Saat ini Alba dan Anza terlihat sedang menata barang-barang juga sebagainya dirumah milik Alba. Mereka tinggal di rumah yang memang masih dilingkungan pondok, tepatnya disamping ndalem.
"Gus, ini rumah kamu?" tanya Anza sambil membuka koper pakaian miliknya.
Alba mengangguk. "Enggeh, Dek," jawabnya sambil membantu menata skincare juga makeup Anza.
"Kenapa masih dipondok rumahnya? Kenapa nggak ditempat lain?" tanyanya sedikit ada nada protes didalamnya.
Baru juga sah menjadi istrinya kau Anza, banyak tingkah.
"Mas kan jadi pengurus pondok ini, biar nggak terlalu jauh. Disuruh Abbi juga," jawabnya sambil menatap Anza sekilas.
Anza menganggukan kepalanya mengerti, tangannya sibuk memasukkan pakaiannya di lemari milik Alba. "Dari kapan, Gus?"
"Baru satu tahunan."
"Pake uang siapa bangunnya? Gus Alba kan masih muda, emang punya uang banyak?" tanya Anza ngawur.
Alba yang mendengar hanya tersenyum saja. "Pastinya pake uang Mas sendiri."
"Gus," panggil Anza, dia membalikkan badan guna melihat Alba.
Alba memutar tubuhnya, menatap Anza. "Hmm, kenapa Dek?"
Anza tersenyum penuh arti, tangannya yang dia sembunyikan dibelakang perlahan ia tampilkan. "Nanti malam pake ini ya, Gus?"
Alba membalikkan badannya langsung. "Astaghfirullah, Dek!"
Anza tertawa lepas, ia berdiri sambil membawa baju dengan kain yang sangat tipis juga terbuka itu. Menghampiri Alba yang terlihat beristighfar berulang kali.
"Bagus tauu, apa mau warna lain? Anza punya banyak, Gus. Bisa pilih sendiri kalau mau," ujarnya sambil menenteng baju haram tersebut.
Alba mendorong tangan Anza agar menjauhkan baju tersebut dari pandangannya. "Dek, simpen dilempari bajunya. Itu punya kamu? Siapa yang ngasih, Dek?"
"Punya Anza lah, siapa lagi!" jawabnya sewot.
"Darimana, kamu beli?" tanya Alba sambil berdehem pelan.
Anza mengangguk. "Iya beli di online kemaren, aku tanya Bunda boleh kok beli bajunya," jawabnya.
Alba memejamkan matanya. "Bunda tau kanu beli baju begitu?"
Anza mengangguk lagi. "Iya, Gus. Beberapa bajunya juga pilihan Bunda malah."
Alba memejamkan matanya, merasa malu.
"Kenapa sih, Gus? Jadinya nanti malem mau pake yang mana?"
"Mending kamu simpen dilemari, jangan pikirin masalah itu. Bentar lagi adzan magrib, siap-siap kita kemasjid. Mas mau mandi dulu," ucapnya lalu berjalan menuju lemari.
Anza langsung menghalangi langkah Alba, mendongak guna menatap Alba yang memang sangat tinggi. Ia hanya sebatas bahunya saja.
Alba menunduk melihat Anza. "Kenapa, Dek?" tanyanya dengan heran.
Anza tersenyum. "Ikut mandi ya, Gus?"
•••°°°•••
Alba dan Anza berjalan beriringan menuju ke masjid. Keduanya menjadi pusat perhatian, bisik-bisik terdengar membicarakan keduanya.
"Apasih bisik-bisik, kalau ngomongin tuh didepan orangnya langsung!" ujar Anza menatap kumpulan santriwati yang berbisik tentangnya.
Santriwati tadi tersenyum dan menundukkan pandangannya, setelahnya pergi meninggalkan mereka.
"Apasih gajelas, btw Anza emang cantik dari lahir," ujarnya tersenyum menjawab bisikan santriwati tadi.
"Lain kali nggak boleh gitu, Dek. Nggak gitu cara negurnya." Alba menunduk sebentar menatap Anza.
"Biarin aja, salah siapa bisik-bisik. Kan bisa ngomong sama orangnya langsung, terus bilang 'Ning Anza cantik yaa' gitu, apa susahnya! Ehh, kenapa tadi Anza dipanggil Ning?" tanya Anza sembari mendongak.
Alba menggelengkan kepalanya. "Nanti Mas kasih tau, sekarang kamu masuk sana, sholat yang bener!"
Anza yang mendengar ucapan Alba cemberut. "Anza kalau sholat bener ya, Gus! Dikira apaan main-main," ucapnya tak terima.
Alba tertawa pelan. "Enggeh, Dek. Yaudah sana masuk, Mas liatin."
Anza mendengus pelan dan berjalan masuk kedalam masjid bagian perempuan, menaiki tangga batas suci ia berbalik menatap Alba. Anza kembali tersenyum dan melambaikan tangannya.
Santriwati atau santri yang melihat mereka terlihat menahan senyum melihat tingkah Anza juga Gus nya.
Alba tersenyum dan langsung menunduk, setelahnya ia menuju bagian laki-laki.
Anza mendudukkan dirinya, menunggu iqomah terdengar. Santriwati disampingnya mencolek bahunya. "Ning Anza bukan, istrinya Gus Alba?"
Anza mengangguk. "Iya istrinya, Gus Alba," jawabnya tersenyum.
"Cantik banget, skincare nya apa Ning kok bisa bening banget?"
Anza yang hendak menjawab tak jadi karena iqomah terdengar. "Nanti lanjut ya abis sholat," ucapnya.
Santriwati tadi yang ternyata Shanum mengacungkan jempolnya. "Siap, Ning."
Ainun juga Hasna yang disampingnya hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Shanum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Bintang
SpirituálníGadis cantik yang sangat unik, mempunyai sifat jahil, tengil, sopan santun yang sangat minus, urakan dan hilangnya urat malu harus dijodohkan dengan seorang Gus tampan yang memiliki sifat kalem, lembut tutur juga hatinya, dan yang pasti akhlaknya pa...