Petaka yang Tidak Terelakkan - Sanrak

2 0 0
                                    

"Di mana dia? Di mana Phi(1) Boon?" tanya Sanrak geram setiap kali dia melongok dari satu ruangan ke ruangan lain di lantai 9 gedung agensinya.

Sanrak sudah menahan kemarahannya dari sejak masih berada di Siam Paragon, salah satu mall terbesar di Thailand, tempat dia menjadi tamu undangan pada acara peluncuran produk terbaru sebuah rumah mode ternama.

Sanrak terus mencari. Tidak dia hiraukan tatapan staf-staf di sana yang kaget melihat kemarahan yang tampak di wajahnya. Dia abaikan juga panggilan Phi Som, manajernya, yang mengekor dan berusaha menghentikannya.

"Phi Thada, kau lihat Phi Boon?" Sanrak bertanya kepada kakaknya yang tanpa sengaja dia temui di sana. Keduanya memang sama-sama bernaung di bawah JWS Entertainment.

"Tadi aku sempat melihatnya. Ada apa?" tanya Thada.

Sanrak tidak menjawab, entah mengapa begitu melihat wajah kakaknya itu, dia justru membenamkan wajahnya di dada Thada yang langsung memeluk sambil mengusap kepalanya.

"Phi ...," panggilnya lirih. Sanrak lalu terisak.

"Ada apa ini, Phi?" tanya Thada kepada Phi Som, manajernya juga, yang berhenti di belakang Sanrak.

Phi Som terdiam, menggigit bibir seakan-akan tidak tahu bagaimana harus mulai menceritakan apa yang terjadi.

Seperti kembali teringat pada kemarahannya yang belum terlampiaskan, Sanrak mengangkat kepalanya, lalu melepaskan diri dari pelukan Thada. Dia usap air mata yang membasahi pipinya. "Aku harus menemukannya! Di mana dia?" katanya dengan bibir bergetar.

Sebelum Sanrak sempat melangkah lebih jauh, dia merasakan cekalan pada tangannya. Thada berusaha menghentikannya.

"Lepas, Phi!" teriaknya sambil menepis tangan lelaki itu.

"Tunggu! Jelaskan dulu," panggil Thada.

Tanpa menyahut, Sanrak meneruskan langkahnya. Sekali lagi dia memeriksa setiap ruangan yang tersisa.

Tepat di ruangan paling ujung yang difungsikan sebagai pantri, Sanrak menemukan sosok yang sejak tadi dia cari. Tanpa menunda-nunda, Sanrak menghampiri Phi Boon yang sedang menyeduh secangkir teh sambil berbincang dengan seorang rekannya di sana.

"Phi Boon," panggil Sanrak. Mata memicing penuh marah.

Begitu Phi Boon menoleh, tanpa peringatan, Sanrak mengayunkan tangannya menampar pipi lelaki transeksual itu. "Gara-gara kau!" teriaknya marah.

Andai bukan karena tangan Thada yang melingkar di pinggangnya dan menariknya mundur, Sanrak sudah akan mengayunkan tangannya sekali lagi.

Phi Boon terlalu terkejut untuk bereaksi. Dia berdiri mematung memegang pipinya yang memerah.

"Semua gara-gara kau!" Sanrak kembali berteriak marah. "Dari awal aku sudah bilang tidak mau mengenakan gaun itu, tetapi Phi memaksa. Apa kau sengaja? Katakan, apa ada orang lain yang menyuruhmu memaksaku mengenakannya?"

"Sanrak, tenanglah dulu. Tidak akan ada yang mengerti kalau kau tidak menjelaskan," ucap Thada. Dia mempererat pelukannya, mencegah Sanrak kembali menyerang Phi Boon.

Sanrak berhenti memberontak. Namun, bukannya mulai menceritakan apa yang terjadi, tangis Sanrak justru kembali pecah. Dia terduduk di lantai, bersandar di dada Thada yang masih terus memeluknya.

Sanrak ingin sekali segera melupakan insiden yang terjadi di lokasi acara tadi, tetapi benaknya justru seperti sengaja terus-menerus memutar ulang kejadian itu.

"Tadi ada sedikit malafungsi pada pakaian Sanrak," jelas Phi Som singkat.

"Itu tidak sedikit, Phi," desis Sanrak terbata-bata di sela tangisnya. Ledakan emosi yang sudah dia keluarkan membuatnya seperti kehabisan tenaga.

"Tolong lebih jelas, Phi," pinta Thada.

"Tali di belakang lehernya lepas. Jadi ..., bagian dada Sanrak terbuka," lanjut Phi Som. Dia menatap Sanrak penuh simpati.

Phi Boon terhenyak. Mulutnya menganga. Dia maju hendak memeluk Sanrak, mengungkapkan rasa bersalah dan penyesalannya. Namun, batal dilakukannya karena dicegah oleh Thada.

Seolah-olah perkataan Phi Som menyakitinya, Sanrak memeluk dirinya sendiri. Tangisnya makin menjadi-jadi. Terbayang kembali bagaimana berpasang-pasang mata menatap, bukan ke wajahnya, melainkan dadanya. Bahkan Sanrak masih bisa merasakan kepanikan yang menyerbunya saat bagian atas tubuhnya itu terbuka dan hanya menyisakan pasties(2) di sana.

"Tidak apa-apa. Itu kecelakaan. Bukan salah siapa-siapa," ucap Thada mencoba menenangkan. Tangannya tidak henti mengelus punggung Sanrak.

Untuk beberapa saat, tidak ada yang bersuara. Semua seperti berusaha memahami apa yang sedang dirasakan Sanrak. Namun, keheningan itu pecah saat seorang staf datang, lalu berbisik kepada Phi Som sambil menunjukkan sesuatu di ponselnya.

Sanrak yang tangisnya mulai reda, menangkap perubahan pada raut wajah manajernya itu. Sebelum dia sempat bertanya, melihat sorot mata Phi Som saat menatapnya, Sanrak seketika sadar ada hal yang jauh lebih buruk sudah terjadi.

"Maaf Sanrak, Phi rasa kau harus tahu," kata Phi Som sambil menunjukkan apa yang terpampang di layar ponsel tadi.

Jantung Sanrak mencelus saat melihat ramainya pembahasan dan foto-foto dada telanjangnya di media sosial. Sedetik kemudian, dia membuka mulut dan menjerit.

*

Catatan kaki:

(1) Phi: Panggilan kepada kakak atau orang yang usianya lebih tua.

(2) Pasties: Bantalan silikon untuk menutupi area puting. Biasa digunakan sebagai pengganti bra saat mengenakan pakaian yang terbuka.


JWS EntertainmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang