Peringatan 🔞: Bab ini mengandung konten dewasa yang tidak sesuai untuk pembaca di bawah umur. Bagi yang belum cukup umur, disarankan untuk segera meninggalkan bab ini dan melanjutkan ke bagian lain yang lebih sesuai. Mohon kebijaksanaannya dalam membaca.
______________________________________
"Ya, ya, baiklah, bayiku," balas Hema lembut, akhirnya menyerah pada tingkah manja suaminya. "Ayo kita naik ke atas dan tidur. Tapi lepaskan dulu pelukanmu,"
Jevran menurut kali ini, perlahan melepaskan pelukannya. Namun, saat Hema hendak melangkah menjauh, tiba-tiba ia memekik kecil saat tubuhnya diangkat oleh Jevran dalam satu gerakan halus dan kuat. Dengan mudah, Jevran menggendong Hema ala pengantin, membuat Hema refleks mengalungkan kedua lengannya di leher suaminya untuk menjaga keseimbangan.
"Jevran!" pekik Hema, wajahnya seketika memerah. "Turunkan aku! Bagaimana kalau ada yang melihat?"
Namun, sebelum Jevran bisa menurunkan Hema, langkah kaki cepat terdengar mendekat. Hema memandang ke arah dapur dengan mata melebar, panik. "Jevran, cepat turunkan aku!" bisiknya tajam.
Tetapi terlambat. Bi Inah, pembantu rumah tangga yang sudah lama bekerja untuk keluarga mereka, bersama dengan seorang pelayan muda, sudah masuk ke dapur dengan langkah tergesa. "Ada apa, tuan muda? Apakah terjadi sesuatu dengan tuan Hema?" tanya pelayan muda itu dengan cemas, melihat posisi Hema yang masih digendong oleh suaminya.
Hema dan Jevran terdiam kaku sejenak, wajah mereka sama-sama memerah dalam kebingungan. "Kesleo," sahut Hema tergagap.
"Kepleset," kata Jevran bersamaan, memberikan jawaban berbeda dengan nada yang tak kalah bingung.
Keduanya langsung melotot kaget satu sama lain, sebelum akhirnya suasana menjadi hening. Pelayan muda itu menatap mereka dengan heran, sedangkan Bi Inah terlihat menahan senyum, jelas sekali menyadari situasi yang sebenarnya.
"Tuan Hema terpeleset lalu kakinya keseleo, begitu kan?" tanya Bi Inah, matanya menyipit penuh pengertian.
Hema dan Jevran mengangguk cepat, hampir bersamaan. "I-iya... seperti itu," jawab mereka.
"Oh, saya ambilkan minyak urut sebentar. Saya bisa memijatnya, pasti akan lebih baik nanti," sahut pelayan muda itu, dengan niat baik, hendak pergi mengambilkan minyak.
Namun, kali ini Hema dan Jevran sama-sama panik. "Tidak perlu!" seru mereka bersamaan, hampir bersuara lebih keras dari yang seharusnya.
"Tuan Jevran pasti bisa mengobati tuan Hema sendiri," tambah Bi Inah dengan tenang, menggandeng pelayan muda itu untuk keluar dari dapur. "Ayo, kita kembali ke pekerjaan kita," ujar wanita tua itu, menyembunyikan senyum geli di bibirnya sebelum melangkah pergi.
Begitu kedua pelayan itu menghilang dari pandangan, Hema dengan cepat mencubit perut Jevran. "Aduh, sayang!" pekik Jevran kecil, menatap Hema dengan tatapan penuh protes.
"Ayo, cepat turunkan aku!" desak Hema, kali ini suaranya penuh otoritas, tetapi Jevran malah hanya menggeleng. Dengan langkah cepat, ia mulai membawa Hema menaiki tangga menuju kamar mereka di lantai dua.
"Kau ini!" Hema mengeluh setengah hati, menutupi wajahnya yang memerah dengan menyembunyikan kepala di leher Jevran, berusaha menyembunyikan rasa malunya. Namun, ada senyum lembut yang tak bisa ia sembunyikan.
Sesampainya di kamar, bukannya langsung menurunkan Hema di atas ranjang, Jevran justru perlahan merebahkan kepalanya di atas paha Hema, memeluk pinggangnya erat seperti anak kecil yang mencari kenyamanan. Ia menelusupkan wajahnya di perut Hema, menyembunyikan ekspresinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Eyes to Heart [JAKESEUNG]
RomanceBerawal dari Denis, yang memberikan tantangan kepada Hema, Ansel, dan Juan untuk mengusir rasa bosan di jeda mata kuliah mereka. Tantangan gila ini seharusnya hanya menjadi sekadar iseng-iseng di antara mereka-tepatnya Hema, Ansel, dan Juan. Tidak a...