Mayor Teddy melangkah cepat menuju ruang kerjanya untuk menghubungi Aruna. Dia merasa ada harapan baru dalam tim mereka, dan rasa ingin tahunya semakin membara. Di belakangnya, Rajif, Rizky, dan Agung berdiskusi tentang apa yang akan mereka lakukan jika Aruna bergabung.
“Kalau dia benar-benar datang, kita harus mempersiapkan semuanya dengan baik,” kata Rizky. “Kita bisa buat sesi perkenalan yang seru.”
“Setuju! Dan mungkin kita bisa menunjukkan proyek-proyek yang sedang kita kerjakan,” timpal Agung, membayangkan bagaimana Aruna akan berkontribusi.
Sementara itu, di ruang kerjanya, Teddy sudah memanggil nomor yang tertera. Dia menunggu dengan cemas sambil membayangkan bagaimana Aruna akan beradaptasi dengan tim mereka.
Setelah beberapa dering, terdengar suara di ujung telepon. “Halo, ini Aruna.”
“Selamat pagi, Aruna. Saya Mayor Teddy, ajudan Pak Prabowo. Saya mendapatkan nomor Anda dari beberapa rekan saya di sini. Kami ingin mengundang Anda untuk bergabung dengan tim kami,” kata Teddy dengan nada ramah.
Di ujung telepon, Aruna terdiam beberapa detik, matanya melebar kaget. Ia bahkan sempat melihat layar ponselnya lagi, memastikan kalau ini bukan prank atau salah sambung. Setelah memastikan nomornya benar, ia menarik napas panjang, mencoba meredam keterkejutannya.
“Oh, selamat pagi, Pak,” jawab Aruna akhirnya, suaranya terdengar ragu. “Terima kasih atas undangannya... Tapi, Pak Prabowo? Ini... serius?” tanyanya, setengah tak percaya.
Teddy tersenyum mendengar keraguannya. “Iya, Ibu Aruna, ini benar. Kami melihat potensi besar dalam diri Anda. Pak Prabowo sangat tertarik dengan kontribusi yang mungkin bisa Anda berikan pada tim kami.”
Aruna masih tak sepenuhnya yakin, tapi rasa penasarannya semakin menguat. “Boleh saya tahu lebih lanjut, Pak? Soalnya, jujur saja, ini cukup mengejutkan.”
Teddy tertawa kecil. “Saya paham, Ibu Aruna. Kita bisa jelaskan semuanya saat pertemuan nanti, tapi saya yakin Anda akan cocok di sini. Kalau Anda bersedia, kami sangat berharap bisa bertemu langsung dan berdiskusi lebih lanjut.”
Ketika Teddy kembali ke ruang kerja, wajahnya menunjukkan ekspresi penuh antusias. “Dia setuju untuk datang! Tapi dia juga ingin tahu lebih jelas tentang keperluannya di tim.”
Rajif, Rizky, dan Agung bersorak gembira. “Kita harus mempersiapkan semuanya dengan baik. Kita bisa mulai brainstorming ide-ide untuk memperkenalkan Aruna ke tim!” kata Rizky.
“Dan jangan lupa, kita juga perlu mempersiapkan proyek yang akan ditunjukkan kepadanya. Ini kesempatan kita untuk menunjukkan apa yang bisa kita lakukan,” tambah Agung.
Teddy tersenyum melihat semangat timnya. “Bagus! Ayo kita mulai merencanakan semuanya. Gue juga yakin kehadiran Aruna akan membawa banyak hal positif.”
Mereka bertiga merasa bersemangat, membayangkan bagaimana kehadiran Aruna akan mengubah dinamika kerja tim mereka dan mendorong mereka ke arah yang lebih baik.
- A bit shorter than the last part.
KAMU SEDANG MEMBACA
woven fates | MT
FanfictionDi Jakarta yang sibuk, Aruna Sarasvati Amartya, seorang psikolog berbakat dengan catatan akademis yang luar biasa, ditunjuk sebagai salah satu posisi yang sangat tepat di bawah pimpinan presiden Prabowo Subianto. Terlepas dari prestasinya di bidang...