Chapter 17

797 100 8
                                    

Matteo hanya menatap Jevran sekilas, wajahnya datar tanpa ekspresi, sebelum menjawab dengan nada yang sama datarnya. "Tidurlah," ucapnya seraya merebahkan dirinya di atas ranjang, tanpa menunggu tanggapan lebih lanjut dari Jevran.

Jevran terkejut dan dengan cepat menahan lengan Matteo sebelum kakaknya itu benar-benar nyaman di tempat tidur. "Apaan sih lo?" protes Jevran. "Lo ngapain tidur di sini, di kamar gue?"

Matteo mendecak kesal, tetapi tetap menjaga nada bicaranya tenang. "Lo berantem kan sama Hema?" tanya Matteo dengan tatapan penuh arti, seolah-olah sudah tahu segalanya. Ekspresi Jevran yang tiba-tiba terdiam membuat Matteo menarik napas panjang dan mengusap wajahnya. "Hema tidur sama Ansel malam ini, jadi ya gue tanggung jawab buat tidur di sini, jagain lo," lanjutnya sambil mengangkat bahu.

Kata-kata Matteo membuat Jevran tersentak. Hema tidur dengan Ansel? Pikiran itu membuat hatinya semakin kacau, ia melangkah hendak keluar kamar namun sebelum dia sempat bergerak lebih jauh, sebuah bantal terbang ke arahnya, mendarat tepat di punggungnya. Jevran terlonjak kaget, memutar tubuhnya untuk menatap Matteo yang tampak kesal. "Gue enggak mau Lo ngelantur ke mana-mana. Jadi biarin dia tidur sama Ansel, Lo bisa ngomong sama dia besok. Jangan keburu nyamperin dia malam ini, biar adem dulu kepalanya." kata Matteo, jelas lebih tegas sekarang. "Besok pagi, gue mau ke pantai. Damian sama Juan juga mau ikut, Ansel udah ribut minta ke sana dari kemarin, jadi kita sekalian ajak Hema buat refreshing."

Jevran berdiri mematung di depan pintu, ragu. Di satu sisi, ada keinginan besar untuk segera menemui Hema, untuk meminta maaf dan menjelaskan semuanya. Namun di sisi lain, ia tahu bahwa mungkin Matteo benar. Mereka berdua butuh waktu untuk menenangkan diri. Melihat Matteo sudah merebahkan diri di tempat tidurnya, tanpa ragu lagi, Jevran pun menghela napas berat. Matteo, yang diam-diam mengamati adiknya, menyunggingkan senyum tipis di balik selimut.

***

Pagi itu, suasana di dalam mobil Damian terasa hening. Jevran duduk diam di kursi belakang, memandang keluar jendela tanpa ekspresi. Matahari baru saja naik, memberikan sinar hangat pada jalanan yang mereka lalui menuju pantai. Namun, alih-alih menikmati perjalanan, pikiran Jevran terfokus pada Hema. Setelah pertengkaran mereka, Hema masih tampak kesal, bahkan menolak duduk satu mobil dengannya. Hal itu membuat Jevran merasa semakin terasing. Hema lebih memilih untuk berada di mobil yang dikendarai Matteo bersama Ansel, meninggalkan Jevran yang akhirnya dengan langkah berat masuk ke mobil Damian.

Di kursi depan, Juan dan Damian saling melirik. Senyum samar penuh arti tergambar di wajah keduanya, seolah mereka mengetahui sesuatu yang Jevran tidak tahu. Damian melihat Jevran dari kaca spion, memperhatikan adiknya yang tampak tenggelam dalam pikiran, dengan raut wajah muram. Meski perjalanan mereka cukup menyenangkan, setidaknya bagi Damian dan Juan, Jevran justru terlihat seperti membawa beban berat di pundaknya.

Matteo, yang membawa mobil di depan, sudah jauh melaju, sementara Damian memutuskan untuk mengurangi kecepatan. Jevran memerhatikan mobil kakaknya yang semakin kecil di kejauhan, dan ia heran kenapa mobil Damian berbelok, bukan menuju ke pantai, melainkan ke arah yang berbeda. Mereka malah berbelok ke jalan menuju sebuah restoran. Jevran mengernyit, semakin bingung saat melihat mobil Matteo yang tetap melaju lurus, tidak ikut berhenti.

Perlahan, Jevran memalingkan wajahnya ke arah Damian yang masih fokus mengemudi, sebelum akhirnya bertanya, "Kenapa kita berhenti di sini?" Suaranya datar, tapi penuh rasa ingin tahu.

Damian yang menyadari kebingungan Jevran hanya mengangkat bahunya santai sambil berkata, "Juan mau makan sup daging." Dia melirik Juan yang duduk di sebelahnya, dan melanjutkan dengan nada yang lebih lembut, "Gue udah chat Matteo biar mereka duluan aja ke pantai, kita mampir bentar buat makan."

Jevran hanya bisa mengangguk perlahan, meskipun di dalam hatinya masih ada sedikit rasa heran. Namun, ia bisa mengerti. Kakak iparnya, Juan, sedang hamil, dan wajar saja kalau dia punya keinginan makan ini-itu. Perjalanan menuju pantai bisa menunggu sedikit lebih lama, pikirnya. Lagipula, mungkin makan bersama mereka bisa sedikit mengalihkan pikirannya dari masalah dengan Hema, meskipun dia masih merasa berat di hati.

From Eyes to Heart  [JAKESEUNG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang