ARWAH CAPER

20 7 1
                                    

“Aku harus renov kamar mandinya sih, salah satunya harus pakai closet, jaga-jaga kalau ada tamu orang tua yang udah gak bisa jongkok. Terus kita juga ganti tangga teras, kita bikin akses buat kursi roda, jaga-jaga juga, terus pintu-pintunya, jendelanya juga, lampu-lampu, dinding luar dalem juga kita cat ulang, tembok pagernya juga...”

Stefani meringis sendiri begitu melihat daftar apa saja yang perlu dia ubah dari rumah yang akan dibelinya itu. “Duit warisanku bakalan habis cuma buat renovasi sama beli perabotan baru.”

“Kan kamu sendiri yang pengin beli rumah bekas pembunuhan.” Balas Surya yang tidur menyamping di sofa panjang rumah kontrakan Stefani, baju lelaki itu tampak begitu santai seolah sedang berada di rumah sendiri, kaos lengan pendek hitam yang dipadukan dengan celana pendek biru muda di atas lutut.

Stefani memanyunkan bibir, menaruh pulpennya di atas meja sebelum menaikkan kedua kakinya ke atas sofa, duduk bersila. “Aku gak masalah tau kalau rumahnya emang berhantu, selagi aku gak macem-macem juga pasti gak akan diganggu, terus nih ya, rumahnya tuh beneran strategis banget, deket jalan raya, deket ke mana-mana.”

Surya menghela napas pelan, dia tahu sekeras kepala apa pacarnya itu, kalau sudah punya keyakinan seyakin itu, mau Surya bujuk sampai pingsan pun Stefani tak akan berubah pikiran. “Kalo semisal beneran jadi beli rumahnya, sebelum renov, minta rumahnya didoain dulu, biar yang di situ gak ngamuk tiba-tiba rumahnya diobrak-abrik.”

Selang beberapa hari, Stefani pun akhirnya membeli rumah lama milik salah satu kerabat Sultan itu. Setelah semua perabotan lama dari rumah itu dipindahkan oleh Sultan entah ke mana, Stefani pun mulai membuat ancang-ancang kapan rumah itu akan direnovasi.

Mengikuti saran Sultan, Stefani pun mengundang pemuka agama untuk mendoakan rumah barunya, setelah itu kegiatan merenovasi pun dimulai.

Beberapa tukang ditugaskan untuk memperbaiki rumah baru itu, dengan Stefani dan Surya yang sehari sekali datang untuk mengawasi, bergantian. Satu hari, dua hari kerja, semuanya berjalan lancar-lancar saja, lalu di hari ketiga, salah satu tukang melapor pada Surya, bilang kalau seperti ada seseorang yang terus memperhatikan si tukang tersebut saat mengganti closet di kamar mandi, namun saat dia perhatikan sekitar tidak ada siapa-siapa.

“Perasaan bapak aja kali?” Surya percaya dengan aduan si tukang, namun Surya tak mau mengiyakan dan malah membuat si tukang parno sendiri.

“Sumpah, mas, saya gak pernah ngerasa dilihatin selama itu, saya sampe bolak-balik naikin celana, takutnya gara-gara sempak saya kelihatan makanya ada yang lihatin.”

Surya tertawa tampan, menepuk-nepuk pundak si tukang. “Bapak bisa aja, tenang aja, di sini gak ada apa-apa kok.”

Keluhan lain pun juga didapat oleh Stefani dari tukang lainnya, mereka bilang kalau kuas dan tempat cat yang mereka pakai tiba-tiba berpindah tempat sendiri, padahal mereka yakin kalau tempat cat dan kuas yang mereka pakai selalu ada di dekat mereka.

“Bapak-bapak udah pada doa belum sebelum masuk sini?” Tanya Stefani, yang malah buat para tukang yang melaporkan aduan padanya jadi merasa aneh.

“Harus ya mba?”

“Gak harus sih hehe. Perasaan bapak aja kali kuasnya pindah, besok makanan sama camilannya saya stokin yang banyak deh, biar gak kelaperan, kalo laper gitu saya juga sering halu hehe.”

Lalu, sekitar 2 minggu, akhirnya rumah baru Stefani pun jadi terlihat lebih berbeda dari sebelumnya, dinding luar yang sudah berubah dari putih ke dusty blue, dinding dalam rumah dengan baby bluenya, intinya rumah itu kini didominasi dengan warna biru muda kesukaan Stefani.

Semua perabotan baru pun sudah tertata rapi di dalam rumah sesuai dengan yang dia mau, tampilan dalam rumah itu sudah sangat berbeda dari tampilan sebelumnya. Sangat Stefani sekali.

rumah ft. yoon dowoon, park sungjin (au)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang