The Danadyaksa Residence berdiri megah dengan sistem keamanan yang sulit ditembus. Bahkan jika kamu datang ke meja frontliner dengan kartu keluarga sebagai bukti hubungan darah dengan pemilik unit, izin masuk tetap takkan diberikan. Liliana menggerutu tentang betapa konsistennya keluarga Danadyaksa menjual keamanan privasi sebagai strategi pemasaran sejak belasan tahun lalu. Perusahaan pengembangan milik keluarga Ardhitomo, yang kini dikelola oleh papanya, bahkan tak bisa konsisten dengan apa yang mereka janjikan. Tapi Danadyaksa? Itu cerita berbeda.
Sebagai seorang Ardhitomo, meski bukan anak kandung dari istri pertama, Liliana merasakan ketidakberdayaan. Nama Ardhitomo tidak cukup untuk menembus sistem keamanan gedung ini. Kartu aksesnya pun sudah tidak berlaku, mungkin sudah diganti oleh Arlian. Kesialannya tidak berhenti di situ. Adrian, asisten pribadi setia Arlian, sudah memasukkan namanya ke dalam daftar hitam untuk meminta kunjungan ke unit.
"Aksesnya diblokir total!" desahnya frustrasi, sambil menggigit bibir.
Di hadapannya, petugas keamanan menatapnya tanpa ekspresi. "Maaf, Nona. Anda perlu mendapatkan izin dari pemilik unit."
"Sialan! Asisten bodoh itu!" Liliana merutuk, tak peduli pada pandangan petugas yang terkejut. Pelukan Auriga, yang biasanya menenangkannya, kini tak berfungsi. Kepulangannya ke London sudah di depan mata. Lusa, dia harus berangkat dan meninggalkan semua rencana liburannya ke Vienna. Di sampingnya, Josh tampak menikmati Jakarta, menjelajahi setiap sudut kota. Kemarin, dia bahkan menghabiskan seharian di Kota Tua, sementara Liliana masih mencari-cari keberadaan Adrian setelah pria itu menghilang.
"Gue kesel banget sama Danadyaksa. Bisa-bisanya mereka menerapkan sistem blacklist atas permintaan pemilik unit? Terus kalau si pemilik itu masukkan nama presiden ke daftar hitam, manajemen mereka bakal oke-oke aja gitu?" Liliana jatuh ke sofa besar, seolah sofa itu bisa menyerap semua kekesalannya.
Auriga mendongak, menahan tawa. "Kasta Danadyaksa meroket jauh, Na. Apalagi setelah mereka besanan sama pemilik Sirius. Pak Hardian itu memang dari sananya nggak pernah kenal takut, makin jadi di dunia properti."
"Terus, lo nyari siapa di sana? Minta koneksi sama Papilah." Auriga mengalihkan fokus
"NGGAK BISA, GA! Gue udah masuk daftar hitam. Nama Ardhitomo di KTP gue nggak laku sama manajemen mereka." Liliana memotong cepat dengan kedua tangan yang masih terlipat di depan dada. Hari ini usahanya gagal lagi untuk menangkap Adrian, karena setelah mengintai dari luar, dia tidak melihat mobil ber-plat B 0130 AR itu keluar-masuk pelataran apartemen. "lo nggak ada kenalan gitu di Danadyaksa?"
Auriga berpikir sejenak. "Kenal sih sama anak bungsunya Hardian. Tapi, apa dia masih inget gue?"
"Gimana mungkin dia nggak inget teman sendiri?" Liliana menggoda.
"Teman dari les piano pas umur enam tahun, Na," balas Auriga sambil tertawa.
Sialan! Liliana ingin sekali meraup bibir Auriga agar tidak perlu mendengar ceritanya. Siapa yang peduli pada teman masa kecil yang hanya ditemui sekali? Dia sendiri sudah lupa siapa saja teman TK-nya.
"Kata gue sih, lo lebih diam, Ga." Auriga dengan cepat menghindar ketika tangan Liliana sudah terangkat dan hendak memukulnya.
"Udah. Nggak usah marah-marah. Tujuan lo ngajak gue kan, mau makan siang. Udah ah, Na!"
Hari ini Liliana memang sengaja menghubungi Auriga, mengingat mereka sudah lama tidak bertemu. Hal itu karena Liliana terlalu sibuk mengejar Adrian dan Auriga sedang mengurusi kasus perceraian pasangan selebriti yang cukup kontroversial dan cukup ramai di media sosial juga. Sedangkan Joshua Lim, koko itu masih sibuk pergi ke sana-ke mari seakan-akan sudah sangat hafal seluk beluk jalanan Jakarta. Liliana tidak mau mengingatkan lagi pada Josh agar selalu berhati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Lupa Pulang
FanfictionSelama 8 tahun, London tidak membantu Liliana untuk melupakan semuanya. Bukan karena tidak bisa, melainkan karena tidak diizinkan.