CHAPTER 12

198 30 12
                                    

"Cengeng" ejek Jevano saat melihat Haekal masuk.

Haekal menekuk wajahnya kesal, "Gue tu khawatir tau! Lagian lo kenapa coba tiba-tiba banget masuk ruangan angker ini" ucap Haekal sambil melihat sekelilingnya.

Jevano mengedikkan bahunya tak tahu, "Takdir" jawabnya seadanya.

Haekal menyentuh tangan Jevano, "Lo beneran gakpapa kan? Gak ada yang sakit lagi kan?" tanya Haekal memastikan.

Jevano mengangguk, "Gue gakpapa" ucapnya.

Haekal menghela nafas pelan, mencoba untuk percaya walau hatinya menolak untuk mempercayai setiap kata yang keluar dari mulut Jevano. "Tadi ngomong apa aja sama Papa sama Nathan?" tanya Harsa mencari topik pembicaraan.

"Gak ada" jawab Jevano cuek.

"Bohong, gue liat dari kaca lo ngomong sama mereka".

Jevano melirik malas Harsa, "Udah tau, ngapain nanya?".

"Kan gue gak denger Jepanoooo" geram Haekal.

"Emang lo harus denger?".

Haekal mendelik, "Lo kesambet setan ruangan ini? Atau ruangan mana? Kenapa jadi ngeselin gini?" tanya Haekal bertubi-tubi.

Jevano terkekeh pelan "Habisnya lo banyak nanya".

"Ya kan gue pengen tau" jawab Haekal sewot.

"Kepo lo".

"Biarin".

Setelahnya tak ada lagi percakapan antara dua anak manusia itu, mereka terdiam dan tenggelam dalam fikiran masing-masing. Hingga bel ruangan berbunyi, hal yang menjadi penanda bahwa waktu kunjungan sudah habis.

Haekal menghela nafas pelan, tangannya yang sebelumnya ia gunakan untuk mengusap lembut tangan Jevano yang terbebas dari alat-alat medis, ia angkat lagi sampai kepucuk kepala Jevano.

"Cepet sembuh, cepet keluar dari ruangan ini. Gue gak suka liat Adek gue didalam ruangan kaya gini" ucapnya.

Jevano dengan ragu mengangguk, "Besok udah keluar kok".

"Janji?" diperlihatkannya jari kelingkingnya dihadapan wajah Jevano.

Jevano tersenyum, lalu ikut mengangkat jari kelingkingnya dan menautkannya dengan jari kelingking Haekal.

"Yaudah, gue keluar dulu. Dokter udah nunggu kayanya didepan" ucap Haekal sekali lagi mengusap sayang surai hitam legam milik Jevano.

"Makasih" ucap Jevano tulus.

Haekal menggeleng, "Makasih buat apa? Gue gak ngelakuin apapun".

"Karena udah perduli sama gue" ucap Jevano seadanya.

"Semua orang perduli sama lo, No. Cuma lo yang kurang bisa mengerti rasa kepedulian setiap orang buat lo" ucap Haekal.

Jevano terdiam, didalam hatinya ia membenarkan setiap perkataan yang keluar dari mulut Haekal. Namun, lagi-lagi rasa gengsi dan ego yang terlalu tinggi kembali berhasil membuyarkan perasaannya.

♤♤♤

"Tuan Muda-"

"Jevano, panggil Vano aja" potong Jevano.

Deri tersenyum, "Gak sopan rasanya memanggil anak dari seorang konglomerat dengan sebutan namanya saja".

"Terus emang Vano sopan panggil seorang Dokter dengan sebutan Abang?" tanya Jevano balik.

Deri lagi-lagi tersenyum, "Iya deh, iya" ucap Deri mengalah.

Ekhemm...

Mistakes In The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang