Jevran tertawa pelan saat melihat Hema yang terus saja memandangi dirinya di depan cermin, tampak meneliti setiap lekuk tubuhnya yang kini mulai berubah. Jevran menggeleng geli sebelum beranjak dari tempat tidur dan menghampiri istrinya dengan langkah pelan, lalu melingkarkan kedua lengannya di sekeliling pinggang Hema, memeluknya hangat dari belakang. “Ada apa, sayang?” tanyanya lembut, sambil sesekali mengusap perut Hema yang semakin membuncit seiring kehamilannya.
Hema menghela napas panjang, bibirnya mengerucut cemberut, dan matanya menatap bayangannya di cermin dengan sorot bingung. “Aku kelihatan gendut, kan? Piyamaku saja udah nggak muat. Aku sekarang Cuma bisa pakai kaos kebesaran atau… kemejamu kalau mau tidur,” jawab Hema sambil menggigit bibir, matanya melirik ke bawah, ke arah kemeja putih Jevran yang dikenakannya, yang tampak longgar namun terasa nyaman.
Jevran tersenyum penuh kasih. Ia merapatkan pelukannya di sekitar Hema dan mengusap lembut perutnya. “Sayang, kamu nggak gendut, kok,” bisiknya pelan, mencoba menenangkan hati istrinya yang gelisah. “Kamu kan lagi hamil, jadi wajar saja kalau tubuhmu berubah. Mereka yang tumbuh di dalam sini juga kan butuh ruang, jadi jangan heran kalau piyama lama kamu nggak bisa dikancing. Besok kita beli piyama yang ukurannya lebih besar, ya?” katanya sambil mengelus perut Hema dengan lembut, seakan ingin meyakinkan tidak hanya istrinya, tapi juga bayi kembar yang ada di dalam kandungan Hema.
Mendengar itu, Hema mengangguk pelan, namun sorot matanya masih penuh tanya. “Jadi aku nggak kelihatan gendut?” tanyanya lagi, kini dengan nada penuh harap. Ia menatap Jevran dari pantulan cermin, mencari kepastian di mata suaminya.
Jevran tersenyum, kemudian beralih dari belakangnya, menggenggam kedua bahu Hema agar ia berhadapan langsung dengannya. “Mau kamu gemuk, kurus, atau bagaimanapun, kamu tetap Hemaku yang cantik,” ujarnya sambil menangkup pipi Hema yang kini mulai terlihat lebih berisi. “Dan aku tetap cinta sama kamu, dengan atau tanpa perubahan ini.” Jemarinya mengusap pipi Hema dengan lembut, membuat wajah istrinya perlahan memerah.
“Kamu lagi hamil, jadi ini semua wajar. Kamu sekarang makan untuk Jovi dan Javi, anak kita. Mereka butuh nutrisi, jadi berat badan kamu bertambah karena itu, bukan karena kamu gemuk,” lanjut Jevran seraya mencium hidung Hema dengan lembut, membuat Hema tertawa kecil, merasa sedikit lega dan bahagia.
Namun, mendengar kata “piyama baru,” Hema mendadak menggeleng, membuat Jevran mengerutkan dahi, bingung. “Nggak usah beli piyama baru,” ujarnya lirih.
Jevran semakin heran dan tertawa kecil. “Loh, kenapa nggak? Bukannya tadi kamu bilang nggak nyaman kalau nggak bisa dikancing?” tanyanya sambil terkekeh pelan, penasaran.
Hema menggigit bibirnya lagi, seolah sedang menahan malu, matanya melirik ke arah bawah sambil memegang ujung kemeja besar yang dikenakannya. “Aku… aku suka pakai kemejamu. Baunya… seperti kamu, nyaman,” gumamnya pelan, berusaha menyembunyikan wajahnya yang mulai merona, tak ingin Jevran melihat betapa malunya ia mengakui hal itu.
Jevran tertawa kecil, semakin merasa gemas dengan istrinya. “Jadi itu alasannya kenapa kamu selalu minta kemeja yang udah aku pakai, bukan yang baru dicuci?” tanyanya sambil tersenyum jahil, lalu mencondongkan tubuhnya sedikit, memandangi wajah Hema yang semakin merah karena malu.
“Jevran...” rengeknya pelan, namun Jevran hanya tertawa semakin keras, jelas puas melihat Hema yang tersipu-sipu seperti itu.
Jevran menarik Hema semakin dekat, menatapnya dalam-dalam. “Tidak apa-apa, sayang. Aku suka lihat kamu pakai kemejaku. Kamu malah jadi terlihat lebih seksi,” godanya dengan nada lembut, membuat Hema melotot kaget, bahkan sampai telinganya ikut memerah mendengar ucapan suaminya itu.
Jevran terkekeh sebelum melanjutkan dengan nada menggoda, “Aku jadi ingat, kata dokter kan sebenarnya nggak masalah kalau aku ingin menengok Jovi dan Javi… tahu kan maksudku?”
![](https://img.wattpad.com/cover/378837483-288-k920319.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
From Eyes to Heart [JAKESEUNG]
RomanceBerawal dari Denis, yang memberikan tantangan kepada Hema, Ansel, dan Juan untuk mengusir rasa bosan di jeda mata kuliah mereka. Tantangan gila ini seharusnya hanya menjadi sekadar iseng-iseng di antara mereka-tepatnya Hema, Ansel, dan Juan. Tidak a...