Hari ujian tengah semester telah tiba, dan
suasana sekolah dipenuhi ketegangan.
Keenam adik Halilintar menghadapi ujian
dengan percaya diri, sementara Halilintar
sendiri berjuang keras, mengingat sesi
belajarnya bersama Amato yang
meninggalkan trauma. Setiap soal terasa
seperti beban tambahan baginya, namun ia
berusaha sekuat tenaga untuk
menyelesaikan ujian, meskipun hatinya
dipenuhi kecemasan.Seminggu berlalu dengan penuh
kekhawatiran. Ketika hasil ujian
diumumkan, Solar dinobatkan sebagai
peringkat pertama di kelasnya, diikuti oleh
lce, Gempa, Taufan, Thorn, dan Blaze.
Sementara itu, Halilintar berada di
peringkat terakhir. Rasa kecewa dan malu
menghantuinya sepanjang hari, namun ia
tak punya pilihan selain menerima hasil itu
dan bersiap menghadapi reaksi Amato.__________________________________
Di rumah, masing-masing anak berdiri di
ruang tamu dengan hasil ujian mereka di
tangan, menunggu giliran untuk
menyerahkannya kepada orang tua
mereka. Aisyah berdiri di samping Amato,
mengamati setiap laporan dengan penuh
perhatian. Ketika Solar menyerahkan
hasilnya, Amato tersenyum bangga.Amato: "Luar biasa, Solar! Ranking pertama
lagi, kau memang anak yang cerdas."Solar: (tersenyum bangga) "Terima kasih,
Ayah."Kemudian lce, Gempa, Taufan, Thorn, dan
Blaze menunjukkan hasil mereka satu per
satu, masing-masing menerima pujian dan
senyuman dari ayah mereka.Amato: (mengangguk puas) "Kalian semua
telah berusaha dengan sangat baik. Ayah
bangga pada kalian."Namun, suasana berubah drastis ketika
Halilintar maju dengan wajah tegang,
menunjukkan hasil ujiannya yang berada di
peringkat terakhir. Amato hanya melirik
sekilas, kemudian wajahnya berubah
menjadi marah.Amato: "Peringkat terakhir, Halilintar? Apa
ini yang kau hasilkan setelah semua upaya
yang Ayah berikan padamu?"Halilintar: (menunduk) "Aku... aku sudah
berusaha, Ayah. Tapi soal-soalnya sulit..."Amato: (membentak) "Sulit? Itu alasanmu?
Anak yang lemah memang hanya pandai
mencari alasan! Aku sudah memberimu
kesempatan untuk membuktikan diri, tapi
kau tetap gagal!"Aisyah, yang melihat reaksi suaminya,
mencoba menenangkan Amato.Aisyah: "Amato, mungkin Halilintar hanya
butuh waktu lebih. Ini hanya ujian, bukan
akhir dari segalanya."Amato: (mengabaikan Aisyah) "Diam,
Aisyah! Aku sudah cukup bersabar
dengannya. Kali ini, dia harus diberi
pelajaran yang pantas."Tanpa mempedulikan protes Aisyah dan
anak-anak yang lain, Amato meraih tangan
Halilintar dan menyeretnya ke gudang tua
di belakang rumah. Halilintar mencoba
melawan, namun kekuatan Amato jauh
lebih besar. la hanya bisa meronta sambil
menahan rasa takut yang semakin kuat.Halilintar: (terdengar panik) "Ayah, tolong!
Aku akan mencoba lebih keras lain kali, aku
janji!"Amato: "Kau selalu berjanji, tapi selalu
gagal. Aku muak mendengar janji
kosongmu, Halilintar!"Ketika mereka tiba di gudang tua, Amato
mendorong Halilintar masuk dan mengunci
pintu dari dalam. Di ruangan itu, kegelapan
dan dinginnya udara membuat suasana
semakin mencekam. Amato mengambil
tongkat kayu yang ada di sudut gudang,
pandangannya penuh kebencian
seolah-olah yang berdiri di hadapannya
bukanlah putranya sendiri, melainkan
bayangan kakaknya, Aidan.Amato: (menggertak) "Kau... kau seperti
Aidan. Kau sama-sama tak berguna,
sama-sama licik!"Halilintar: (berbisik ketakutan) "Ayah.. aku
bukan Aidan. Aku Halilintar, anak Ayah..."
KAMU SEDANG MEMBACA
SISA HUJAN LUKA
Misterio / SuspensoHalilintar, anak sulung dari tujuh bersaudara yang semuanya kembar, hidup dalam bayang-bayang trauma kekerasan ayahnya, Amato, akibat kesalahpahaman yang menghancurkan. Meskipun seluruh saudaranya memiliki kepribadian yang berbeda-beda, Halilintar d...