‼️‼️Semua situasi yang terjadi di chapter ini hanya fiktif ‼️‼️‼️
***
ISTANA KEPRESIDENAN
Di depan meja kotak berukuran lebar yang terdapat lambang bendera negara Indonesia, tampak duduk seorang pria tua di atas kursi besar warna hitam dengan wajah tegang.
Dia adalah orang nomor satu di pemerintahan.
Tangannya terus memijat halus keningnya yang sudah berkerut di makan usia.
"Pak, kondisi Natuna saat ini sudah panas. Pasukan dari negara mereka sudah berada di lokasi dan sedang beradu tembak dengan prajurit angkatan darat." Lapor menteri kepada presiden.
"Bagaimana dengan pasukan laut dan udara?" tanya presiden masih dengan wajah tegang.
"Mereka menghalau serangan yang dikirim lewat laut dan udara tapi situasi kritis benar-benar dihadapi oleh pasukan darat. Mereka menggempur habis-habisan pasukan darat."
Wajah presiden semakin tegang bahkan untuk bernafas pun rasanya sulit.
"Dua negara itu benar-benar bekerja sama dan pasti sudah merencanakan penyerangan mendadak ini jauh hari," ucap pak presiden sembari mendesah pelan.
"Mereka begitu ingin menguasai minyak dan gas yang ada di kepulauan tersebut," lanjut presiden.
Kepala menteri tersebut mengangguk.
"Mereka berpikir kita bodoh." Presiden lalu melirik ke arah ajudannya.
"Hubungi ketua PBB. Katakan padanya untuk memerintahkan dua negara itu menarik mundur pasukannya atau kita akan menarik mundur pasukan perdamaian yang kita kirim atas nama PBB." Perintah presiden tidak main-main.
"Siap, Pak!" ucap sang ajudan langsung bergerak menjalankan perintah dari atasan.
Setelah itu, pancaran mata dari presiden menatap pembantu kabinetnya begitu berkobar.
"Setelah ini, panggil tiga jenderal tinggi dari darat, laut, dan udara.
"Mereka harus mempertanggung jawabkan kelalaian hingga bisa membiarkan pasukan musuh lolos begitu saja." Presiden menopang tangan pada dagu.
Dia memberikan tatapan penuh kecurigaan pada menteri yang kini sudah berkeringat dingin.
"Saya curiga. Ada salah satu dari mereka yang berkhianat dan bekerja sama dengan musuh.
"Mereka sengaja memberikan akses masuk untuk tentara lawan dapat menerobos ke wilayah kita tanpa terjadi penangkapan."
Penuh amarah menyala, presiden menggebrak keras meja yang ada di hadapannya dan membuat tubuh menteri terjengkat kaget.
"Lakukan sidang darurat dan seret semua yang terlibat pada penyerangan pagi ini!" hardik presiden dengan hembusan nafas yang memburu dan cepat.
Menteri yang sejak tadi sudah merasakan sekujur tubuhnya menggigil, hanya bisa mengangguk patuh dan segera berkoordinir dengan tiga petinggi angkatan agar segera bersiap untuk melakukan sidang darurat.
Tidak lama setelah menteri tersebut keluar dari ruangan presiden, ajudan presiden berlari menghampiri tuannya.
"Bagaimana?" tanya presiden.
"Pihak PBB sangat kaget mendengar penyerangan ini. Mereka akan segera memaksa dua negara itu untuk segera menarik mundur pasukannya atau keduanya akan diberi sanksi peringatan."
Presiden berdecak murka.
"Kenapa harus ada kata segera," gumamnya dan langsung menghubungi pihak PBB untuk sekarang juga beri perintah kepada dua negara bandel itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELANG
RomanceElang Putra Dirgantara Anak dari Satria Putra Caraka (SPECIAL FORCES & KETUA BEM) Konflik antara Indonesia dengan negara tetangga kembali pecah. Perebutan wilayah kembali dilakukan oleh pihak negara tersebut yang ingin mengklaim bahwa pulau Natuna...