Lagu jazz pop terputar begitu Ananta membuka pintu kamarnya. Lagu itu tidak terputar di kamarnya, melainkan kamar Alegra. Hari ini pria itu tidak ada jadwal ke kampus, ia hanya mengambil sesi dengan Pak Adjie, ke sirkuit sebentar lalu pulang. Ananta tahu karena Alegra mengirimnya pesan.
Bertukar pesan, meninggalkan kecupan ringan─Alegra, bukan Ananta─sudah menjadi hal yang biasa. Alegra lebih banyak mengirim pesan dibandingkan dengan Ananta. Perempuan itu hanya membalas dengan ya dan tidak, sedangkan Alegra menceritakan semua kejadian dengan rinci.
Suara perempuan dari lagu ini makin lama terasa semakin sopan masuk ke telinga Ananta. Lagu apa ini? pikirnya.
Ananta menarik gagang connecting door menuju kamar Alegra. Terpampang seorang pria sedang menikmati waktu tenangnya dengan baik. Kepalanya disenderkan pada headboard tempat tidur, kakinya direntangkan lurus dengan masih menggunakan sandal rumah, tangan kanannya ditarik ke belakang sebagai bantuan senderan kepalanya sedang tangan kirinya memegang sebuah buku.
"Hi, there, Sunshine," sapa Alegra.
"Lagu siapa? Enak," jawab Ananta menghiraukan sapaan flirty Alegra.
Alegra bangkit dari posisinya, sekarang ia duduk. "Laufey. Judulnya From The Start."
"Lo dengerin lagu kayak gini? Gue kira cowok kayak lo sukanya dengerin lagu macam alternative rock, paling umum ya One Ok Rock."
"Jangan kebanyakan judge a book by its cover makanya. Dunia itu besar, luas, gak bisa ditebak. Hari ini lo benci sama gue, besok lo bisa jatuh cinta sama gue."
Ananta menyipitkan matanya. "Iya gitu?"
Alegra beranjak dari tidurnya, menghampiri Ananta yang masih diam di posisi yang sama. "Let's find out."
Pria itu mengulurkan tangannya. "Dance with me, Jovanka."
Ananta terkekeh. "Gue gak bisa nari."
"Gue juga. Let's find out kan kata gue," balas Alegra dengan tatapan malas. Berhadapan dengan Ananta tidak bisa dengan satu kali penjelasan bisa diterima, perlu dua sampai tiga bahkan lima kali dulu. "Isi kepala lo tuh apa sih, Ta? Bebal banget perasaan."
"Isi kepala gue?" Ananta malah balik bertanya yang dijawab dengan anggukkan oleh Alegra.
"Terlalu rumit buat dijelasin pakai kata-kata dan terlalu konkret untuk dijelaskan. Bingung, kan? Sama gue juga bingung."
"Ini lo lagi ngelucu apa gimana?" Nada Alegra terdengar murni kebingungan.
Ananta tertawa. "Gue bukan pelawak."
"Siapa juga yang bilang lo pelawak?" balas Alegra tajam.
"So are you dancing or not?" Ananta mengganti topik pembicaraan sebelum pembicaraan ringan seperti ini membuatnya terlarut.
Alegra berjalan semakin mendekat. "Thought you don't want it."
Lagu From The Start tersisa satu menit lagi. Alegra mengambil tangan Ananta dan meletakannya di atas bahunya, sedangkan tangan lainnya ia genggam. Mereka melangkah, berputar, melangkah, berputar sampai kepala Ananta sedikit pusing karena tarian ini jauh dari kata romantis.
"Turns out you really can't," ucap Alegra bercanda.
Ananta memukul dada bidang Alegra sambil tertawa. "Lo juga, ya!"
Mereka tertawa, tersenyum, saling melontarkan komentar konyol, lalu tertawa lagi. Mata Alegra seperti tertarik magnet kuat yang tidak membiarkannya satu detik pun memandang ke arah lain selain Ananta, lantas ia tersenyum. Senyum yang berbicara mewakilkan kata-kata.
Lagu berganti.
"Seriously, Ed Sheeran?" Ananta tidak mampu tidak bertanya. Alegra jauh dari semua ekspektasi yang pernah ia letakan untuk pria itu.
Eyes Closed.
"Sssst, suara lo merusak lagu kesukaan gue. Just be quite and let him sing."
Lagu ini tidak sesuai dengan suasana saat ini, tetapi bersama Alegra semuanya terasa tepat. Terasa pas, tidak kurang dan tidak lebih. Mata Ananta pun tak mau kalah memandangi hal paten di hadapannya. Sepertinya waktu menciptakan Alegra, Tuhan berniat pamer.
"Kenapa lo nolak gue lima tahun lalu?" Alegra menatap, lalu menyibakkan rambut perempuan yang menolaknya tujuh tahun lalu dan berakhir sebagai tunangannya.
Pikir Ananta, Alegra tidak akan membahas hal ini. Apa yang terjadi di masa lalu, biarlah tetap berada di masa lalu. Tidak ada yang bisa mengubah kenyataan bahwa Ananta menolak Alegra lima tahun lalu dan tidak ada yang tahu bahwa Ananta menjadi tunangan Alegra lima tahun kemudian.
"Karena semua cowok kayak lo itu―
"Manipulatif, gak menghargai orang lain dan cuma mau ngejar uang?" Alegra memotong jawaban Ananta.
Di luar dugaan, Ananta malah tertawa alih-alih jengkel. "How do you still remember exactly what I said at that time?"
Alegra menunjuk kepalanya mengatakan bahwa otaknya bekerja dan otaknya pintar. Sejak kecil Alegra memang unggul dalam menghafal, berhitung, menggambar dan merancang. Setelah itu ia menjawab dengan jujur, "Karena itu pertama kalinya gue ditolak."
Mata Ananta membulat. Ia terkejut bukan main. "Sumpah?"
Alegra menganggukkan kepalanya. "There's always a first time for everything."
Selalu ada yang pertama dalam setiap hal. Setiap pengalaman baru, setiap pencapaian, setiap pertemuan, setiap perpisahan. Banyak orang yang selalu khawatir mengambil langkah pertama dalam hidupnya, padahal seperti kata Bernadya bahwa hal-hal baik ada yang datangnya belakangan. Hidup itu proses, tidak ada yang instan. Jika sampai ada, patut dicurigai.
"Setuju. Tapi, kenapa ya hal yang pertama kali itu jarang baik?" Ananta bertanya.
"Hal baik itu kan terkadang gak datang langsung. Kadang berbuah tunggu waktunya yang penting kamu udah ngelewatin momen pertama kalinya," jawab Alegra with that "Aku" again.
"Ya, tapi kenapa gak datangnya sekalian aja gitu? Kenapa harus belakangan?"
"Gak semua hal terjadi sesuai mau kamu kali, Ta," jawab Alegra lembut masih dengan posisi berdansa, tetapi tidak bergerak. "Ada hal baik yang datang di belakang untuk menjelaskan kenapa hal buruk terjadi di depan."
Satu sisi yang tidak pernah Alegra ketahui tentang Ananta, kepala yang keras ini ternyata punya segudang pertanyaan tentang dunia yang tidak terjawab. Apa yang pernah ia alami? Keluarga Pramoedya, mirip dengan Keluarga Rajendra. Hal buruk pasti pernah terjadi.
"Just tell me everything you want me to know. Aku bisa jaga rahasia. Atau just ask me anything you want to know."
Awal mula sebuah hubungan yang baik adalah saling terbuka. Alegra bukan pria baik-baik, tetapi ia juga bukan pria brengsek yang berganti kekasih setiap satu malam. Perjalanan paling jauhnya hanya kiss on the lips, tidak pernah lebih dari itu. Punggungnya membawa nama keluarga Rajendra yang disegani, kemana pun Alegra pergi ia tidak boleh terjerumus. Kali ini, beban itu bertambah di punggungnya karena semua musuh keluarga Rajendra dan Pramoedya menantikan munculnya Alegra sebagai pemimpin baru. Bukan hanya nama keluarganya yang harus ia lindungi, melainkan Pramoedya juga.
"Kenapa lo semudah itu buat gue?"
Alegra mengedipkan matanya. "I'm yours anyway, Ta."

KAMU SEDANG MEMBACA
From The Start
FanficKematian sang kakek mengharuskan Ananta Jovanka Pramoedya memenuhi perjodohannya dengan Alegra Putra Rajendra─the number one heartbreaker in history.