimana pun kegiatan promosi harus tetap berlanjut.

Dia sempat menangkap ekspresi terkejut di wajah Nawat sesaat setelah mencicipi roti miliknya, yang Dao balas dengan gelengan kecil, meminta lelaki itu tenang.

Selagi Phi Leo melanjutkan tugasnya, Dao hanya berharap gejala alerginya tidak muncul, mengingat dia hanya mengkonsumsi kacang tanah isian roti tadi dalam jumlah kecil.

Sepuluh menit tersisa, Lengan Dao mulai memerah. Rasa gatal yang timbul membuatnya tidak nyaman. Nawat seperti menyadarinya. Lelaki itu makin sering mengelus lengannya.

Lima menit tersisa, jantung Dao perlahan berdetak kian cepat. Dia lebih banyak diam dan membiarkan Nawat yang terus berbicara.

Tiga menit tersisa, titik-titik keringat muncul di dahinya, bahkan telapak tangan mulai basah. Untungnya Nawat sengaja mendekatkan posisi duduknya hingga Dao bisa sedikit bersandar kepadanya.

Satu menit tersisa, hidungnya seperti tersumbat. Dia terpaksa bernapas melalui mulut. Namun, meski mulai terengah-engah, Dao terus memaksakan diri untuk tetap tersenyum dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa hingga detik terakhir sebelum Phi Leo menutup siaran langsung hari itu.

Tepat setelah kamera dimatikan, pandangannya kabur. Hal terakhir yang dia ingat sebelum semua gelap adalah wajah khawatir Nawat yang berteriak memanggil namanya.

*

Catatan kaki:

(1) Kha: Bisa digunakan sebagai jawaban saat dipanggil, bentuk persetujuan terhadap sesuatu, juga agar kalimat yang diucapkan terdengar lebih sopan. Kata ini hanya digunakan oleh wanita.

(2) Phi: Panggilan kepada kakak atau orang yang usianya lebih tua.

(3) Sawadee: Salam sapaan saat bertemu seseorang, atau bisa juga digunakan untuk mengucapkan selamat pagi, siang, sore, dan malam.

(4) Khap: Sama seperti kha, hanya saja digunakan oleh lelaki.


JWS EntertainmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang