31 - Agha

1.2K 216 50
                                    

Happy Reading✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading✨

Kakinya melangkah pelan memasuki kamar sang adik. Agha terlihat berbaring sambil menatap langit-langit kamarnya.

"Gha," panggilnya pelan.

Lamunannya buyar. Agha lantas menoleh ke sumber suara.

Bisa Jendra lihat mata Agha yang memerah dan sedikit terlihat sembab. Apa adiknya itu habis menangis?

"Berantem kenapa lagi. Kali ini apa masalahnya?" Jendra duduk di tepi kasur, menunggu balasan dari empu kamar.

"Kenapa lo sama ayah gak biarin gue mati dari dulu?"

Lagi, pertanyaan itu kembali keluar dari mulutnya setelah hening beberapa saat.

Alis Jendra menukik tajam, tidak menyukai ucapan yang Agha lontarkan. Apa-apaan adiknya ini, bagaimana Agha bisa melemparkan pertanyaan yang tidak masuk akal seperti itu?

Apa hal ini yang membuat ayahnya tadi terlihat berbeda.

"Jangan bilang lo juga bicara kayak gini ke ayah?"

Agha menatap lamat mata Jendra, kemudian mengangguk pelan dan mulai menceritakan kejadian sepulangnya ia ke rumah hingga berakhir mengucapkan kalimat yang membuat amarah Rasen meledak.

Namun, ia melewatkan bagaimana ayahnya itu dengan lugas berbicara soal lebih memilih bunda dibandingkan dengan ia kelahirannya. Agha bisa mendengarnya dengan jelas.

"Ayah pasti gak bermaksud buat bilang lo nyusahin. Ayah cuma khawatir sama kondisi lo, Gha, dan lo juga gak seharusnya bicara kayak gitu ke ayah. Lo harusnya tau sesayang apa ayah ke lo selama ini."

Jendra menarik napasnya dalam. Entah kenapa ia justru merasa kesal setelah mendapakan penjelasan dari adiknya.

"Kita semua ... gue, ayah, oma maupun om Rendi selalu usahain buat lo selalu nyaman dan gak kekurangan apapun. Dari lo kecil, Gha, kita semua jagain lo dan selalu usahain buat kesembuhan lo, ayah juga kerja keras buat pengobatan lo. Itu semua kita lakuin karna kita gak mau kehilangan lo ... "

" ... dan sekarang lo dengan gampangnya bilang kayak gini ke ayah? Lo sama aja gak hargain kita, terutama ayah selama ini."

Apakah Jendra marah atas ucapan Agha tadi? Maka dengan jelas ia akan menjawab iya. Marah, sekaligus kecewa.

Jendra sangat tahu seberapa besar ayahnya itu berusaha untuk memperjuangkan kehidupan Agha.

Menjadi orang tua tunggal tidaklah mudah, terlebih dengan kondisi kesehatan Agha yang berbeda dari anak lain dan harus membutuhkan pengawasan ekstra. Bahkan Rasen terbilang tidak pernah memarahi Agha. Pria itu dengan sabar menasehati si bungsu dengan lembut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Detak : Jarvis AghaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang