“Yang, masa tadi pagi ada mas-mas indigo mampir ke sini.” Curhat Stefani pada Surya yang siang ini main ke rumah Stefani, dengan Doni yang juga ada di sana, duduk di atas rak buku putih satu setengah meter di samping sofa, turut menyimak percakapan dua sejoli yang masih lengkap jiwa beserta raganya itu.
Surya mematikan ponselnya, menaruh benda itu di atas meja dan mengutamakan fokusnya pada sang pacar yang tiba-tiba menyebutkan "mas-mas" lain.
“Mas-mas indigo gimana?”
Doni kalau boleh jujur merasa lucu dan heran dengan posisi Stefani dan Surya setiap duduk di sofa sana. Sofa panjang itu hanya punya tiga bagian dan dua orang itu selalu duduk di dua ujungnya, belum pernah sekalipun Doni melihat dua orang ini duduk berdekatan, momen paling dekat yang pernah Doni lihat dari mereka hanya ketika Surya diminta oleh Stefani untuk menginap dan Surya menaruh kedua kakinya di atas pangkuan Stefani, hanya itu saja. Lucu, kan? Orang pacaran bukannya taruh kepala di pangkuan, eh ini malah kaki.
Stefani yang ada di ujung sofa dengan kaki bersila itu memandang Surya, wajahnya tampak serius. “Katanya dia bisa lihat sosok yang mati di sini.”
“Eh? Serius?”
“Iyaa, katanya dia juga orang RT sini juga, heran ngiranya rumah ini cuma direnovasi aja biar cepet laku, gak taunya udah ada yang beli.”
“Hemm.. Terus?”
“Terus aku kasih tau aja kalo rumahnya udah aku beli. Katanya juga aura rumahnya masih aneh meskipun udah direnov, terus nih, pas aku bilang kalo kita stay positif pasti energinya bakalan positif eh katanya mungkin karena aku gak tau wujudnya aja makanya bisa ngomong gitu.”
Wajah julid Surya langsung terpampang nyata. “Dih? Apaan deh? Gak jelas gitu.”
“Kaaan! Oh iya, terus dia juga ngomong kalo semisal ada apa-apa bisa minta tolong ke dia juga. Aku langsung asal nanya dong, emang masnya dukun? Terus dia sambil nyengir bilang bukan, tapi katanya bisa lihat sama ngobrol dikit-dikit.”
Surya menggeleng-gelengkan kepala, Doni juga lalu bersamaan mereka menyebut kalau Willy, “Aneh.”
“Kan! Aneh banget! Aku yang waktu itu masih ngantuk langsung terheran-heran dan batal ngantuk.”
“Ckckck,” Surya mendecak sambil menggelengkan kepala, “eh tapi kamu udah makan belum?”
“Belum, kenapa?”
“Nyari rawon mau gak? Aku pengin rawon.” Cengir Surya.
“Oh, mau mau! Aku ganti baju dulu!”
Melihat Stefani yang begitu semangat diajak untuk makan rawon, Doni tanpa sadar menelan ludah, dia jadi teringat bagaimana enaknya rawon di saat dia masih hidup dulu.
Kira-kira... Gue bisa ikut mereka gak ya? Sumpek juga di rumah terus... Bisa gak ya gue keluar?
Tak lama, sosok Stefani dengan baju santai layak dipakai untuk jalan-jalan keluar pun muncul dari balik pintu kamar, sambil memasukkan ponselnya ke dalam sling bag kecilnya dia berjalan menuju pintu, menunggu Surya yang baru mematikan televisi.
Doni turun dari atas rak buku, dia mengekori Surya dan Stefani yang kini berjalan menuju mobil Surya yang diparkir di depan garasi rumah. Dengan harapan tinggi Doni berharap kalau dia bisa turut serta ikut mereka mencari rawon.
Doni masuk menembus body mobil, mengambil duduk di kursi penumpang belakang selagi menunggu Stefani menutup dan mengunci gerbang.
Begitu Stefani masuk ke dalam mobil, duduk di sebelah Surya, Doni pun menutup kedua mata, berharap kalau jiwanya bisa ikut dibawa oleh mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
rumah ft. yoon dowoon, park sungjin (au)
Fanficsetiap rumah pasti punya ragam cerita, termasuk rumah murah yang dibeli oleh stefani dengan uang warisannya. 27 OKTOBER 2024