Setelah perbincangan selesai, Pak Prabowo mengisyaratkan bahwa mereka dapat melanjutkan pekerjaan mereka. Dengan langkah yang tenang, mereka semua keluar dari ruangan. Suasana di luar ruangan terasa lebih hidup, meskipun kehadiran Pak Prabowo menciptakan aura ketenangan di sekeliling mereka.
Rizky dan Agung tidak bisa menahan diri. "Jadi, apa sih yang bikin Aruna ini begitu spesial?" tanya Rizky, menatap Rajif dengan penuh rasa ingin tahu.
Agung menambahkan, "Iya, kan kamu yang kenal dia dari SMA. Dia beneran kayak apa? Seperti yang di video itu? Suara dia keren banget!"
Rajif tersenyum mendengar pertanyaan-pertanyaan tersebut. "Dia memang berbakat dan punya banyak prestasi, tapi dia juga sangat rendah hati. Aruna selalu berusaha membantu orang lain. Kita pernah bersama dalam beberapa proyek sosial, dan dia selalu punya ide-ide cemerlang. Tetapi, itu waktu yang sebentar."
"Maksudmu sebentar?" tanya Rizky penasaran.
"Iya, soalnya dia lulus duluan," jawab Rajif sambil tersenyum kecil.
"Loh? Dia ini kakak kelasmu atau apa?" tanya Agung penasaran.
"Iya, dia kakak kelasku. Kita dulu bersahabat, kau tahu?" jawab Rajif.
Mendengar itu, Agung hanya mengangguk. Rizky yang sedari tadi diam pun bertanya kembali.
"Anw, proyek sosial? Seperti apa?" tanya Rizky, semakin penasaran. "Kamu bisa kasih tahu kita lebih banyak tentang pengalaman kalian?"
Rajif mengangguk. "Kita pernah bekerja sama dalam penggalangan dana untuk anak-anak di panti asuhan. Dia punya cara unik dalam mendekati orang, jadi semua orang nyaman dengan dia. Dia mampu menginspirasi semua orang untuk berkontribusi."
Agung, yang semakin bersemangat, bertanya, "Kalau dia diajak ke sini, kamu yakin dia mau? Mungkin dia punya agenda lain atau proyek lain yang sedang dia jalani."
"Kalau ada kesempatan, pasti mau," jawab Rajif. "Dia sangat peduli dengan isu-isu sosial, dan kami memiliki visi yang sama. Lagipula, bekerja di sini pasti bisa membuka lebih banyak peluang untuk dia."
Rizky tidak berhenti, "Tapi, apa kamu yakin dia akan cocok dengan tim kita? Dia terlihat sangat berkarisma dan memiliki banyak bakat. Apa tidak takut dia lebih menonjol daripada yang lain?"
Rajif tersenyum. "Saya rasa kehadirannya justru bisa membawa energi baru ke dalam tim. Dia tidak hanya berbakat, tetapi juga tahu bagaimana bekerja sama dengan orang lain."
Rizky dan Agung terus membayangkan berbagai kemungkinan tentang bagaimana kehadiran Aruna bisa mengubah dinamika tim. Mereka berdua tampak bersemangat.
"Kalau dia bergabung, pasti suasana kerja jadi lebih hidup, ya?" ujar Rizky dengan semangat. "Dia kelihatannya bisa jadi jembatan yang baik antara kita dan pihak lain."
Agung mengangguk setuju. "Iya, dan lihat saja rekaman suara dia di video itu. Suaranya bisa bikin orang betah dengerin! Kita bisa lebih kreatif dalam presentasi jika dia terlibat."
Rajif merasa semakin antusias. "Mari kita coba hubungi dia. Jika Pak Prabowo setuju, saya yakin Aruna akan terbuka untuk berdiskusi."
Mereka semua sepakat untuk mengupayakan kesempatan itu, bersemangat membayangkan bagaimana kehadiran Aruna bisa memberikan warna baru dalam tim. Rajif merasa tanggung jawab untuk menjembatani pertemuan ini, tahu bahwa mengenal Aruna dari dekat akan memberinya keuntungan dalam mendekati kesempatan ini, dan dia bersiap untuk menghubunginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
woven fates | MT
FanfictionDi Jakarta yang sibuk, Aruna Sarasvati Amartya, seorang psikolog berbakat dengan catatan akademis yang luar biasa, ditunjuk sebagai salah satu posisi yang sangat tepat di bawah pimpinan presiden Prabowo Subianto. Terlepas dari prestasinya di bidang...