CHAPTER 9

213 25 10
                                    

Ceklek...

Suara pintu yang terbuka kemudian ditutup kembali tak berhasil mengalihkan pandangan pemuda diatas ranjang persakitan yang setia melihat keluar melalui jendela yang terdapat diruang rawat VVIP tersebut.

Pemuda itu menghela nafas pelan saat mengetahui siapa yang datang hanya dari wangi orang tersebut, keyakinannya kini ditambah dengan terlihatnya sosok itu dikaca jendela yang dipandanginya sejak tadi.

Merasa cukup malas meladeni orang tersebur, jevano memilih menutup kedua mata indahnya dan mencoba tidur tanpa menghiraukan kehadiran orang tersebut.

Sama halnya dengan jevano yang dapat melihatnya melalui pantulan dari kaca jendela, devan juga dapat melihat jevano yang sengaja menutup kelopak matanya saat menyadari kehadirannya.

Devan menghela nafas pelan, duduk disamping ranjang sibungsu dengan tangan yang mulai mengelus surai hitam yang terlihat lepek karena belum bisa dicuci.

"Papa tau kamu belum tidur"

Tak ada sahutan, namun devan tersenyum lembut sambil memandangi wajah tampan bungsunya.

"Kamu mau tau sesuatu?"

Masih tak ada sahutan, namun devan tetap mempertahankan senyumnya.

"Jika papa diberi dua pilihan antara seluruh harta yang papa miliki dengan kamu. Maka tanpa ragu papa akan memilih kamu, putra bungsu papa"

"Jika pilihannya diganti dengan antara vano beserta mas marka dengan tante yoona beserta nathan, papa pilih siapa?" lirih si bungsu yang sejak tadi diam, masih dengan kedua matanya yang tertutup rapat.

Senyum itu memudar, devan tak bisa menahan senyum itu kali ini "Kalian itu setara"

"Papa gak bisa menyamaratakan semuanya"

"Van-"

"Kalau vano minta papa cerai sama tante yoona, apa papa mau?"

Hening.

Tak ada suara apapun yang terdengar dari sang papa, membuat jevano terkekeh sinis kemudian membuka kedua kelopak matanya.

Jevano menggeser tubuhnya sedikir menjauh dari devan lalu melayangkan tatapan tajamnya pada papanya itu "Berbahagialah tanpa memperdulikan aku"

"Vano, papa-"

Ceklek...

Devan meraup kesal wajahnya saat omongan terpotong karena pintu kamar sang putra yang terbuka dan menampilkan seorang pria muda dengan stelan jas khas kedokteran.

"Maaf tuan, saya harus memeriksa keadaan tuan muda. Anda bisa menunggu diluar beberapa saat" ucap dokter itu sambil membungkuk hormat.

Devan menghela nafas pelan lalu dengan ragu mengangguk sebelum melangkah keluar dari ruang rawat putranya.

Dokter itu masuk dan berdiri tepat disamping jevano yang kini menatapnya penuh tanda tanya.

"Jadi?"

"Kerusakan ginjal akibat benturan keras yang anda alami pada saat kecelakaan cukup fatal tuan muda, kerusakannya bahkan mencapai angka 75%" ucap dokter itu.

Jevano menghela nafas pelan "Tetap rahasiakan semua ini dari keluarga saya"

"Tap-"

"Kalau dokter bicara tentang ini pada keluarga saya, maka saya akan bunuh diri"

"Saya akan menutup semuanya, tapi tuan muda harus mau berkenalan dengan teman saya dan mengikuti segala rangkaian pengobatan untuk penyembuhan anda tuan muda"

Mistakes In The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang