Chapter 30

1.5K 111 34
                                    

"Terima kasih, sayang... aku mencintaimu," bisik Jevran lembut, sambil mencium kening Hema yang masih berkeringat setelah perjuangannya melahirkan. Hema baru saja melahirkan bayi kembar mereka, dua malaikat kecil yang sudah lama dinantikan, Jovi dan Javi. Tangisan kedua bayi itu mengisi ruangan dengan suara yang melambangkan awal kehidupan baru bagi mereka berdua.

Dokter tersenyum lalu meletakkan bayi pertama, Jovi, di dada Hema yang terbuka. Bayi kecil itu bergerak pelan, seakan sudah tahu bahwa ia berada dalam dekapan yang hangat dan aman. Di sisi lain, Javi, si bayi kedua, sudah dibungkus kain lembut dan kini digendong oleh Jevran.

Hema menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca dan senyum lembut. Ia tidak bisa menahan tawa kecil saat melihat Jevran yang terisak sambil menimang Javi di pelukannya. Di mata Hema, melihat sosok suaminya menangis karena bahagia adalah momen yang tidak akan pernah ia lupakan. Ia mengalihkan pandangannya ke Jovi, bayi kecil yang terlelap dengan tenang di atas dadanya. Wajah Jovi yang masih merah kecil begitu damai, membuat hati Hema terasa penuh dengan cinta yang tak terhingga. Perlahan, ia menyentuh jari mungil Jovi yang bergerak-gerak, dan dengan lembut ia berbisik, "Selamat datang, sayang..."

***

Kehangatan keluarga begitu terasa saat Riana, ibu Jevran, datang menengok cucu-cucunya. Di hadapan kedua bayi yang terlelap dalam kotak bayi, wajah Riana bersinar dengan kebahagiaan dan kekaguman. "Ya Tuhan! Mereka benar-benar mirip denganmu, sayang, kecuali mata besarnya, yang jelas-jelas milik Hema," ujar Riana, mengamati kedua bayi yang kini tengah tidur pulas.

Jevran hanya tertawa kecil mendengar komentar ibunya. Ia tahu betul bahwa anak-anak mereka membawa kombinasi sempurna dari dirinya dan Hema. Dari cara ibunya menatap kedua cucunya, Jevran bisa merasakan betapa Riana sudah jatuh cinta pada bayi-bayi kecil itu.

Sementara itu, Rahendra, ayah Jevran, mendekati Hema dan menariknya dalam pelukan hangat. Hema membalas pelukan itu dengan lembut, merasa dipenuhi kasih sayang seorang ayah yang selama ini selalu menjadi sosok yang ia hormati. Rahendra, bagi Hema, bukan sekadar ayah mertua, tetapi sudah ia anggap sebagai ayah kandungnya sendiri. "Terima kasih, Nak, karena telah melahirkan versi kecil dari bungsu kami, Jevran," ujarnya dengan suara penuh emosi. "Kalian pasti akan menjadi orang tua yang hebat," tambahnya, membuat Hema tersenyum penuh rasa syukur. Hatinya terasa hangat, terutama saat melihat Jevran yang juga tersenyum padanya dengan tatapan penuh cinta. Di momen itu, Hema merasa bahwa keluarganya kini lengkap, dikelilingi oleh orang-orang yang ia cintai.

***

Kegembiraan di ruang keluarga semakin terasa ramai dengan kehadiran Ansel, Juan, dan Denis, sahabat-sahabat Hema yang sudah tak sabar ingin melihat Jovi dan Javi. Ketiganya hampir berebut untuk mendekat dan melihat wajah kedua bayi itu, hingga tak tahan, Hema akhirnya terkekeh melihat tingkah mereka.

"Minggir, Nis, gantian lah," kata Ansel seraya mendorong bahu Denis agar bisa melihat lebih dekat. Denis menepis tangan Ansel dengan kesal, sambil mengerutkan kening. "Ya, lo aja yang minggir, kan lo bisa lihat nanti. Gue harus balik lagi, sedangkan lo sama Juan tinggal serumah sama Hema. Jangan bikin gue emosi, ya Sel!" balas Denis sambil menatap Ansel dengan kesal. Mendengar alasan itu, Ansel dan Juan hanya mendengus, menyadari bahwa antusiasme mereka tadi membuat mereka lupa bahwa mereka memang tinggal serumah dengan Hema, dan bisa melihat keponakan mereka kapan saja.

"Makanya, cepet nikah biar... aduh aj-hmp!" ucapan Juan terpotong tiba-tiba, Ia melotot kaget saat Denis mencubit lengannya dan segera membekap mulutnya. "Jangan ngumpat, ada ponakan gue, nih!" ujar Denis dengan nada tegas, mengingatkan Juan untuk berhati-hati dengan kata-katanya di depan kedua bayi itu. Juan hanya menggaruk tengkuknya, merasa bersalah tapi tetap tidak bisa menahan senyumnya yang lebar.

"Kalau ngomongin nikah lagi, gue culik juga anak lo," canda Denis, membuat Juan menggerutu kesal. Namun, percakapan itu membuat suasana semakin hangat dengan tawa kecil yang tersebar di antara mereka.

From Eyes to Heart  [JAKESEUNG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang