III

135 18 1
                                    

Rajif duduk di sudut ruang tamu apartemennya, pandangannya terfokus pada layar ponsel yang bergetar. Sudah beberapa kali ia mempertimbangkan untuk menghubungi Aruna. Dia merasa semangat sekaligus gugup. Meskipun mereka sudah berteman dekat di masa sekolah, banyak hal yang telah berubah sejak lulus. Dia tahu bahwa Aruna kini tengah berkecimpung dalam berbagai proyek sosial dan menjadi sosok yang sangat dihormati di kalangan teman-teman seprofesinya.

Setelah menghirup napas dalam-dalam, Rajif membuka kontak Aruna di ponselnya. Jari-jarinya terasa kaku saat ia mengetik pesan.

“Hey, Aruna! Ini Rajif. Gimana kabarmu? Ada waktu untuk ngobrol?”

Dia menunggu beberapa detik, lalu mengirimkan pesan itu. Hatinya berdegup kencang. Apakah Aruna masih ingat saat-saat mereka bersama? Mereka sering berbagi tawa dan ide-ide cemerlang ketika mengerjakan proyek sosial. Rajif merindukan kehadiran Aruna dalam timnya, terutama setelah mendengar rencana Pak Prabowo untuk mengajak Aruna bergabung.

Beberapa menit berlalu, dan Rajif mulai merasa gelisah. Ia berdiri dan berjalan mondar-mandir di ruang tamunya, membayangkan semua kemungkinan yang bisa terjadi. Apakah Aruna sudah sangat sibuk dengan pekerjaannya? Atau mungkin dia sudah lupa tentang persahabatan mereka? Namun, saat pikiran negatif itu menghampiri, hatinya membantah—Aruna adalah teman yang selalu siap membantu.

Tak lama kemudian, ponselnya berbunyi. Rajif dengan cepat melihat layar dan tersenyum lebar saat ingin melihat pemberitahuan yang masuk, senyumnya runtuh ketika tahu bahwa itu bukan dari Aruna. Melainkan dari Agung

“Hoy! Sini kebawah! Ngopi kita”

Rajif memutarkan matanya malas . Dia membalas dengan cepat, “Aku kira yang membalas itu Aruna, ternyata kamu toh,gung.”

Setelah beberapa saat menunggu, ia membuka room chat nomor Aruna. Ternyata ceklis satu. Dia yang melihat itu pun bingung, “apa Aruna ganti nomor? Tapi, dia bukan orang yang seperti itu, yang aku tahu dia ini setia dengan nomor teleponnya.”

Rajif pun langsung berjalan menuju lantai 1 karena agung yang terus menerus menelepon nya. “Dia ini ya! Tidak bisakah sabar sedikit?” ujarnya dalam hati. “Lagian kita masih satu rumah, kenapa harus menelepon terus menerus?” Lanjutnya.

Sesampainya di bawah ia langsung menghampiri Agung. “Gung! Ternyata nomor Aruna sudah ga aktif! Kayaknya dia udah ganti nomor deh! Gimana ya, cara mencari tahu nomor nya itu?” Tanya rajif ke Agung.

“Loh? Yasudah nanti kita minta bantuan bang Teddy aja. Dia kan jagonya dalam mencari informasi!” Jawab agung sambil menyerahkan rokok kepada rajif.

“Oke oke, nanti kalau kita bertemu sama bang Teddy kita ajak dia mencari tahu!” ucapan sambil menerima puntung rokok dari agung dan menghisapnya.

Dengan pikiran penuh harapan, Rajif melangkah keluar dari apartemennya, siap untuk mencari tahu semuanya, bersama Rizky, Agung dan mungkin bapak mayor kita yang terhormat. Mengingat bapak mayor kita ini seperti seorang dukun, bisa langsung mengetahui profil seseorang.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
woven fates | MTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang