Anza menatap laki-laki didepannya dengan intens, merasa kagum dengan ketampanan yang dimilikinya. Lain dengan laki-laki tersebut yang merasa tak nyaman ditatap intens.
"Ganteng banget sih, mau dong jadi istrinya, hehehe," ujarnya dengan terkekeh pelan.
Jihan yang duduk disampingnya pun mencubit pelan paha sang putri. "Bunda bilang apa tadi? Jaga sikap!"
Laki-laki tersebut menatap Anza sebentar, lalu kembali menundukkan pandangannya.
"Anjay, matanya tajem gitu, ganteng bangett!"
"Astaghfirullah." Sontak yang mendengar ucapan Anza pun langsung beristighfar.
Hasbi meringis pelan melihat kelakuan putrinya dan tertawa pelan. "Kelakuan Anza dari dulu memang belum berubah Murr," ujarnya menatap sahabatnya- Murran Alganzala.
Murran terkekeh. "Maklum aja masih remaja, setelah ini In Sya Allah Alba bisa membimbing Nduk Anza kejalan yang lebih baik lagi," ucapnya membuat laki-laki disampingnya menatap sang Abbi dengan raut bertanya.
"Apa maksudnya Abbi?" tanya laki-laki tersebut yang sedari tadi diam- Ganzala Bayan Albasya.
"Nanti kamu juga tau Lee," ucap Umminya menyaut- Adiba Almerra.
Anza menatap ketiga orang asing didepannya dengan penasaran. "Kenapa sih?"
"Nanti kamu tahu Nduk," jawabnya sama.
Anza berdecak. "Apasih, tinggal ngomong aja padahal," ucapnya kepalang penasaran.
Kedua pasangan itu menatap Anza dengan senyum tipisnya, sudah tak heran dengan sifat anak dari sahabatnya. Namun, lain dengan Alba yang terlihat kurang suka.
"Gimana keadaanmu, sudah mendingan?" tanya Murran menatap sahabat dari kecilnya.
"Alhamdulillah sudah mendingan setelah operasi," jawab Hasbi.
"Semoga Allah cepat mengangkat penyakit tumor sampean."
"AAMINN!" teriak Anza mengagetkan semuanya, yang sontak menatap Anza terkejut.
"Astaghfirullah, Anza!!" tegur Jihan.
Anza meringis pelan lalu terkekeh. "Maaf, Bun. Lagian kan ada yang doain Ayah, salah gitu kalau diaminin?"
"Nggak salah, yang salah itu kamu. Pelan kan bisa, nggak perlu teriak gitu! Nggak malu sama Gus Alba?" ucap Jihan.
Anza menatap Alba yang kebetulan sedang menatapnya, namun Alba langsung kembali menundukkan pandangannya setelah Anza melihatnya. "Enggak, ngapain malu? Anza pake baju kok."
Adiba tertawa pelan mendengar jawaban tak terduga dari Anza. "Kamu itu lucu, Nduk," ujarnya menatap Anza dengan tersenyum.
Anza yang mendapat pujian itupun tersenyum sombong. "Jelas! Anza emang lucu dari lahir."
"Sudah-sudah, kita langsung omongin saja intinya?" lerai Hasbi.
Ketiga orangtua tersebut mengangguk sebagai jawaban.
Hasbi menatap Alba dan Anza bergantian. "Ayah berniat menjodohkan kalian berdua, Anza, Alba."
Hening sempat melanda, sebelum.
"YESS, kapan nikahnya Ayah?!"
Alba dan kedua pasang suami-istri itu menatap Anza tak terduga, tak lama mereka pun tersenyum bahagia. Kecuali Alba yang yang hanya diam membisu.
"Kamu setuju, Nduk?" tanya Murran.
Mendapat pertanyaan itu, Anza pun mengangguk antusias. "Setuju lah! Ganteng gini masa dianggurin," jawabnya dengan menatap Alba centil dan mengedipkan satu matanya.
"Astagfirullah," gumam Alba yang mendapat perlakuan seperti itu, lainnya menahan tawa saat melihat Alba terlihat kikuk.
"Alhamdulillah kalau kamu setuju, Nduk," ucap Adiba dengan senyuman yang terlihat bahagia.
Jihan menatap Adiba. "Kita jadi besan, Bun!" ucapnya tertawa pelan.
Adiba mengangguk dan ikut tertawa. "Alhamdulillah yaa."
Murran beralih melihat anaknya. "Kamu gimana, Lee. Setuju mboten?" tanyanya.
Alba meremas tangannya, sebenernya ia kurang suka dengan perjodohan ini. Anza memang gadis cantik, apalagi dengan balutan abaya hitam dan jilbabnya, namun Alba kurang menyukai sifat Anza yang terlihat urakan tak sopan.
"Gus Alba, udah punya pacar ya?" tanya Anza yang melihat Alba terdiam.
Alba berdehem pelan karena merasa tenggorokannya tercekat. Namun, Anza menangkap lain arti tersebut.
Rautnya yang antusias langsung berubah cemberut. "Yahh, gajadi nikah sama Gus Alba," ucapnya dengan cemberut, badannya ia senderkan pada tubuh Bundanya. Mereka pun tertawa pelan, kecuali Alba yang masih terdiam.
Jihan mengelus kepala Anza dengan sayang.
"Gimana, Lee?" tanya Adiba menahan senyumnya saat melihat tingkah Anza.
Alba kembali berdehem pelan, matanya bergulir. Menatap Hasbi yang terbaring, kemudian beralih menatap Jihan, dan matanya berhenti pada Anza yang menunduk cemberut.
"Lee?"
Alba langsung mengalihkan pandanganya menatap Abbinya, terdiam sebentar. Tak lama kemudian Alba mengangguk. "Bismillah, Albi ikut Abbi aja gimana baiknya," jawabnya.
"Mau?"
Anza menatap Alba yang menunduk, penasaran dengan jawabannya.
Alba menghela nafasnya pelan, tak lama kemudian ia mengangguk. "Nggeh Abbi, Alba setuju."
Anza menahan senyumnya mendengar itu, ia mengeratkan pelukannya pada sang Bunda.
"Alhamdulillah!"
"Kapan nikahnya?" tanya Anza, gadis itu urat malunya memang sudah terputus.
Hasbi mengusap wajahnya pelan. "Sabar, Nak. Kamu itu nggak ada malunya sama sekali," ujarnya menatap putri semata wayangnya.
Anza tertawa pelan. "Kan Anza udah bilang tadi, Anza pake baju. Jadi nggak perlu malu!"
"Kalian gimana maunya?" tanya Jihan pada Anza juga Alba.
"Besok!"
"Hih, ngawur kamu ini." Jihan menatap Anza mendelik, Anza yang ditatap seperti itu hanya tertawa pelan dan kembali menatap Alba.
"Nunduk terus Gus, emang nggak liat ada bidadari cantik disini?"
Alba yang mendengarnya pun menatap Anza sekejap dan kembali menunduk.
"Ishh, emang Anza jelek?"
Adiba yang melihatnya tertawa. "Kamu cantik, Nduk. Alba begitu karena menjaga pandangannya, nggak baik laki-laki dan perempuan yang bukan mahram saling menatap," jelas Adiba.
Anza yang mendengar mengangguk pelan, meski tidak terlalu paham apa yang dibilang Adiba.
"Bulan depan pripun?" Alba berucap setelah memikirkan matang-matang.
"Bagus, cukup buat siapin semuanya." ujar Hasbi.
"Lama banget, Guss!" protes Anza tak terima.
"Niku waktu yang tepat, Dek."
![](https://img.wattpad.com/cover/379332031-288-k663783.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Bintang
EspiritualGadis cantik yang sangat unik, mempunyai sifat jahil, tengil, sopan santun yang sangat minus, urakan dan hilangnya urat malu harus dijodohkan dengan seorang Gus tampan yang memiliki sifat kalem, lembut tutur juga hatinya, dan yang pasti akhlaknya pa...