Mayor Teddy berdiri di eskalator dengan pikiran yang berkecamuk setelah pertemuannya yang singkat namun mencolok dengan gadis itu. “Dia Aruna kan?” pikirnya lagi, mencoba mengingat wajahnya yang baru saja dilihat. Namun, dengan cepat, ia mengalihkan pikirannya ke ayahnya yang sedang dirawat di rumah sakit. Meski demikian, rasa ingin tahunya tentang gadis itu tidak bisa diabaikan.
Setelah beberapa saat, Teddy melanjutkan perjalanannya ke ruang perawatan, di mana ayahnya terbaring di ranjang. Ruangan itu sunyi, hanya ada suara monitor yang mengukur detak jantung. Teddy menyapanya dengan lembut, “Bagaimana kabar, Pak?”
Ayahnya, meski lemah, tersenyum. “Ted, kamu datang juga. Sudah kubilang, aku tidak apa-apa. Jangan terlalu khawatir.”
Teddy mengangguk, tetapi pikirannya masih terjebak pada Aruna. “Pak, di rumah sakit ini, ada seorang dokter bernama Aruna. Apakah kamu tahu siapa dia?”
Ayahnya mengerutkan dahi, berpikir sejenak. “Aruna? Aku sepertinya pernah mendengarnya, tapi dimana ya? Kenapa kamu menanyakannya?”
Teddy menggelengkan kepala, berusaha menyembunyikan rasa penasaran. “Oh, tidak ada apa-apa. Hanya penasaran.” Ia merasa konyol telah terpengaruh oleh pertemuannya yang singkat dengan Aruna, tetapi rasa ingin tahunya tidak kunjung padam.
Sementara itu, Aruna bergegas menuju ruang kerja ayahnya. Dia baru saja menerima pesan dari ibunya, dan merasa bersalah karena tidak bisa lebih sering mengunjungi ayahnya. Saat melintas, dia merenungkan insiden di eskalator. “Kuharap orang itu baik-baik saja. Tadi aku harus lebih berhati-hati,” pikirnya.
Dalam perjalanan, Aruna bertemu beberapa rekan kerja yang menyapanya. Di sisi lain, Teddy melanjutkan pembicaraan dengan ayahnya, mencoba mengalihkan perhatian dari Aruna.
“Jadi, sudah ada rencana untuk perawatan selanjutnya?” Teddy bertanya sambil berusaha fokus.
“Ya, dokter akan menjelaskan semuanya. Aku percaya padanya,” jawab ayahnya, lalu melanjutkan, “Tapi, cukup tentang aku. Bagaimana dengan pekerjaanmu? Apa ada yang baru?”
Teddy mengangguk, berusaha mengalihkan pikirannya dari Aruna. “Kami sedang dalam proses mendatangkan anggota baru ke tim, seorang wanita bernama Aruna.”
“Aruna? Keren! Aku pernah mendengar tentang dia. Dia sangat berbakat,” ayahnya menjawab dengan antusias. “Kamu pasti senang jika dia bergabung.”
Teddy mengangguk, tetapi hatinya tidak sepenuhnya setuju. Dia merasa terpecah antara fokus pada pekerjaannya dan rasa ingin tahunya terhadap Aruna. Selesai berbincang, Teddy memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut tentang Aruna.
Sementara itu, Aruna yang telah selesai menjenguk ayahnya, merasakan ada sesuatu yang aneh dalam perasaannya. “Kenapa ya, rasanya aku pernah melihat orang itu sebelumnya?” pikirnya. Namun, dia segera menggelengkan kepala, mengalihkan fokusnya pada tugas yang harus diselesaikan di rumah sakit.
Saat Teddy meninggalkan rumah sakit, dia tidak bisa menghindari rasa ingin tahunya. “Aku harus mencari tahu lebih banyak tentang Aruna,” gumamnya pada diri sendiri. “Entah bagaimana, aku ingin mengenalnya lebih baik.”
Dalam perjalanan pulang, Teddy kembali memikirkan pertemuannya dengan Aruna. “Jika dia ada di sini, berarti dia memiliki keterkaitan dengan tempat ini. Apa dia mungkin bekerja di rumah sakit ini?” pikirnya. Dan dengan harapan untuk bertemu lagi, dia mempercepat langkahnya, bertekad untuk tidak melewatkan kesempatan berikutnya.
- hola, apa kabar?
KAMU SEDANG MEMBACA
woven fates | MT
FanfictionDi Jakarta yang sibuk, Aruna Sarasvati Amartya, seorang psikolog berbakat dengan catatan akademis yang luar biasa, ditunjuk sebagai salah satu posisi yang sangat tepat di bawah pimpinan presiden Prabowo Subianto. Terlepas dari prestasinya di bidang...