CHAPTER 11

235 30 3
                                    

Bulan yang menerangi langit gelap malam kini telah berganti dengan matahari yang memberi kehangatan dipagi hari ini. Memberi penjelasan tentang hari ini yang akan secerah kemarin bahkan bisa jadi lebih cerah lagi.

Matahari yang masuk melalui celah hordeng rumah sakit juga berhasil mengusik ketenangan seorang pemuda.

Jari jemari yang terdapat alat untuk mengukur saturasi oksigen yang berada didalam tubuh seseorang itu bergerak secara perlahan.

Memberi pertanda bahwa pemuda itu akan segera membuka matanya setelah terpejam semalaman.

Membuat pemuda yang tak berpindah dari depan kaca yang menjadi penghubung antara ruang tersebut dengan lorong rumah sakit yang dingin tersenyum penuh arti.

"Dokter! Jari Vano bergerak! Doktek!" teriaknya histeris.

Air mata yang sudah mengering dipipinya kembali keluar dan kembali berhasil membasahi pipi tersebut.

Teriakan itu juga berhasil membuat orang-orang yang baru saja terlelap dikursi tunggu terlonjak kaget.

Mereka dengan cepat bergerak untuk memastikan apa yang barusan mereka dengar tidak salah.

Tak lama Dokter datang sambil berlari bersama beberapa perawat. Mereka memasuki ruang ICU yang didalamnya terdapat Jevano yang terus menunjukan tanda-tanda kesadarannya.

"Kita berdoa agar Tuan muda Jevano bisa melewati masa kritisnya ya? Bantu saya untuk mengembalikan Tuan muda pada kalian semua, doa kalian sangat berarti untuk saya" ucap Dokter Deri sebelum masuk kedalam ruangan.

Yoona menutup kelopak matanya lalu menyatukan kedua tangannya untuk berdoa. Membuat Davin dan yang lain mengikuti pergerakannya.

"Tuhan, jangan ambil kebahagian kami. Kembali kan dia pada kami, saya berjanji akan membuatnya bahagia Tuhan. Tolong kabulkan doa kami Tuhan" ucap Yoona dengan air mata yang berderai membasahi wajah cantiknya.

Bak keajaiban, didalam ruangan seolah mendengar doa yang dipanjatkan dengan penuh ketulusan dari keluarga dan sahabatnya Jevano membuka kedua matanya bersamaan dengan setetes air mata yang mengalir dari ujung matanya.

"Tuan muda, anda bisa mendengar saya?" tanya Dokter Deri.

Jevano mengangguk pelan, lalu entah dorongan dari mana pemuda itu melihat kearah jendela kaca yang membuatnya bisa langsung melihat keluarganya.

Membuat mereka yang melihat dari luar tersenyum bahagia. Apalagi ketika Jevano menatap mata mereka satu persatu, kebahagian begitu terasa dihati mereka.

Namun berbeda dengan Nathan yang masih menunggu Jevano yang tak kunjung menatapnya. Kehampaan kembali menghantam hatinya setelah melihat Jevano dengan sengaja melewatinya dan langsung menatap Haekal yang berdiri disebelahnya.

Jevano tersenyum dibalik masker oksigen yang dikenakannya ketika melihat Haekal yang keadaannya cukup menjadi hiburan bagi Jevano.

Matanya yang memerah dan membengkak, hidungnya yang juga memerah, dan jangan lupakan kedua bilah bibir pinknya yang sedikit bergetar karena menahan isakan tangis.

Jevano hanya menatap pemuda berkulit tan tanpa menghiarukan Nathan yang bahkan menjadi orang pertama yang menyadari kesadarannya.

Nathan tak bergerak dari tempatnya sejak semalam. Disaat semua orang duduk dikursi tunggu dan mulai mengistirahatkan tubuh mereka, Nathan tetap berdiri dengan mata yang terus memandang kedalam.

Namun sepertinya hal itu tak berarti apapun bagi Jevano.

Ceklekk...

Dokter Deri keluar dari ruangan setelah selesai memeriksa keadaan Jevano. Membuat mereka yang menunggu langsung menghampirinya.

Mistakes In The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang