Maria Pov
"Sorry, untuk typo"
Sudah terhitung hampir dua minggu aku dan juga Ben tidak lagi saling berbicara. Aku hampir tidak bisa bernapas ketika mengingat dia berkelahi dengan Grey dan memukuli wajah pria itu hingga hancur dan menyebabkan beberapa luka yang mengeluarkan darah di beberapa sudut wajahnya.
Aku terdiam di dalam kamar ini lalu mengedarkan pandanganku keseliling kamar yang hening dan redup ini, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan selain merenung dan menangisi isi kepalaku. Terlalu banyak amarah dan juga emosi membuat diriku tidak lagi bisa berpikir dengan jernih, semuanya sangat sulit untukku cerna. This anger felt like it was building up in my soul.
I'm not okay!
Kenapa dia begitu egois padaku?
Aku berusaha mencoba untuk selalu mempertahankanya, sementara dia terus meruntuhkan lagi dan lagi tembok pertahananku.
Aku membenci mengakui semua ini, mengakui jika Ben memang memiliki kontrol atas diriku. Dan aku sangat membencinya, dia membuatku hampir gila! Karena faktanya sampai pada saat ini aku memang masih sangat mencintainya.
The pain he poured out on me has killed all my beautiful dreams about him. Kita bahkan sudah tidak bisa lagi berkominikasi tanpa melibatkan emosi dan juga amarah. Mungkin memilih break sementara dari hubungan rumit ini akan terasa jauh lebih baik untuk kami.
Aku mengusap perlahan air mataku lalu memejamkan kedua mataku sebelum menghela napas panjang.
Entah kenapa malam ini terasa sangat berbeda untuk diriku? kesepian dan juga kesedihan seolah semakin menggerogoti jiwa ini. Seharusnya ini tidak begitu menyakitkan, mengingat aku telah memprediksi sejak awal aku meninggalkan panti, jika aku akan hidup sendiri, melakukan apapun sendiri. Tapi ternyata hidup sendirian tanpa mereka itu tidak semudah yang aku pikirkan.
Kesepian ini semakin meradang, terutama ketika aku merasa sendirian dan membutuhkan seorang teman bicara seperti yang ku rasakan saat ini.
Aku kembali membuka mata dan sengaja membiarkan air mataku jatuh begitu saja. Di hadapan dinding kaca kamar ini aku hanya bisa menatap kosong suasana malam di sekitar apartemen ini.
Sialan! Kenapa aku terus-terusan cengeng seperti ini? Ini benar-benar memuakan. Kenapa aku harus selalu menangisi pria yang bahkan sampai saat ini tidak pernah datang lagi untuk merayu dan meluluhkan kemarahanku? Aku memang mencintainya tapi bukan berarti dia bisa mengontrol hidupku seperti ini.
Aku bahkan tidak tahu bagaimana kabar pria itu karena memang ponselku yang masih berada di tangannya, Tapi kurasa sepertinya dia telah menjalani hidupnya dengan sangat baik. Atau mungkin... tanpa aku tahu dia tengah bermain dan bersenang-senang dengan mantan kekasihnya itu? I don't know and I'm sick of thinking about it.
Sementara Grey, aku tidak pernah melihatnya lagi sejak pertemuan kami terakhir kali di toko es krim itu. Ku harap jika dia baik-baik saja dan memaafkan atas semua kesalah pahaman itu.
Aku kemudian mengedarkan pandanganku ke arah lain, dan menatap sebuah foto yang ku taruh di atas meja rias di dekat tempat tidurku lalu berjalan untuk mengambil bingkai foto tersebut.
"Tristan, I really miss you. I didn't mean to forget you."
Tanpa terasa air mataku kembali jatuh, saat tanganku meraba foto itu, detik itu juga aku berpikir kenapa aku tidak pulang saja ke Chicago untuk menemui Tristan dan mengunjungi rumah panti.
Persetan dengan Ben!
Aku tidak akan berdiam diri dan merenungi lagi apa yang terjadi di dalam hidupku belakangan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANCE OF DARKNESS VENDETTA
Romance⚠️Warning⚠️ • Mature, 21+ • Cerita ini berlatar belakang kehidupan para Gengster atau para Mafia besar juga kejam yang menjurus dengan kekerasan, bahasa kasar, dan juga seksual bebas. • ROMANCE OF DARKNESS VENDETTA• Genre dari cerita ini akan memba...