CHAPTER 6

256 31 4
                                    

Suasana yang tadinya sudah mulai tenang, kini kembali ricuh saat jevano memberontak lagi dalam pelukan marka. Hingga akhirnya marka lengah dan jevano berhasil lepas dari pelukannya.

Bungsu keluarga griffin itu kemudian berlari masuk kembali kedalam mansion dengan begitu cepat, tanpa menghiraukan panggilan dari keluarganya yang kini mengejarnya.

"Vano! Dengerin papa dulu!"

BRAK....

Senyap. Tak ada yang berani bersuara setelah pintu kamar si bungsu sengaja dibanting dari dalam.

Sedangkan dibalik daun pintu, pemuda yang tadinya sudah membakar seluruh penghargaannya terkulai lemas dilantai dingin marmer kamarnya. Pemuda itu menekukkan kedua kakinya dan mulai menangis dengan kencang dilipatan kedua lengannya yang diletakkannya diatas lipatan kedua kakinya.

Lagi-lagi kamar bernuansa serba hitam itu kembali menjadi saksi tangisan pemuda tampan tersebut.

Beberapa tenggelam dalam tangisannya sendiri, jevano kembali mengangkat kepalanya. Mata, hidung, kedua pipinya memerah sempurna, serta jangan lupakan kedua bibirnya yang kini bergetar hebat dengan isakan-isakan kecil yang masih keluar dari sana.

Pemuda berkulit seputih susu itu mengedarkan pandangannya untuk menyusuri seisi kamarnya, hingga matanya berhenti mengulir saat melihat sebuah foto keluarga di atas salah satu nakas yang terdapay dikamar mewah tersebut.

Mata yang tadi penuh dengan kepedihan kini berganti dengan kilatan api amarah, jevano segera bangun dan melangkan menuju nakas dimana foto keluarga bahagia itu berada.

PRANG....

Arghh...

Erangan terus memenuhi seisi kamar saat jevano merasa tak puas dengan membanting foto itu dan kini malah memukul-mukul kaca yang tadinya merupakan bingkah foto tersebut dengan tangan kosong.

Fotonya sudah kusut dan ditambah noda darah yang berasal dari salah satu orang yang berada didalam foto tersebut.

"Papa! Vano bawa pulang piala lagi!!"

"Wahh anak papa keren banget! Gimana kalau papa buatkan lemari khusus untuk piala-piala kamu"

"Beneran pa?"

"Iya dong, nanti dilemari itu cuma hanya akan diisi dengan piala milik kamu. Gak boleh ada yang lain"

"Mau pa! Mau, vano mau lemari itu. Makasih papa, vano saaayangg papa"

"Papa juga sayangggg vano"

ARGHHH...

"BOHONG! PAPA BOHONG! PAPA GAK SAYANG VANO LAGI! PAPA CUMA SAYANG SAMA KELUARGA BARU PAPA" teriak jevano saat kembali mengingat bagaimana awal mulanya lemari kesayangan yang selalu dirawatnya sendiri itu ada dirumah mewah ini.

Brak....

Prang....

Prang....

Ahh kini kaca yang menampikan wajah tampannya sebelumnya juga ikut pecah karena dirinya sendiri.

Tes...

Tes...

Tes...

Darah segar yang sebelumnya sudah merembes keluar kini terlihat keluar lebih banyak lagi, namun tak ada respon apapun dari sipemilik tubuh. Justru si pemilik tubuh kini melangkah dengan gontai menuju bilik kamar mandinya, menatap pada bath tub yang masih terisi penuh karena tadi pagi ia lupa membuang airnya.

Mistakes In The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang