Happy Reading✨
•
•
•
Sore ini angin berhembus cukup kencang. Awan hitam juga mulai bergerumbul di atas sana.
"Bi, Agha belum pulang?"
Wanita yang berusia lebih dari setengah abad itu tersentak kaget mendengar suara anak majikannya yang tiba-tiba berada di belakangnya. "Loh, Den Jendra sudah bangun."
"Maaf ya, bi, Je kagetin bibi ya?"
Bi Irma, sosok wanita baya yang sudah bekerja lebih dari 20 tahun di rumah itu tersenyum hangat.
"Gak kok, Den. Bibi saja yang sudah tua, jadi gampang kagetan," balas bi Irma diakhiri kekehan kecil.
"Den Agha sudah dijemput Pak Aryo tadi," sambungnya.
Jendra menatap layar ponselnya. Sekarang pukul 4 sore, harusnya adiknya sudah pulang dari satu jam yang lalu.
"Den Jendra sudah enakan badannya? Mau bibi buatin sesuatu gak, Den?"
"Udah, bi. Gak usah, Je mau mandi dulu."
Jendra lantas melangkah pergi.
Biasanya Agha selalu pulang sekolah bersamanya. Berhubung tadi pagi Jendra demam, ia tidak masuk sekolah. Alhasil, Agha diantar jemput oleh pak Aryo.
Di sisi lain, pak Aryo sedang menunggu di samping mobil dengan gelisah. Karna tadi terjebak macet, pak Aryo sedikit terlambat untuk menjemput Agha. Namun, sampai sekarang ia tidak menemukan presensi anak majikannya itu di area sekolah.
Berulang kali pak Aryo menghubungi Agha, tetapi anak itu juga tidak menjawab panggilannya. Pak Aryo akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah, mungkin Agha sudah memesan taksi, karna terlalu lama menunggunya tadi.
Suara deru mobil terdengar berhenti. Pak Aryo segera keluar ketika sampai di rumah.
"Pak, Agha mana?" tanya Jendra yang tidak melihat keberadaan adiknya.
Kebetulan ia sedang berada di teras rumah saat pak Aryo sampai.
"Den Agha belum sampai rumah?" tanya balik pak Aryo.
"Saya tadi jemputnya agak telat karna kena macet, Den. Tapi, pas sampai di sekolah Den Agha gak ada, sudah saya cari tapi gak ada, saya telponin juga gak bisa. Saya pikir Den Agha sudah balik dulu karna kelamaan nunggu tadi," sambungnya mengetahui raut bingung di wajah Jendra.
"Terus sekarang Agha gimana, Pak?"
- 𝙳𝙴𝚃𝙰𝙺 -
Bola mata Agha mengerjap pelan. Ia menegakkan tubuhnya. Mengedarkan pandangan ke sekitar, di mana terdapat banyak buku yang berjajar rapi di rak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak : Jarvis Agha
Fiksi RemajaAgha tidak pernah menyangka jika keinginannya mempunyai seorang ibu berakhir nyata. Namun, seharusnya dia tidak mengaharapkan itu sedari awal. Kalau kata Jendra, "Agha itu ibarat kaca, rentan pecah." Start : 25 April 2024 End : -