Nino memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah Karina. Ia sudah memeriksakan keadaan Karina dan dokter mengatakan tidak ada patah tulang atau luka dalam lainnya. Namun, dokter menyarankan jika rasa sakitnya tidak kunjung sembuh dalam tiga hari, Karina harus memeriksakannya lebih lanjut.
"Makasih ya, Mas, udah antar saya ke rumah." Karina berkata sedikit malu-malu. Ternyata pria itu baik sekali. Padahal Karina diperiksa cukup lama, tetapi Nino setia menemaninya dan mendengarkan kata-kata dokter dengan baik.
"Saya juga minta maaf karena saya kamu hampir terluka. Oh, ya, boleh minta nomor telepon kamu?"
"N-nomor?"
Nino mengangguk. "Boleh? Biar saya bisa memastikan sakit di kaki kamu gak tambah parah."
Si Mas mau modus apa, ya? Karina membatin.
"Jadi, kalau tiga hari ke depan sakitnya gak hilang, kita periksa lagi ke dokter. Saya akan tanggung jawab sampai kamu sembuh." Nino menjelaskan alasannya lebih detail.
"Oh." Karina tertawa sumbang. "Ya, udah, mana hp-nya? Biar saya tulis di hp Mas Nino langsung."
Nino menyerahkan ponselnya pada Karina. Lalu, gadis itu menuliskan nomornya di sana.
"Udah ya, Mas." Karina menyerahkan ponsel pada Nino.
Nino tersenyum. "Oke, thanks, ya."
"Saya turun dulu ya, Mas. Ini udah malem, saya takut leher saya digorok sama Mama kalau pulang kemaleman." Karina berkata asal.
Nino terkekeh. Lalu, mengangguk. "Iya." Nino menahan Karina ketika akan turun. "Karin, kaki kamu gak sakit kalau jalan ke depan? Biar saya antar."
Karina mengibas-ngibaskan tangan. "Enggak usah. Bisa jalan sendiri, kok." Karina turun dengan sedikit meringis. Lalu berjalan pincang menuju gerbang rumahnya.
Nino hanya memandangi gadis itu sampai Karina menutup gerbang rumahnya. Dia sempat tersenyum dan Nino membalasnya sambil mengangkat tangan. Setelah itu, Nino melajukan kembali mobilnya.
"Jalan kamu kenapa begitu?" tanya Lia ketika melihat Karina berjalan pincang.
"Tadi kepeleset di tangga, kaki Karin keseleo jadinya." Karina berbohong.
"Mau Mama panggilin tukang urut?"
"Emang boleh?"
"Ya, boleh, masa enggak. Tunggu aja di kamar, nanti Mama telepon orangnya."
"Ya, udah, deh." Karina menurut, ia naik ke lantai dua dengan langkah yang tertatih-tatih. Ia sengaja tidak jujur pada ibunya. Takutnya Lia khawatir berlebihan.
***
Nino tersenyum ketika mendapat pesan dari Karina. Pagi tadi ia mengirim pesan menanyakan bagaimana kabarnya. Karina bilang, semalam kakinya diurut oleh ibu-ibu tukang pijat langganan ibunya. Karina juga bercerita rasanya sakit sekali. Mendapat pesan dari Karina membuat Nino senang.
"Jadi bagaimana pendapatnya, Pak Nino?" tanya Mail yang sedang merencanakan pengembangan aplikasinya.
Namun, Nino ternyata tidak memerhatikan Mail yang sedang memimpin jalannya meeting.
"Pak Nino?" Mail kembali memanggil Nino.
Seseorang di sebelahnya menyenggol pria itu. Dia memberi isyarat jika Mail meminta pendapatnya.
"Oh, gimana, Pak?"
Mail menghela napas pelan. "Saya meminta pendapat Pak Nino untuk peluncuran aplikasi baru bulan depan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Cinta Bang Mail
RomansaKarena serampangan, ucapan Karina terkabul ketika meminta menikah saja karena lelah dengan skripsinya. Ia mendadak dijodohkan dengan pria yang memiliki jarak usia hampir sepuluh tahun dengannya. Adalah Ismail Hardi Winarta, pendiri perusahaan Start...