009• Kecentilan Anza.

22 2 0
                                    

"Mas ngajar dulu, Dek. Mau disini apa kerumah Ummi?"

Anza menatap Alba dengan kesal. "Emang nggak bisa libur dulu gitu?! Baru juga nikah, udah ditinggal aja. Anza juga lagi sakit tau! Tega banget jadi suami," sengitnya tak melepaskan tatapannya pada Alba.

Alba meringis, menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Mas tinggal sebentar, Dek, dua jam paling."

Anza menggeleng. "Gamau pokoknya, Anza gamau ditinggal!" ucapnya melengos, membalikkan badannya memunggungi Alba yang duduk diujung kasur.

Alba menghela nafasnya. "Nggeh mpun, Mas bilang sama Haidar dulu. Biar gantiin jadwalnya Mas buat ngajar," ucapnya.

"Emm."

"Madep sini, Mas mau salim dulu."

Anza membalikkan badannya dan mencium telapak tangan Alba. "Cepet yaa, Anza gamau ditinggal lama-lama," pesannya pada Alba.

Alba tertawa pelan. "Siap, Dek. Mas keluar dulu kalau gitu."

Anza mengangguk pelan. "Bentar, tadi Haidar siapa?" tanya Anza menahan Alba yang ingin berdiri.

"Temen Mas yang ada dipondok," jawabnya.

Anza mengangguk-angguk paham. "Kemaren pas nikahan kita nggak ada?"

"Ada, Dek. Kemaren yang kamu centilin itu Haidar sama temen-temen Mas yang lain," jawabnya sedikit malas.

Anza membulatkan matanya. "Oooo, jadi itu temennya Gus Alba too," gumamnya sambil tertawa mengingat kecentilannya waktu di pelaminan.

Flashback On.

"Waduhh, bisa pingsan gini kalau lama-lama liat cowok ganteng. Perasaan banyak banget cowok ganteng disini," ucap Anza terang-terangan saat Haidar, Adzar, Aidan sedang menyalimi Alba. Tentu saat itu Anza belum mengetahui bahwa itu adalah temen dekat Alba.

Aidan yang mendengar langsung menoleh pada istri temannya ini, ia tersenyum mendengarnya.

Haidar yang ada dibelakangnya pun memukul pelan bahu Aidan. "Istighfar, jangan liatin terus-menerus, dosa," ujarnya pada Aidan.

Aidan meringis pelan. "Astaghfirullah, khilaf." Aidan mengusap wajahnya, ia melirik Alba yang menatapnya tajam.

"Hehehe, afwan. Nggak sengaja, suwer," ucapnya mengangkat dua jarinya.

Alba menggelengkan kepalanya sedikit malas, temannya yang satu ini memang sering khilaf.

"Gapapa si, Gus. Kan cuma liatin, masa gaboleh. Lagian Anza cantik kok, nggak rugi-rugi banget kalau ngeliat Anza," celetuk nya sambil menatap Alba.

Adzar yang mendengarnya beristighfar sambil menggelengkan kepalanya. "Cepetan salamannya, banyak yang ngantri dibelakang," tegur Adzar.

"Aidan noh, lelet." Haidar menyalahkan Aidan.

"Santai-santai, jangan berebut. Dapet kok salam tangan dari Anza," ucap gadis itu sambil tersenyum.

Alba menatap Anza tajam. "Siapa yang salaman sama kamu, Dek?" tanyanya menaikkan satu alisnya.

"Ya ini, cowok-cowok ganteng yang didepan kamu, Gus. Pake nanya lagi, gimana sih!" kesal Anza menatap Alba.

Alba menggelengkan kepalanya. "Bukan mahram, nggak ada salim-salim sama cowok!"

Haidar, Aidan dan Adzar pun menahan tawanya. "Udah, baru halal udah debat aja!" tegur Aidan.

"Kamu pengenyebab nya," ucap Haidar.

Adzar menggelengkan kepalanya, ia menyalimi Alba dan memberikan ucapan atas pernikahan mereka. "Barakallah, Gus, semoga pernikahan kalian menjadi saksi cinta yang abadi di hadapan Allah--"

"Semoga cepet diberi momongan," sela Aidan.

Setelah memberi ucapan selamat secara bergantian, mereka pun turun dari atas pelaminan.

Flashback Off.

Alba mendengus pelan melihat Anza yang tertawa. "Yaudah, Mas keluar dulu."

Anza mengangguk pelan. "Cepet ya, Gus. Anza gamau ditinggal lama-lama," ucapnya sambil mengedipkan matanya.

"Centil banget kamu, Dek."

Anza tertawa. "Biarin, centil sama suami sendiri masa ngga boleh," ujarnya.

"Terus kemaren kenapa centil sama temen-temen, Mas?" tanya Alba.

Anza menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Khilaf, Gus."

"Khilaf terus!"

"Ya namanya juga cewek, umum kalau liat cowo ganteng begitu. Apalagi paham agama, beuhhh."

"Astaghfirullah. Udah, Dek! Mas beneran keluar mau nemuin Haidar."

Anza tertawa. "Lagian sihh...."

Rembulan Bintang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang